Chapter 25 Kebimbangan Moira

“Tidak disangka, ternyata Angel bisa menyanyi dan menari.” pujiku.

“Ya dan suara Angel ternyata mirip Celine Dion, suaranya paling satu oktaf dibawahnya, benar-benar tidak surprise.” imbuh Mrs. Rose.

Angel tersenyum, diambilnya boneka gonzo dan di peluknya erat di dada.”Mama, Angel kangen.” katanya sambil mencium kepala boneka itu. 

Aku dan Mrs. Rose terharu akan kebahagiaan Angel siang itu. Gaun itu membuat semangat hidup, senyumnya serta bakat menari dan menyanyi muncul di siang itu.

“Aku pakai ya Moi, kadomu ini, barusan Angel sudah mandi kok.” kata Angel sambil menepuk-nepuk dadanya mengisyaratkan gaun yang dikenakannya.

“Belum Moi cuci lho Angel, nanti wangimu luntur.” kataku sambil tersenyum.

“Bahannya dingin Moi, enak dipakai dan warnanya bagus.” puji Angel.

“Terimakasih ya Moi.”

Kebahagiaan menular dengan cepatnya siang itu, sehabis pagi yang berat dan menyeramkan, sikap Angel benar-benar membuatku bahagia. Aku melihat Mrs. Rose juga ikut berbahagia, matanya berbinar saat melihat perubahan sikap Angel.

Scarf papa belum bisa kuberikan kepada Angel pada situasi seperti ini, bisa merenggut kebahagiaanya, dan membuatku seolah menjadi insan yang memanfaatkan keuntungan demi diri sendiri.

***

Siang itu di ruang makan aku dan Mrs. Rose sedang menikmati makan siang, 

dari hari-hari ku berada di pulau Chimera, baru terasa siang itu, aku makan dengan nikmat.

Dokter Stephan datang dengan membawa nampan makanannya duduk di depan kami.

“Hai Moi dan Rose, setelah aku selesai makan, ayo ke kamar Risty. Risty ingin bertemu dengan kalian, khususnya Moi.” kata dokter Stephan.

“Risty ingin bertemu denganku?” aku mengulang ucapan dokter Stephan.

Dokter Stephan mengangguk, “Dia bilang penting. Kamu harus segera kesana.”

“Tumben Risty ingin bertemu denganku dokter.” aku keheranan.

“Ya Moi, mungkin Risty memandangmu spesial, aku hanya menyampaikan keinginannya.” kata dokter Stephan sambil menyendok makanannya. “Walaupun kondisi Risty agak kurang sehat hari ini. Tapi dia bersikeras ingin bertemu denganmu.”

Setelah kami selesai makan, kami bertiga menuju kamar Risty. Aku mengikuti langkah Mrs. Rose dan dokter Stephan, dokter Stephan membuka pintu kamar Risty.

Nampak suster Reina sedang duduk dan memantau kondisi Risty.

“Hello Moi,” Risty menyapaku dengan suaranya yang lemah.

Aku mendekat ke ranjangnya, “Halo Risty, bagaimana kondisimu cantik?”

Risty memaksakan seulas senyum di wajahnya. “Bukuku, sudah sempat dibacakah?”

Aku tertawa, “Oh, Risty. Maaf, Moi belum sempat membacanya. Kamu tahu kan, pekerjaan Moi juga menuntut perhatian penuh.  Tapi Moi sempat membuka-buka halaman pertamanya kok. Ada beberapa gambar yang Moi bingung artinya apa. Lain waktu yah, Moi tanyakan ke Risty.”

Seulas senyum tipis kembali menghias wajah Risty.

“Moi, buku itu tentang masa depan dunia, biarlah itu menjadi petunjuk bagi orang-orang tentang kondisi masa depan. Tetap banyak probabilitas disana, tetapi itulah rahasia yang melibatkan momentum penting umat manusia. Dan yang terpilih menjadi salah satu komponen di sana. Aku bersyukur bisa menyelesaikannya. Bila aku sudah dioperasi, aku mungkin sudah tidak bisa menyeberangi jembatan waktu ke masa depan lagi.

Beberapa hari ini aku agak tidak enak badan. Besok siang aku akan pergi meninggalkan pulau ini. Karena besok momentum ku terbuka.”

Aku terkejut, “Besok siang?”

Risty mengangguk, “Sekitar jam 14 aku dijemput. Sebenarnya dari dulu aku ingin cepat menghadapi operasiku. Andai operasi kepalaku berhasil, kita akan bisa bertemu lagi dan mengobrol lebih banyak.” Risty tersenyum lagi.

“Operasinya pasti akan berhasil, Risty. Kamu harus tetap bersemangat ya, oke?” ujarku menggenggam kedua tangan Risty yang kurus nyaris tinggal tulang.

“Terima kasih supportnya, Moi.”

“Semoga cepat sembuh ya,” ujarku tulus untuknya.

“Aku sebenarnya sudah tidak kuat, Moi. Namun kulihat dari pihak dokter, peralatan medis dan mental dokter yang bakal mengoperasi aku belum tepat. Karena operasiku ini termasuk operasi  yang sangat rumit. Bahkan pertama kalinya di dunia, semoga aku bisa selamat.”

“Kau pasti selamat Risty, kau insan yang terpilih.” ujarku menyemangati.

Memandang sosok ringkih Risty serta kondisi kepalanya yang begitu besar dengan urat-urat biru di pelipis dan dahinya, aku merasa kehilangan kata-kata untuk menghiburnya. Sejak dulu aku tidak bisa menulis puisi ataupun merangkai kata-kata kosong yang indah. Operasi kepala adalah tindakan paling beresiko. Aku sungguh takjub mendapati binar semangat kehidupan masih bersinar begitu cemerlangnya di kedua mata Risty.

Kami berdua terdiam. 

Suasana begitu sunyi di kamar ini.

Suara dokter Stephan memecah kesunyian, “Maaf Miss Moi, detak jantung Risty meningkat. Suhu tubuhnya juga mulai meninggi. Tolong keluar dulu, supaya aku bisa menangani Risty.”

Mrs. Rose mengangguk, 

“Ayo Moi.” katanya sambil mencolek pundakku.

“Risty kami pamit dulu ya. Banyak istirahat dan semangat, sampai ketemu besok ya.” 

Aku dan Mrs. Rose meninggalkan kamar Risty.

“Operasi Risty, semoga berjalan lancar ya,“ ujarku.

Mrs. Rose merangkul bahuku, “Risty memandangmu spesial, Moi. Sampai-sampai bukunyapun diberikan kepadamu.”

“Buku Risty itu penuh arti, Mrs. Rose. Bukan seperti buku biasa. Perlu analisa dan pemikiran untuk memahaminya. Nanti deh ya bukunya saya pinjamkan ke Mrs. Rose untuk dibaca terlebih dulu.”

Mrs. Rose tertawa pelan, “Tidak usah, Moi. Aku tidak suka buku dengan gambar aneh seperti itu. Untuk kasusnya Risty memang tidak pernah ada. Operasi pengurangan masa otak itu, baru kasusnya Risty seorang di dunia.”

“Justru itulah, dia merasa terkatung-atung menunggu tim dokter siap, belum lagi alat-alat kedokteran yang terkini harus di siapkan. Resiko kematian, gagal fungsi otak juga bisa terjadi. Dia bisa mengalami kelumpuhan, cacat, hipoksia, stroke, bahkan dokternya sekalipun tidak tahu efek dari operasi tersebut.”

“Berharap yang terbaik, Mrs. Rose. Hidupnya sudah lama menderita, dari cantik sampai menjadi kurus kering, rambut rontok, kepala membesar, demam, kesakitan setiap hari, kasihan sekali. Moi yakin probabilitas kehidupan yang diambilnya sudah diperhitungkan resikonya secara cermat. Dia precognition yang paling handal di dunia ini.” kataku optimis. 

Suara langkah kaki yang ringan terdengar mengejar kami. Aku dan Mrs. Rose menoleh ke belakang berbarengan.

“Kak Moi, Kak Mooi…,” Ron memanggil.

“Hai, Ron. Tumben cari Kak Moi,” sapaku. Aku menatap wajah polos anak itu.

Ron memelukku dengan erat.

“Lho, kenapa Ron tiba-tiba  begini?” aku membelai kepalanya dengan lembut.

“Hu..huu..hu… ,” Ron mulai terisak menangis.

“Siapa yang nakal sama kamu, Ron? Prajurit yang mana?” tanya Mrs. Rose.

“Aku semalam bermimpi, Kak Moi. Mimpinya lebih buruk di banding saat ayah menghajarku saat aku nakal.”

Aku tersenyum, “Ron, mimpi itu bunga tidur. Ron anak baik, lucu dan pandai. 

Ayo tenang dulu, Ron. Coba kemarin Ron belajar apa dengan Kak Moi, di saat Ron takut?”

“Ron harus tenang. Ron ingat Kak Moi memintaku untuk tenang, lalu membayangkan laut yang  biru dan tenang.”

”Anak pintar.” pujiku.

“Dari tadi Ron ingin bertemu Kak Moi. Mimpi buruk lalu banyak orang jahat datang.”

“Orang jahat, Ron?” Mrs. Rose mengernyitkan keningnya.

“Beberapa rombongan bapak-bapak, Ron tidak suka semuanya. Semuanya seram. Pandangan matanya menakutkan. Dan dibelakang bapak-bapak tadi ada sosok besar sekali, kepalanya tengkorak. Kepala tengkorak itu menghancurkan rombongan tadi dengan sabetan-sabetan pedangnya.”

Aku bertukar pandang dengan Mrs. Rose. Kami tak bisa menebak siapa orang-orang jahat yang dimaksud oleh Ron. Selain Tuan Jonah, adakah sosok yang cocok dengan deskripsi yang diceritakan Ron? Apakah para prajurit?

Tetapi deskripsi orang besar dengan kepala tengkorak mengingatkanku kepada deskripsi yang diberikan Leman tentang Nodaba, sang penghancur.

Aku tak ingin menambah ketakutan Ron. Aku memeluk tubuhnya yang gemetar itu. “Itu cuma mimpi Ron, mungkin game yang Ron mainkan ada yang seperti itu, lain kali memilih game yang ringan saja. Nanti biar di screening oleh uncle Jeff dulu ya.”

“Ron memang bermimpi tentang mereka kak Moi, tetapi barusan yang lewat kamar dengan menembus tembok adalah sosok tinggi besar berkepala tengkorak itu, giginya semua lancip. Itu sosok yang Ron lihat di mimpi semalam, yang barusan menembus tembok kamar Ron.

Sungguh kak Moi, Ron benar-benar bertemu dia, saat lewat menembus tembok lalu pergi ke arah belakang,  wajahnya yang tengkorak dengan bola mata kemerahan dan giginya yang panjang, mengerikan Kak Moi.”

Aku terkesiap, Ron memiliki kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak kasat mata. 

“Ya Ron, tetapi tenang saja di sini tidak ada orang jahat. Prajurit berjaga dengan baik. Kamu jangan takut ya. Ayo balik ke kamar kak Moi temani.” Aku tidak berniat mengorek keterangan lebih banyak dari Ron. Aku dan Mrs. Rose mengantar Ron kembali ke kamarnya. Sepanjang lorong Chimera Ron memelukku erat.

Masuk di kamar Ron, aku membuka gadget Ron dan mengunggah game yang sesuai umurnya, aku mengakses YouTube mencari video tentang pantai yang bersifat relaksasi.

“Ron cuci kaki dan setelah ini berbaring yuk, ini mumpung masih siang bisa untuk istirahat.”

Beberapa saat kemudian, setelah Ron berbaring, aku memutar film tentang pantai tadi, Ron merasakan ketenangan.

Lalu aku menerapi Ron dengan mengaktifkan anchor dan membimbingnya supaya lebih tenang, tidak lama kemudian Ron masuk ke tahap deep sleep. 

Mrs. Rose berdiri di sampingku dekat ranjang Ron.

Saat Ron sudah tertidur nyenyak, aku mematikan film tentang pantai itu, dan berbisik kepada Mrs. Rose.

“Yuk Mrs. Rose, kita balik ke kamar, Moi mau melaksanakan tugas yang diberikan Tuan Jonah.” 

Mrs. Rose tersenyum lalu kami keluar sambil menutup pintu kamar Ron.

“Baru kali ini aku melihat secara langsung hipnoterapi yang kau jalankan Moi. Bisa cepat tenang dan patuh ya si Ron kepadamu, Moi.” puji Mrs. Rose kepadaku.

“Uh … Salah Mrs. Rose sendiri, dulu lebih rinci prosesnya waktu ditemani Dragono. Ini tadi sudah tinggal mengaktifkan anchor, lalu Ron patuh. Dulu kenapa sih tidak menemani Moi?” gayaku pura-pura merajuk.

“Iiih bukannya dulu kamu mosi tidak percaya sama aku, makanya aku menjauh dulu.” ujar Mrs. Rose sambil mencubit perutku.

“Hahaha Mrs. Rose ternyata hobinya ngambek.” ledekku balik.

Sesampainya di kamar, 

aku mengunci pintu dan

aku mengkontak Henry dengan telepati.

“Hen .. Henry… Hoi Mr. Wilkinson.” panggilku kepadanya.

“Oh Moi, maaf aku ketiduran, ada apa ya?” jawabnya.

“Untuk besok kelihatannya aman Hen, tamu-tamu pada datang, Risty sekitar jam 14 dijemput helikopter, jadi tidak mungkin terjadi pemberontakan, banyak orang disini.” aku membeberkan analisisku.

“Ya aku juga persiapkan mental untuk besok malam aku ingin menyelusup masuk ke lalu lintas telepati mereka. Dan aku tidak mau di kerjain mereka lagi, terutama si Alfa. Aku sudah bugar, tidurku teratur dan nyenyak, konsentrasiku pastilah tinggi, sehingga berani menghadapi mereka.

Berbeda dengan minggu yang lalu, aku kurang tidur berhari-hari dan tercekat ketakutan, justru sekarang aku sudah tidak punya takut, Moi.” terang Henry memberikanku semangat.

“Ya Henry kita harus semangat, besok malam kita bersama-sama mencoba melawan kekuatan pikiran Alfa, tidak mungkin dia bisa menang melawan kita berdua. Kita besok siap sekitar jam 10 malam ya.” aku menyemangati Henry.

“Moi, kamu tahu cara dia melontarkanmu kan? dia mencengkram dari pusat pikiranmu, saat hal itu terjadi kita jangan sampai dikuasai, tetap dalam keadaan sadar, jangan sampai kita dikuasai olehnya.” ujar Henry memberikan siasat.

“Okay Henry, malam ini aku akan belajar menguasai pikiranku lebih fokus, seperti kemarin aku berhasil keluar dari mimpi buruk, aku rasa penanganan kemampuan otakku semakin tinggi.” jawabku semakin yakin.

“Ya, kita tetap bertelepati seperti ini, selain meningkatkan kemampuan kita, juga lebih aman daripada bertemu langsung, sekarang dipasang penyadap oleh Tuan Jonah sehabis dari ibukota kemarin. 

Sampai ketemu besok malam, walaupun besok ada duel maut, semoga membawa sesuatu yang baik bagi kita.” kata Henry berpamitan.

“Selamat sore Henry.”

Sore itu aku mempelajari tentang kekuatan pikiran dari laptopku, sambil sekali-kali melihat kondisi sel belakang melalui CCTV yang terhubung dengan laptopku.

Benar-benar pekerjaan yang menjijikkan, memantau insan yang besoknya bakalan tiada.

Sesudah makan malam, aku kembali ke kamar, tubuhku yang lelah berbaring di kamarku, sementara pikiranku menolak untuk beristirahat. Otakku terus mereview kejadian demi kejadian yang terjadi di tempat ini. Aku meraih buku Risty. Di halaman awal buku,

aku mengenali logo Chimera di pintu yang di gambar Risty. Kemudian beberapa sketsa wajah yang aku kenali sebagai Vicko, Tuan Jonah dan wanita berambut lurus ini, apakah ini aku? Mengapa Risty menggambar aku di dalam bukunya ini? Ia bahkan menggambar bunga-bunga yang sama persis dengan corak gaun Angel yang aku berikan padanya hari ini. 

Waaw, luar biasa. Aku menatap coretan-coretan tangan Risty. Beberapa halaman kemudian ada gambar yang unik, ada gambar seorang gadis berambut pendek, duduk bersila seolah bersemedi di pangkuannya ada sebuah batu, dengan background tangga nada musik, sementara gambar wanita berambut lurus tadi hanya nampak kepalanya melongok.  

Semangatku tergugah. Aku bangkit dan duduk. Lembar demi lembar buku itu aku cermati baik-baik. Yah, kemampuan Risty luar biasa.  

Gambar yang ganjil banyak sekali termuat di buku itu. Buku dengan gambar yang sangat unik.

Karena aku tidak bisa mengerti, maka aku menutup buku itu dan memasukkannya ke tasku.

Malam ini sungguh sunyi. 

Aku membuka laptopku dan mulai mengetik laporanku untuk Tuan Jonah.

Tanganku telah siap di atas tuts keyboard laptopku. Hanya saja, otakku justru membeku. Aku berharap tempat terkutuk seperti Chimera ini segera ditutup saja. Semua  orang-orang berbakat dan bekemampuan khusus di tempat ini, di eksploitasi sedemikian kerasnya hingga mereka tertekan. 

Di tempat ini aku mengakui mendapat banyak sekali ilmu, namun resiko kematian itu begitu dekat denganku.

Setelah beberapa jam berkutat dengan laporan, rasa kantuk menyergapku.

Malam itu aku bermimpi

Aku ada di pinggir pantai menghadap ke arah daratan.

Dari jauh nampak dua pria mendatangiku, dua pria tersebut semakin mendekat.

Mereka adalah Adrian dan Henry. 

Mereka merubung diriku.

Wajah Adrian yang humoris dengan Henry yang tampan, sabar serta dewasa. Adrian memeluk kucing persianya dan menanyakan kapan aku pulang. Sementara Henry…yah, pria itu menatapku dengan lembut. Dadaku berdegub membalas tatapan Henry. Hatiku berbunga-bunga bahagia sekali. Sejak kapan aku begini di hadapan Henry? Walaupun benih cinta belum timbul dalam hatiku, sejak Henry menyatakan cintanya kepada ku, aku merasa Henry sebagai teman seperjuangan. Aku melihat ke arah Adrian, kucing Persia Adrian nampak memakai kalung ada tulisan disitu.

Aku membacanya, tertulis namanya Brenda.

Aku terheran-heran mengapa Kitty memakai kalung bernama Brenda, sementara Brenda adalah teman kuliah kami, dan sama sama magang bersamaku waktu di klinik kesehatan.

Sejenak aku berpaling ke arah Henry, tiba-tiba suasana berubah, background daratan tepi pantai berubah menjadi seperti aula. Ya, mirip aula hotel dimana ada tangga dibelakang aula itu yang bercabang dua keatas dengan ornamen yang mewah.

Aku terkejut saat Henry sudah memakai tuxedo hitam yang gagah. Tangannya terangkat keatas dekat pundakku seolah memintaku untuk memegangnya.

Aku merespon dengan memberikan tanganku.

Aku merasa Henry membimbingku melangkah dansa waltz. Tangan kanan pria ganteng itu memegang tanganku, sementara tangan kirinya berada di pinggangku. Kami melangkah sesuai dengan bimbingan Henry yang sabar.

Aku melihat Adrian berdiri dengan tetap menggendong Kitty sambil tersenyum.

***

Pagi itu aku terbangun dengan bahagia, teringat akan mimpiku semalam. Walaupun kemarin ada kejadian yang tidak mengenakan dari pagi sampai sore namun mimpi tadi malam seolah menghapus semua kejadian yang buruk.

Saat sarapan pagi aku bersama dengan Mrs. Rose.

Kulihat sarapan Mrs. Rose hanya roti sandwich dan segelas kopi, sementara aku hanya nasi putih dan telor goreng, karena makanan yang lain ada menu jamurnya, yang aku pantang sebab bisa memicu gatal-gatal alergiku.

Saat aku mulai menyantap makanan, aku mulai gelisah.

“Jadi beneran nih Mrs. Rose ?” tanyaku tanpa ujung pangkal kepada Mrs. Rose.

“Apanya yang beneran, Moi?” wajah Mrs. Rose mengernyit  tidak mengerti.

“Eh maaf maksud Moi, pertarungan siang ini ?” tanyaku.

“Lah iyalah, petarung sudah disiapkan dari ibukota secara khusus dijemput dan diturunkan disini, lalu ditempatkan di sel belakang. Hari ini pak No masih ada di dapur tuh, ” jawab Mrs. Rose sambil menunjuk pak Johno yang masih repot merajang bahan makanan di dapur, suara pisaunya memotong-motong entah sayur atau apa, terdengar sampai ke tempat dudukku. “Kalau sampai jam segini masih ada di dapur, berarti dia memasak extra. Kata Tuan Jonah untuk menjamu tamu nanti siang, sesi kedua untuk menentukan juara.” lanjut Mrs. Rose.

Aku baru sadar memang jam 7 pagi ini, seharusnya pak Johno sudah mulai menyapu mengepel ruangan depan, mulai dari pos penjagaan utama sampai kliniknya dokter Stephan, ini berarti pak Johno memang sedang memproses makanan lebih banyak dari biasanya.

Aku langsung lemas teringat ada sesi ke dua untuk menentukan juara, berarti sudah ada 2 korban tewas, entah itu Vicko, Leman, Travis atau Kenrock.

“Agenda acara gladiatornya bagaimana Mrs. Rose?”

tanyaku sambil menghela napas.

“Jam 11 nanti sesi pertama antara Vicko dan Travis, selesai istirahat sebentar, petarungan Leman dan Kenrock disiapkan, sampai keluar pemenangnya. Sehabis itu makan siang bersama, lalu dilanjutkan dengan penentuan juara.” jelas Mrs. Rose.

Aku termenung, aku teringat kisah ku sampai disini, dari awal merasa sangat bahagia seorang fresh graduate seperti aku bisa langsung bekerja sebagai abdi negara, namun kenyataannya disini seolah nyawaku bukan menjadi hakku lagi.

“Tumben hanya makan roti dan minum segelas kopi untuk sarapan pagi, Mrs. Rose?” aku mengalihkan topik pembicaraan.

“Aku sudah gemuk. Lemak di perutku sudah berlipat.  Aku harus mengurangi karbo, Moi.”

Aku menatap pinggang ramping Mrs. Rose dan menggelengkan kepalaku. Tubuh ramping Mrs. Rose sempurna. Tidak ada lipatan lemak berlebih di sana.

Mrs. Rose memang ahli dalam memanipulasi diri untuk mencapai tujuannya.

Suara para prajurit yang sedang sarapan juga ikut riuh rendah karena mereka membahas tentang pertarungan yang akan diadakan nantinya.

Para lelaki berotot itu berkelakar sambil menyebutkan siapa yang bakal jadi juara besok.

Mengerikan!

“Moi, bagaimana kabarmu?” suara Henry menyeruak masuk lewat telepati.

Aku menunduk dan berkonsentrasi untuk membalas telepati Henry.

“Hi Henry.”

“Moi, kalau nanti ada pertarungan, itu artinya penjagaan akan berpusat di seputar arena, Moi,” ucap Henry bersemangat.

“Lalu?”

“Aku akan mencoba memanipulasi pikiran penjaga di sini serta mungkin aku bisa menumpang salah satu helikopter tamu.”

Aku mendesah. Henry dengan kemampuan istimewanya itu. Pria itu mungkin bisa menyelinap keluar dari tempat ini. Apakah dia berhari-hari tidak menyusup masuk ke lalu lintas telepati untuk momentum ini? 

Supaya kuat pikirannya untuk melarikan diri?

“Jadi ini maksudmu, percakapan ini sebagai ucapan selamat tinggal?” tenggorokanku serasa tercekat saat mengirimkan pernyataan ini kepadanya.

“Tentu tidak, aku akan mengajakmu. 

Kita berdua akan pergi keluar dari sini, Moi. Oke siapkan dirimu. Kuatkanlah mental dan pikiranmu. Sudah dulu ya, nanti aku hubungi lagi.” ujar Henry menutup telepatinya.

Aku gelisah. Makanan yang aku gigit sulit aku telan. 

Mrs. Rose menatapku seksama.

“Kenapa Moi, pusing ya, memang bulananmu belum selesai?”

“Aa … sudah selesai kok, Mrs. Rose, cuma efek tegang ini … ada orang mau diadu.”

Aku menarik napas dalam-dalam. Benarkah bahwa beberapa saat lagi aku akan bisa menghirup udara bebas? Keluar dari tempat ini?  Meninggalkan semua kekacauan ini? Bila benar demikian, apakah Tuan Jonah akan mengampuniku?  Tidakkah nanti petinggi Chimera itu akan menyakiti dua orang yang paling dekat dalam hidupku yaitu mama serta adikku? Apakah sebaiknya aku tetap tinggal di sini saja demi keselamatan mereka?

“Ayo kita ke tempatnya Ron, Mrs. Rose. Coba kita lihat perkembangannya.” Aku mengajak Mrs. Rose untuk ke kamar Ron.

Chapter 24 Kado untuk Angel

“Ah tidak, gadis ini taat dan kerja sesuai koridornya kok.” jawab Jeff sambil menatap wajahku.

Kemarahanku langsung surut, aku teringat saat aku chat dengan Adrian, berkeluh kesah tentang kondisi pulau Chimera, 

kartu AS ku dipegang Jeff!

“Jadi sebaiknya kau segera bekerja boss, ini sesuai dengan keilmuanmu bukan? Kalau keilmuanku sih tidak ada penelitian absurb seperti itu, silahkan dikerjakan ya.” lanjut Jeff membuatku semakin tidak berkutik.

“Iya kau harusnya ikuti perintah dari pusat, bocah. Ini untuk mengurangi interaksimu dengan penghuni pulau yang berbahaya disini. Saat aku ada di ibukota, Rado berulah juga karena kau!” Tuan Jonah balik memarahiku.

“Itu juga karena Codi lengah, Tuan Jonah. Dendam kesumat Rado muncul.

Jadi saat ada kesempatan, Rado membalasnya tanpa berpikir panjang lagi. Rado menjadi seperti itu karena ia dendam dengan perlakuan para penjaga yang sering memukulinya, dan khususnya Codi yang sering menjadikannya target tendangan taekwondo, Tuan Jonah,” ujarku menjelaskan.

“Kau belum mengenal Rado, bocah! Rado itu semakin hebat saat stressnya terpicu dan kemampuannya akan dahsyat saat dia stress. Kekuatan elektrokinesisnya semakin hebat.” bantah Dragono.

“Sudah, sekarang kau segera kerjakan tugasmu, mulai diamati para serigala itu, karena hanya dalam waktu maksimal 24 jam, tiga yang tewas, dan tinggal satu yang hidup dari empat orang itu.

Buat apa peralatan mik ditambahkan kalau bukan untuk kau melakukan tugasmu bocah? Kurang support apa pusat untukmu?” ujar Tuan Jonah sambil mengusap dagunya.

“Ya Tuan Jonah terimakasih atas supportnya,” aku menjawab dengan terpaksa. Pikirku support macam apa memaksa aku untuk melihat kejadian yang mengerikan.

“Sst kau diam dulu bocah! Dengarkan ini!” bentak Dragono sambil menunjuk ke layar lcd, disitu nampak Travis yang berteriak-teriak.

“Heei siapa disini yang bernama Vicko?”

“Dia ada di sel paling pojok, kalaupun kau berteriak-teriak sampai habis suaramu, juga tidak bakal dijawabnya.” jawab Henry yang berada di sel sesudah Kenrock.

“Kau siapa? Mengapa ada disini?” tanya Travis balik.

“Aku Henry, aku orang yang malang saja berada disini. Anda siapa bro?” tanya Henry sambil bertelekan di selnya.

“Aku Travis Carington, aku dengar besok aku akan diadu dengan yang namanya Vicko, aku ingin tahu apa kehebatannya dia.” kata Travis mantap.

“Wow Travis Carington? Bagaimana mungkin kau sampai disini? Kalau Vicko sih hebat sekali bro, dia mantan instruktur tentara, rajanya bertarung disini. Kalau kau siapa rambut kuncung?” Henry bertanya ke arah sel sebelahnya.

“Aku? Aku Kenrock, ini benar-benar licik, aku tak menyangka ada tempat seperti ini, dan besok aku mau di adu dengan yang bernama Leman.” sahut Kenrock.

“Aku tak peduli siapa lawanku, walaupun setan neraka, asal aku punya pisau komando, kutebas lehernya nanti.” jawab Travis.

“Heeei siapa yang namanya Leman disini ?” Kenrock mulai berteriak lagi.

“Leman selnya nomor dua dari pojok, julukannya fakir, suka kesurupan disini.” jawab Henry.

“Ah bodo amat, siapa lawanku, besok kujamin dia tinggal nama saja. Lalu sel sebelahmu siapa Henry?” Kenrock kembali bertanya.

“Dia Rado, 

sang elektrokinesis, 

kemarin nyaris membuat dua prajurit disini nyaris tewas, satu prajurit kakinya sampai hangus, satu prajurit pingsan sejenak.” jawab Henry.

“Baguslah, semoga semua prajurit disini tewas semua.

Lalu kemampuanmu apa sampai masuk disini, Henry?” Travis menimpali.

“Aku yang dulu mengelabui Mr. McPherson.” jawab Henry sambil menunduk.

“Oh kau Henry Wilkinson? Kau yang bikin McPherson nyaris bangkrut, kepalamu dihargai 500.000 USD oleh dia. Gila kau ini, kalau aku bisa keluar dari sini, kubawa kau, kau masih menyimpan uangnya diluar sana kan?” seru Kenrock sambil memukul teralis besinya.

“Semua penghuni disini gila-gila semua ya.” 

Aku menggigil mendengar percakapan para pria di sel, membayangkan besok mereka, entah yang mana hanya menjadi bujuran mayat yang kaku berlumuran darah, dan hanya satu yang hidup.

“Eh nampaknya ada yang kedinginan disini, bolehlah ke dapur minta teh panas.” terdengar suara Jeff, rupanya dia melihatku gemetaran.

“Tuan … Moi ijin dulu … untuk kembali ke kamar ya, Tuan Jonah.” dengan terbata-bata aku berpamitan.

“Moi itu barang titipanmu ada di pos jaga, ayo kita ambil.” kata Mrs. Rose mencolek siku tanganku dan menggandengku untuk keluar dari pos penjagaan utama tempat bercokolnya Jeff sehari-hari.

Prajurit yang berjaga yaitu Prajurit Doni menyerahkan kardus coklat tanggung kepadaku, 

“Ini titipanmu Miss.”

“Terimakasih pak Doni.” kataku sambil menerima kardus itu.

Aku berjalan ke arah kamarku bersama Mrs. Rose,  kurasakan wajahku memerah dan air mataku berkaca-kaca, terasa hampir jatuh, aku menahannya dengan menggigit bibirku.

Mrs. Rose merangkul pundakku, untunglah jarak antara pos penjaga depan dengan kamarku hanya beberapa puluh langkah.

Saat tiba di kamar, aku duduk di tepi ranjangku, tangisku mulai pecah. 

Mrs. Rose yang ada di depanku, duduk di sampingku dan menepuk-nepuk bahuku.

“Sudah Moi sabar-sabar…” Hiburnya menenangkanku.

“Mrs. Rose lihat pelecehan dan penghinaan Jeff kepadaku, belum lagi tugas dari pusat untuk meneliti perilaku manusia yang besoknya bakalan tewas. Tugas macam apa ini, memanfaatkan Moi untuk hal yang mengerikan, sudah tahu Moi bocah, tetapi disuruh seperti itu.” 

Mrs. Rose menutup pintu kamarku, supaya suara tangisanku tidak terdengar.

“Yang sabar Moi yang sabar…Oh iya Moi, hari ini Curly ultah lho, dan katamu sudah beli kado untuk Curly, aku lihat dong.”

Aku berjongkok dan membongkar dos, mencari kado yang bakal kuberikan kepada Angel.

Ah ketemu, bungkusan plastik hitam dengan stiker ekspedisi terpampang, aku membuka pembungkus luarnya dan menarik sebuah gaun berwarna pink yang cantik bermotif bunga-bunga kecil.

Mrs. Rose berdecak, “Wow, cantik sekali, Moi.”

“Hehe, iya. Siapa dulu yang memilihnya,” aku mulai tersenyum.

“Curly pasti akan suka kadomu ini, Moi.” sahut Mrs. Rose sambil menempelkan gaun itu ke tubuhnya.

Mrs. Rose bergerak-gerak kecil sambil mengamati gaun yang menempel ditubuhnya.

Aku mengangguk. “Angel butuh cinta, butuh dukungan, butuh sentuhan kasih sayang. Akan butuh waktu lama untuk memulihkan mental dirinya. Tapi yah, kita harus mulai sekarang, bukan?  Kado ini semoga bisa menumbuhkan rasa percayanya bahwa dirinya berharga dan layak dicintai.”

Mrs. Rose menatapku cukup lama, kemudian ia berkata, “Aku menghargai kebaikanmu, Moi. Pekerjaan di Chimera yang penuh tekanan seperti ini, tetapi kamu tetap menebar kebaikan, bahkan melakukannya dengan hatimu, tidak sekedar profesionalisme belaka. 

Aku sungguh bangga bisa mengenalmu, Moi.”

Aku tertawa, “Aah, apaan sih, Mrs. Rose. Aku gadis ingusan kok mendapat pujianmu seperti ini.”

Mrs. Rose tersenyum dan melipat gaun pink Angel. “Apakah kita akan memberikan kado ini sekarang, Moi?’

Aku mengangguk, “Moi rasa sebaiknya begitu. Sayang kita tidak punya kertas kado untuk bungkusnya ya.”

Mrs. Rose memasukkan gaun itu kembali ke kotaknya. “Tanpa pembungkus kadopun Curly akan senang, Moi. Ia sudah sering menerima kado-kado dengan kertas pembungkusnya yang indah, namun hal itu tidak menyukakannya, menyentuhnya saja ia tidak mau. Kamu ingat itu kan?”

Aku teringat awal pertemuanku dengan Angel. Ya, gadis yang selalu ketakutan dan terlihat tertekan itu, hanya menumpuk kado-kado beraneka ukuran, beraneka warna pembungkusnya di pojok lantai kamar, tanpa membukanya.

“Yuk, ke kamar Curly,” ajak Mrs. Rose padaku.

Tubuhku sebenarnya ingin berbaring santai di kamar.  Dan aku juga sangat penasaran ingin meneruskan membaca buku Risty. Namun, terbayang wajah Angel yang selalu ketakutan, tertekan, rasa ingin membahagiakannya memompa semangatku kembali. Aku mengangguk, “Oke, Mrs. Rose. Sekarang sudah hampir siang, tidak enak juga kalau  malam-malam kita baru mengucapkan ulang tahun untuknya.”

Aku membenahi dan mencari apakah sapu tangan papa Gepardi ada di dalam paket dos, sesaat aku membongkar aku temukan scarf doreng yang aku ketahui itu atribut militer milik papa.

Aku memasukkan scarf itu ke saku celanaku, siapa tahu bila mental Angel atau kesehatan Risty siap, aku bisa bertanya kepada mereka tentang papa, entah dimasa lalu atau masa mendatang. 

Sungguh aneh, siang itu terasa mencekam seperti kekelaman malam, padahal matahari bersinar terik, terasa mencekam, saat kami berjalan di sepanjang lorong menuju kamar Angel.

“Bulan depan, aku juga ulang tahun, Moi,” ujar Mrs. Rose dengan wajah bercanda.

“Lalu?” tanyaku pura-pura tidak mengerti, bibirku kubuat manyun.

Mrs. Rose menyikutku, “Ahem … ahem … itu kode, Moi. Ah, masa kamu tidak mengerti” Mrs. Rose membalikkan tubuhnya berpura-pura merajuk.

Aku tertawa, “Kalau untukmu  Moi akan kebingungan setengah mati mencari kadonya. Mrs. Rose jelas-jelas jauh lebih modis dari Moi. Mau dikasih apa sudah punya semua, ah iya … ulang tahun Moi 5 bulan lagi, Mrs. Rose,” ujarku.

Mrs. Rose tertawa, “Kalo itu kadonya gampang. Aku ada pita merah polkadot, nanti tinggal aku pitain si Henry, lalu kusodorkan ke kamu ya, adegan selanjutnya bebas mau apa.”

Aku kembali tertawa, “Ya ampun, Henry jadi kadonya?  Astagaa …”  Aku menutup mulut dengan tanganku sambil tertawa terkikik.

“Tuuh, baru membayangkan saja kamu pipimu sudah bersemu merah begitu, bahagia sekali.”

“Bukan bahagia Mrs. Rose, Moi cuma terkejut Mrs. Rose bisa berpikiran seperti itu. Moi dan Henry punya banyak persamaan nasib.  Sebenarnya di hatiku ini saat ini ada seseorang yang mungkin menungguku disana.”

“Aah, aku tahu. Itu orang yang mengirimimu pesan di WA saat kita naik helikopter dulu itu kan?”

Aku mengangguk, “Ah Moi tidak tahu, pria tidak mudah untuk ditebak. Bisa jadi, cinta Moi bertepuk sebelah tangan. Ia sama sekali tidak menyadari keberadaan Moi. Ia menganggapku sama seperti teman-teman wanitanya yang lain. Saat Moi melihat kenyataan itu, hati Moi menolak untuk mengakuinya.”

Mrs. Rose merangkul bahuku, “Lebih ganteng mana pemuda itu atau Henry?”

Aku melepaskan rangkulannya, “Ini bukan masalah ganteng Mrs. Rose!”

Mrs. Rose tertawa, ia mengambil kado Angel dan melangkah mendahuluiku. “Pasti lebih ganteng Henry kan?  Aku berani taruhan deh.”

Aku protes, dan mengejar Mrs. Rose.

Saat itulah dalam kepalaku terdengar suara Henry, “Moi…Moira..”

Henry menelepatiku.  

Aku sungguh terkejut. Bagaimana kalau Mrs. Rose sampai tahu kalau Henry menelepatiku? Ia pasti akan bertanya macam-macam. Aku melambatkan langkahku. Mrs. Rose berjalan beberapa langkah di depanku.

“Moi,” Henry memanggil lagi.

“Ya, Henry,” balasku dengan telepati juga.

“Kamu tahu, di dekat sel … eh, kamarku ada dua penghuni baru?”

“Aku tahu Hen. Tadi ada alat berupa mik dipasang di atas, Aku sudah melihat dan mendengar mereka berdua. Kenrock dan Travis. Bahkan saat kau bercakap-cakap aku mendengar semua.”

“Oh rupanya Tuan Jonah dari ibukota menambah mik, Moi.

Oh, Moi … Di luar aku punya cukup banyak simpanan uang. Aku bisa hidup nyaman di luar sini. Aku ingin bersamamu pergi dari sini, dan kita menikmati dunia bersama.”

“Kita berharap yang terbaik saja ya, Hen. Semoga kita semua bisa keluar dari sini.” 

Saat itulah aku baru menyadari, bahwa ruangan di sekelilingku begitu sunyi. Aku berdiri di depan kamar Angel, dengan tangan kananku berada di keningku. Sepasang mata Mrs. Rose menatapku. 

Sejak kapan, posisi Mrs. Rose seperti itu?

“Eh, Mrs. Rose…ng…kita sudah sampai ya, maaf Moi agak pusing, maklum Moi bulanan.” aku tergagap. Konsentrasiku buyar. Telepatiku dengan Henry terputus segera.

“Jangan kebanyakan melamun, kadonya kamu kasihkan ya ke Curly, aku bagian lagu selamat ulang tahun nya.” bisik Mrs. Rose. Sebelah matanya mengedip padaku.

Mrs. Rose mengetuk pintu dan aku membuka pintunya.

Tangan kiriku memegang kado Angel kusembunyikan di punggungku.

Gadis itu seperti biasa duduk di lantai. Boneka Gonzo terbaring di pangkuannya.

“Lho, kok duduk di lantai lagi?” tegur Mrs. Rose.

“Yuk, duduk di ranjang aja, Angel. Di situ dingin loh,” ujarku lembut seraya meraih lengan Angel. Gadis itu menurut. Ia berdiri, kemudian duduk di ranjang. Wajahnya nampak letih dan kuyu.

Aku mengangkat bungkusan  yang kubawa. “Taraa… Happy Birthday Angel!” ujarku.

“Happy birthday Angel…

Happy birthday Angel…

Mrs. Rose mulai menyanyikan lagu ulang tahun. Aku dan Mrs. Rose bernyanyi bersama seraya bertepuk tangan.

Selesai menyanyi, aku dan Mrs. Rose bergantian memeluk dan mencium pipinya kanan dan kiri. 

Seberkas sinar bekelebat di bola mata Angel yang semula redup, nyaris tanpa cahaya kehidupan. Matanya mulai melebar.

“Owh, ya ampun. Ini hari ulang tahunku? Aku sungguh tidak ingat. Aku tidak pernah diberi ucapan ulang tahun oleh siapapun juga.”

“Semasa dulu sewaktu aku masih tinggal bersama orang tuaku maupun di sekolah, 

tak pernah ada seorangpun yang mengingat hari ulang tahunku. 

Aku bahkan berharap tidak pernah berharap dilahirkan.” Suara Angel perlahan dan tercekat saat mengatakannya.

Mrs. Rose mengulurkan kadonya dan Angel menerimanya tanpa ragu. Kado itu dipeluknya di dadanya. 

“Yuk, dibuka dong kadonya,” ucapku. 

Dua butir air mata keluar dari pelupuk mata Angel. “Seumur hidupku, hanya hinaan, bullyan yang aku terima. Aku dianggap orang gila, juga dikasari orang-orang terdekatku. 

Baru hari ini aku mendapat perhatian, kasih tulus seperti ini. Guruku serta teman-teman sekolah semuanya menjauhiku dan menganggapku anak gila. Temanku hanya Gonzo ini. Aku sungguh tak pernah menyangka ada yang masih mengingat hari lahirku, bahkan memberiku kado segala. Aku bahkan jijik dengan hari ulang tahunku, justru saat aku berulang tahun kesakitanku muncul semua, perlakuan buruk kepadaku… aku teringat semua.

Tetapi pada hari ini sangat berbeda. Terima kasih Moi, Mrs. Rose. Aku sungguh…

ah, sungguh terharu rasanya.”

“Sudahlah Angel, kau ini special, kau cantik, kau baik, kau layak dicintai. Ini hari ulang tahunmu, bergembiralah, lupakan masa lalumu.” kataku sambil memeluknya lagi.

Di dalam benakku, berkelebat hari ulang tahunku. Setiap tahun selalu ada kue berlilin yang aku tiup bersama dengan mama dan adikku William.  Entahlah apakah aku bisa keluar dengan selamat dari Chimera ini dan berkumpul dengan keluargaku lagi. 

Aku melihat Mrs. Rose membantu Angel membuka kardus kado kami.

Angel membuka kadonya dengan antusias. Nampak matanya membulat sempurna saat kado itu terbuka. 

Perlakuan atas kadoku sangat berbeda dengan kado-kado lain yang biasa diterimanya yang masih utuh teronggok di sudut kamarnya. Wajah gadis itu memancarkan kegembiraan saat menarik gaun berbunga-bunga dari kardusnya.

“Moi, ini … cantik … cantik sekali,” suara Angel tercekat karena berbahagia.

“Aku juga suka. Terutama corak bunga-bunganya, seperti musim semi,” ujar Mrs. Rose.

Aku sungguh puas menikmati pemandangan di depanku. Angel berputar-putar dengan gaun itu menempel di depan tubuhnya.

“Tapi…apa aku pantas memakai baju seperti ini?”

 “Pantas dong, mengapa tidak?” jawab Mrs. Rose langsung.

Angel berhenti berputar, “Aku bukan princess. Aku cuma Curly, si rambut keriting jelek. Baju ini tidak pantas  untukku.”

Aku berusaha tertawa dan memberikan sugesti positif untuk Angel. “Aku juga bukan princess. Tapi lihat aku merapikan rambutku dengan baik. Pakaianku juga keren kan?” kataku sambil bergaya dan menari kecil. 

“Kita memang bukan wanita bangsawan, namun apa salahnya kita tampil cantik? Diri kitalah yang bertanggung jawab untuk mempercantik diri kita. 

Kalau bukan kita sendiri yang peduli dengan penampilan ataupun kecantikan kita, siapa lagi kan?” sambungku sambil menggerakkan tanganku menari.

“Aku juga cantik kan Curly? Lihat, sepatu hi heelsku.  Sepanjang hari aku bersepatu begini. Kakiku terkadang kram rasanya, tapi aku merasa lebih cantik dan percaya diri saat memakainya. Jadi aku pakai terus deh,” ujar Mrs. Rose menambahi.

“Ini hari ulang tahunmu. Jangan melihat masa lalu terus. Hari ini hari yang amat spesial, kamu harus tampil cantik. Ayo aku bantu kamu mencobanya,” ujarku.

“Moi, Mrs. Rose, kalian sungguh sahabat yang sangat baik bagiku,” ucap Angel lirih.

Aku dan Mrs. Rose membantu memakaikan gaun itu kepada Angel, terasa badan Angel sudah tidak begitu kaku lagi, mungkin efek aku terapi di kolam renang beberapa hari yang lalu.

Akhirnya baju baru Angel telah di pakai, aku membuka lemari pakaian Angel, di balik lemari kayu itu ada kaca yang besar, selebar dan setinggi pintu lemari kayu tersebut.

Angel terbelalak saat melihat dirinya di kaca, “Mama…” katanya lirih. 

Aku berpikir Angel melihat sosok mamanya yang sudah meninggal terpantul dari kaca.

Angel tersenyum, badannya berputar, tidak disangka dia mulai menyanyi,

“I pray you’ll be our eyes…

and watch us where we go

And help us to be wise in times when we don’t know…”

Aku tercekat saat Angel menyanyi lagu “The Prayer” yang dipopulerkan oleh Celine Dion.

Ternyata suara Angel begitu bening, aku meletakkan tanganku di mulutku, keharuan muncul di hatiku.

Angel meneruskan bernyanyi dengan memegang ujung gaun dan menari berputar-putar.

“Let this be our prayer when we lose our way.

Lead us to a place guide us with your grace.

To a place where we’ll be safe…”

Mataku berkaca-kaca, lirik lagu itu seperti kerinduanku akan tempat yang aman, demikian juga hal itu mungkin yang diinginkan dan dirindukan Angel.

Mrs. Rose berdiri memeluk Angel dan ikut bernyanyi.

“I pray we’ll find your light

And hold it in our hearts

When stars go out each night.” 

Let this be our prayer

When shadows fill our day

Lead us to a place, guide us with your grace

Give us faith so we’ll be safe.

Mrs. Rose menimpali suara Angel mereka menyanyi bersahutan dengan diiringi tarian kecil, salah satu tangan Angel memegang ujung gaunnya.

“Sogniamo un mondo senza più violenza

Un mondo di giustizia e di speranza

Ognuno lo dia la mano al suo vicino

Simbolo di pace, di fraternità

La forza che ci dà

We ask that life be kind

È il desiderio che

And watch us from above

Ognuno trovi amor

We hope each soul will find

Intorno e dentro sé

Another soul to love

Let this be our prayer 

Let this be our prayer

Just like every child

Need to find a place, guide us with your grace

Give us faith so we’ll be safe

È la fede che

Hai acceso in noi,

Sento che ci salverà.”

Air mataku tumpah, tidak bisa kutahan saat melihat Angel mengakhiri nyanyian “The Prayer” dengan Mrs. Rose. Aku berdiri dari ranjang Angel dan bertepuk tangan, Angel membungkukkan badan dan bergaya hormat atas tepuk tanganku dengan tetap memegang ujung gaunnya.

Senyumnya merekah, giginya yang putih nampak berkilauan, Angel tersenyum bahagia.

Aku menyongsong Angel dan memeluknya.

“Aduh Angel siang hari sudah bikin Moi menangis.”

Angel juga merespon pelukanku, kami larut dalam keharuan persahabatan wanita.

“Angel sangat berterimakasih Moi, Angel belum pernah sebahagia ini dalam hidup Angel. Kau teman baik Angel.” bisik Angel di telingaku saat kami berpelukan.

“Angel belajar lagu dari mana? Itu lagu yang sulit. Dan suara Angel bagus sekali.” pujiku sambil menyeka air mataku.

“Mama Angel setahun sebelum meninggal selalu menyanyikan lagu itu saat sedih sambil menari, maka ingatan Angel tadi muncul, saat Angel melihat kaca dengan gaun seindah ini.” Angel bercerita tentang kisah lagu tersebut.

Chapter 23 Persiapan Pertarungan Final

Aku membuka pintu kamarku, 

“Oh, Moi … Moi terpeleset kok Mrs. Rose, mengantuk jalan ke kamar mandi terus jatuh.”

Wajah Mrs. Rose mengernyit, dia memakai kaos katun bergambar panda, dan celana pendek, matanya setengah terbuka menatapku.”Aduh Moi, selama disini kau suka jatuh, teriak-teriak di malam hari, memang kebiasaanmu di rumah begitu ya?”

“Moi sudah mengantuk Mrs. Rose, mungkin perlu Moi sikat lantainya karena berjamur, tapi nggak apa-apa kok.”

“Besok saja saya suruh pak No sikat kamar mandi dan bersihkan kamarmu, cucianmu bereskan semua, supaya tidak ada dalemanmu di kamar mandi, nanti terkenalnya jadi Miss jorok.”  goda Mrs. Rose kepadaku.

“Iih Mrs. Rose, sempat-sempatnya menggoda, sudah malam ini. Terimakasih perhatiannya ya.” sahutku sambil tersenyum.

Aku menutup pintu kamarku, 

syukurlah Mrs. Rose tidak mengejar aku dengan pertanyaan macam-macam.

Aku harus melaporkan keadaan ini kepada Henry.

“Henry, Henry… ini Moi.”

Tak berapa lama terdengar suara, “Iya Moi ada kabar apa semalam ini?”

Aku menceritakan semua kejadian yang kualami kepada Henry.

“Kita berhitung Moi, bila ada Alfa, Bravo, Charlie, Delta, dan Gamma, sedikitnya ada lima orang yang hebat disana, entah siapa dia.” terang Henry membuatku cemas, ada 5 orang yang akan membuat kerusuhan ? “Siapa sajakah mereka?

Bila orang luar mana mungkin bisa masuk ke pulau Chimera kecuali saat duel nanti seminggu lagi, banyak tamu mendarat di Chimera. Apakah mereka menyerbu pulau, lalu untuk apa?” aku mencoba menganalisa.

“Tetapi dari ceritamu jelas-jelas kamu disebut bocah magang. Mereka kenal kamu dengan pasti Moi, dan juga menyebut aku sebagai pesolek yang mengajarimu telepati, padahal kamu kan tidak pernah bercerita tentang kemampuanmu bertelepati dengan siapapun bukan?

Ini bukan orang jauh dan pastilah penghuni pulau ini.”

Aku tertegun, perkataan Henry sangat tepat, siapa yang bisa mengetahui secara pasti bahwa aku seorang gadis magang?Belajar telepati dengan si pesolek alias Henry? 

Bahkan kepada Mrs. Rose-pun aku menutupi soal kemampuanku bertelepati.

“Apabila banyak yang terlibat di sini Henry, menurutmu siapa saja mereka?

Mengapa harus membunuh?”

“Yang terpenjara di sini pasti yang mau mengadakan kekacauan dengan pembunuhan, Moi.

Kau tinggal berpikir siapakah mereka, mungkin juga penguasa disini, aku tidak tahu apa alibinya. Seperti politik bumi hangus di perang Vietnam Moi, sedesa dihabiskan supaya tidak ada saksi mata yang hidup lagi.” kata Henry menambah kebingunganku.

“Momentumnya kapan itu juga jadi beban pikiranku Moi, mereka ingin segera melaksanakannya dengan segera.”

“Bila ingin segera ya hari ini atau besok pagi, Henry.Sebelum Tuan Jonah datang, itu kesempatan yang bagus sebenarnya, penjagaan tanpa pimpinan.Tidak mungkin saat pertarungan karena banyak orang, masak mereka mau menghabisi seluruh orang termasuk tamu-tamu?

Bila besok tidak ada kejadian berarti persekongkolan mereka akan dilaksanakan sesudah tamu-tamu pulang.”

“Intinya kita harus bersatu Moi, kita tidak tahu siapa musuh kita, sambil kau renungkan bagaimana Alfa bisa melontarkanmu dari jarak jauh.Sekarang tidurlah, supaya kekuatanmu pulih, Selamat malam sayangku.”Henry berpamitan.

Aku mencoba memejamkan mataku malam itu, seluruh tubuhku terasa sakit semua.

Kekuatan Alfa yang dahsyat membuat dampak yang besar bagi fisik dan mentalku.

Beberapa jam kemudian aku terlelap, dan aku mulai bermimpi, aku berada di tengah hutan.

Hutan yang lebat dengan nuansa kegelapan, di sana nampak suatu bangunan yang menjulang tinggi, ternyata sebuah mercusuar.

Suasana hutan yang gelap dan seolah ada yang mengikutiku, membuatku lari ke arah mercusuar itu, aku mendorong pintunya dan masuk ke dalamnya.

Aku menutup pintunya, lalu berjalan ke arah tangga, tangga mercusuar nampak tinggi sekali menjulang ke atas.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan paksa, nampak serombongan sosok menakutkan menyeruak masuk, mengejarku, aku berlari menaiki tangga yang seolah tidak berujung.

Sosok-sosok yang mengejarku nampak seperti orang yang tidak jelas, tertutup bayang hitam dengan tubuh kotor, dengan baju yang compang-camping, tangan mereka menggapai-gapai hendak meraih diriku.

Di dalam mimpiku aku sadar ini mimpi buruk, aku berusaha tenang sambil mengejek orang-orang yang berusaha menggapaiku, ini mimpi! 

Aku berteriak pada mereka, “Ini mimpi, dan ini mimpiku!Kalian tidak berhak atas mimpiku! Aku akan bangun dan kalian tidak bisa menggapaiku.”

Aku meronta, dan kurasakan mataku seperti lekat terkena lem. 

Kupaksa membuka mataku yang terkatup erat, sesaat kemudian mataku terbuka!

Aku lolos dari mimpi buruk itu.Kelegaan menerpa tubuhku, aku berhasil menaklukkan mimpi buruk dengan keluar paksa menggunakan kemampuan penalaranku.

Satu hal menggembirakan yang kudapati, kemampuan mengendalikan otakku mulai berkembang. 

Seperti yang aku pelajari tentang fenomena lucid dream, aku punya kendali atas mimpiku.

Aku melihat jam, masih pukul 5.30 

Sudah pagi dan aku bangun untuk mulai beraktivitas.

***

Satu jam kemudian Mrs. Rose dan aku sarapan pagi di ruang makan, wanita cantik itu terlihat segar, seolah hidupnya sangat sedikit masalahnya.

“Mrs. Rose kapan Tuan Jonah balik kesini lagi?” aku bertanya supaya dengan Tuan Jonah datang suasana lebih aman.

“Nanti siang Moi, kelihatannya Dragono juga bisa balik kesini.” jawabnya sambil menyendok makanan.

“Pak Dragono sudah bisa dinas lagi disini? Wah recovery nya cepat sekali.”Aku keheranan mendengar Dragono bisa balik ke Chimera, padahal dagunya patah dan barusan dioperasi.

“Iya, Dragono sekuat badak, dan Tuan Jonah takut disini kekurangan prajurit dan tidak ada yang mengatur mereka.” 

Aku terdiam, teringat kejadian semalam, aku dipecundangi oleh Alfa, sementara Dragono cedera karena Vicko, dan Codi menjadi cacat karena Rado.

Pulau Chimera ini benar-benar membuat aku merasa terteror.

“Hei, kok kamu masih pagi sudah melamun, Moi?”  

Mrs. Rose menegurku 

yang hanya memainkan sarapan pagiku 

tanpa menyantapnya.

“Oh, Mrs. Rose.  

Moi sungguh lelah. Tewasnya Degardo, 

lalu Dragono dan Codi terluka parah…

lalu siapa lagi berikutnya?”

“Aku sudah lebih banyak melihat darah dari kamu, Moi. 

Kita tidak memiliki wewenang atau sedikitpun kekuasaan untuk mengatur tempat ini.  

Lebih baik habiskan makananmu, jaga kondisi tubuh kita tetap sehat, dan..siapa tahu, kita bisa keluar dari tempat ini, secepatnya.”

Aku menatap Mrs. Rose dengan terkejut.Mrs. Rose yang anggun dan selalu tenang itu. Mrs. Rose yang selalu tertawa dan santai …

ternyata ia mungkin juga sudah muak dengan tempat ini dan rindu untuk pergi dari sini.

Aku mendekatkan wajahku ke wajah Mrs. Rose dan bertanya dengan perlahan-lahan, “Tumben Mrs. Rose ingin keluar dari sini?Bukankah nanti Dragono sudah datang?Apakah Mrs. Rose apakah pernah diancam oleh Tuan Jonah?Atau muak akan adanya pertarungan maut lagi?”

Mrs. Rose melirikku, “Perasaan ku campur-campur Moi, kadang kesepian juga melanda diriku, tapi sebenarnya yang membebani memang pertarungan maut itu, yah mau bagaimana lagi?

Konsekuensi bekerja di tempat paling rahasia di negara ini, ya seperti inilah.”

Konsekuensi bekerja di tempat paling rahasia di negara ini?Seperti inilah?

Aku merasa menjadi orang terbodoh sedunia saat mencoba mencerna kalimat dari Mrs. Rose.

Drrdtt …

Tiba-tiba terdengar suara helikopter diatas kami.

“Tuan Jonah sudah datang Moi, kelihatannya dipercepat kedatangannya, ayo habiskan sarapanmu.” kata Mrs. Rose.

Saat ini kedatangan Tuan Jonah justru melegakan bagi diriku, karena keamanan pulau menjadi lebih terarah dan seorang Tuan Jonah, aku yakin sanggup meredakan gejolak di pulau Chimera ini.

Aku dan Mrs. Rose segera menyongsong keluar melihat siapa saja yang datang selain Tuan Jonah.

Kami berdua berdiri di depan pintu masuk dekat pos penjagaan utama.

Helikopter militer berwarna hijau nampak mulai mendarat dengan perlahan.

“Mrs. Rose dan Miss Moira mohon agak minggir, ke arah luar ya, karena Tuan Jonah membawa petarung yang kita tidak tahu emosinya seperti apa.” prajurit Rupert memberikan perintah kepada kami untuk menjaga jarak.

Dari jauh terlihat helikopter yang sudah mendarat dan menurunkan penumpang-penumpangnya, dan dari pihak pulau Chimera prajurit Doni beserta banyak prajurit nampak bersiaga atas kedatangan mereka, di area pendaratan helikopter.

Sesaat kemudian helikopter terbang lagi meninggalkan area landasan.

Sekitar beberapa menit kemudian rombongan berjalan menuju kami, wajah mereka mulai nampak jelas.

Di depan rombongan ada dua orang yang dikawal ketat oleh 6 prajurit, masing-masing 3 prajurit, dua orang yang terikat tersebut kepalanya ditutup kain hitam.

Di belakangnya terdapat Tuan Jonah dan raksaksa gundul Dragono berjalan berdampingan.

Dragono telah kembali!

Tubuhnya yang tinggi besar nampak menyolok ditengah rombongan.

Saat aku mengamati rahang Dragono nampak suatu yang berkilauan, oh ternyata ada logam yang menempel mengikuti bentuk rahangnya, nampak mirip manusia setengah robot penampilannya sekarang.

Sementara paling belakang terdapat tiga prajurit yang membawa barang-barang bawaan dari helikopter.

Dua orang yang ditutupi kain hitam tadi dibawa masuk langsung oleh para prajurit ke dalam gedung Chimera.

Saat itu Mrs. Rose terlihat memandang lurus ke arah Dragono, satu tangan Mrs. Rose mematung sambil memegang dagunya dan satu tangannya lagi bersedekap di dadanya, kulihat tatapan mata Mrs. Rose bersinar-sinar.

Nampak Dragono tersenyum kepada Mrs. Rose.

Mrs. Rose berjalan mendekati Dragono. 

Dragono meraih pinggang ramping Mrs. Rose, mengangkat badannya dengan mudah dan mengecup keningnya, 

“Aku sudah kembali,” katanya.

Mrs. Rose tersenyum dan bersuara lembut matanya saling menatap lekat dengan Dragono, “Selamat datang. Emm, penampilanmu jadi tambah gagah nih.”

Dragono menunjuk pembebat rahangnya. 

“Haha, ini penahan dagu, Rose.Bahannya dari stainless.Kalau daguku sudah menyatu kuat, sekitar setahun alat ini bisa di lepas.”

“Semoga dagumu segera pulih, Dragono,” ucap Mrs. Rose.

Aku melihat segala keakraban mereka.Kalau Mrs. Rose ada di pihak kami, maka Dragono bisa kami tarik menjadi sekutu kami.Tapi, masalahnya, siapa saja Alfa dan teman-temannya yang harus kami hadapi?

Dragono dan Mrs. Rose berjalan berdampingan, tangan kanan Dragono memegang pinggang Mrs. Rose, mereka nampak sangat intim.Aku berjalan canggung di belakang mereka.

“Kami membawa dua penjahat biadab, satu bernama Travis.Ia ahli pisau. Nantinya Travis yang akan menghadapi Vicko. Travis itu kepala gang liar yang sering terlibat alam transaksi narkoba. Beberapa aparat telah tewas dalam upaya menangkap dia. Bisa jadi akan jadi ajang pembantaian Vicko. Vicko bisa tercincang kena sabetan pisaunya. 

Ini sebagai pembalasan atas  apa yang sudah Vicko lakukan kepadaku,” Dragono memegang pembebat dagu stainlessnya.  

“Aku pegang Travis untuk membantai Vicko,” Dragono menggeram.

“Satu lagi bernama Kenrock, tangan kanan kepala kurir narkoba ibukota, seminggu yang lalu merupakan nasib buruknya, tertangkap oleh tim kita. Sudah puluhan tahun dia sangat licin tidak tertangkap bahkan polisi kita banyak yang tewas di tangan anak buahnya.”

“Semoga tidak ada pertarungan lagi disini, andaikan bisa, aku ingin sekali agar tempat ini tidak menumpahkan darah siapapun lagi,” ucap Mrs. Rose.

“Hmm, pada dasarnya aku setuju denganmu Rose, tapi khusus untuk Vicko, aku sangat ingin dia sekarat dan mampus di arena.Jangan lolos dan punya kewarganegaraan baru, seperti yang dijanjikan Tuan Jonah.”

Karena jengah dengan percakapan mereka aku berbelok balik ke kamarku.

*****

Sekitar satu jam aku berada di kamar sambil mempelajari fenomena metafisika dari file top secret Chimera yang sudah aku simpan di laptopku, terdengar ketukan.

Tok … Tok … Tok …

“Moi, kau di cari Tuan Jonah.” suara Mrs. Rose dari luar.

“Ada apa Mrs. Rose?Tumben Tuan Jonah buru-buru ingin bertemu dengan Moi.” kataku sambil membuka pintu.

“Ayo ikut ke ruang penjagaan utama, ada sedikit briefing dari Tuan Jonah tentang hal yang baru.” jawab Mrs. Rose.

Setelah aku mematikan laptopku, aku dan Mrs. Rose berjalan ke samping depan ke arah ruang penjagaan utama, dimana biasanya Jeff ada disana.

Dalam ruangan itu Tuan Jonah, Jeff dan Dragono berada.

Aku memasuki ruangan dengan jengah saat tiga pasang mata melihatku.

“Bocah, di ruang belakang barusan dipasang mik, letaknya di atas, ada beberapa mik terpasang jadi semua pembicaraan dari semua sel bisa terdengar, beserta gambar dari CCTV.

Ini perintah dari pusat bahwa kau harus mengamati fenomena hari-hari sebelum tahanan mati.”

“Maksud Tuan Jonah? 

Moi belum menangkap maksudnya.” tanyaku grogi.

“Kau diperintahkan untuk mengamati perilaku masing-masing tahanan nantinya Moi, besok siang kan mereka bertarung, nah siapapun yang kalah kau bisa pelajari tingkah lakunya.” jelas Mrs. Rose yang membuatku semakin bingung karena ketakutan.

Aku terdiam, antara kengerian, kebingungan, 

juga ketakutan melandaku berbarengan.

Mungkin belum pernah ada penelitian perilaku manusia yang bakal meninggal esoknya karena dipertarungkan selain tugas gila seperti ini yang dibebankan kepadaku.

“Lalu Moi disuruh apa?” tanyaku masih bercampur keraguan dan kebingungan.

“Begini bocah, militer butuh pengamatan perilaku orang yang besoknya tewas, memang ada rekamannya di CCTV nantinya, kau pelajari, seperti firasat apa, 

tingkah laku apa yang terjadi sebelum besoknya tewas.

Begitu saja kok bingung.”Dragono ikut menerangkan.

“Bagi militer untuk apa gunanya pak?” aku bertanya lagi karena benar-benar keheranan mengapa ada tugas yang mengerikan seperti ini.

“Hoi bocah magang, 

gunanya banyak untuk militer, contohnya begini, bisa jadi kekalahan pasukan bila ada firasat buruk atau orang yang sudah tidak percaya diri lagi kepada apa yang dihadapi besok waktu perang.

Tanpa buang waktu lagi, orang yang sudah ada firasat kematian jangan maju perang atau disuruh tinggal di rumah, bocah.” ujar Dragono tidak sabar.

“Uuh kebanyakan omong, rahangku jadi sakit, kau lanjutkan saja Jeff.” lanjutnya sambil memegang stainless penopang dagunya.

“Kalau kau bingung bisa minta bantuanku Moi, ini dikenal dengan death instinct nya Freud.Kita pahami sesudah besok keluar pemenangnya. Nanti bisa kita lihat lewat  laptopmu Moi, biar Jeff memberikan password WiFi-nya kepadamu.” 

Aku baru sedikit sadar yang diminta oleh pimpinan tuan Jonah ialah mengamati orang yang bakalan tewas besok, dengan melihat perilakunya hari ini.

“Kode WiFinya Little_bill supaya gampang mengingatnya, dan tidak kuganti sampai lusa pagi, karena kehormatan bagimu dan ini menyangkut tugasmu oke?” ujar Jeff seolah meledek aku.

Aku sudah tidak sanggup berkata-kata lagi, walau julukan adikku dijadikan password WiFi oleh Jeff, tugas menjijikkan sudah harus kuterima, mengingat ini adalah suatu kesempatan, masih ada keamanan di pulau Chimera sampai tamu-tamu pulang besok. Entah sampai kapan pulau ini bertahan aman.

“Aah daripada bengong, praktek langsung saja, ini demo videonya boss,” kata Jeff mengarah padaku sambil menunjuk ke layar lcd sementara satu tangannya memutar tombol.

“Suara sudah on sekarang.”

Aku melihat di layar tampilan sel-sel dibelakang dan terdengar suara-suara,

“Itu Kenrock yang tinggi besar memakai kaos putih, rambutnya kuncung.

Lalu yang berwajah tirus rambut gondrong, bermata sipit berkaos merah namanya Travis.” jelas Jeff sambil zoom satu-persatu penghuni baru.

Jeff kembali memutar tombol yang ada di samping kirinya, dari suara yang lirih berubah menjadi keras, rupanya para penghuni baru berteriak-teriak.

“Hooi, Jonah!  Lepaskan aku segera, sebelum teman-temanku datang dan menghancurkan tempat ini rata dengan tanah,” terdengar si kaos putih, Kenrock berteriak sambil memukul-mukul teralisnya dengan telapak tangan.

Sel Kenrock terletak sebelah persis sel Henry, lalu sebelah sel Kenrock dihuni Travis.Tuan Jonah dan Dragono yang memperhatikan layar tidak bergeming, bahkan seulas senyum ada di bibir mereka, seolah geli mendengar teriakan putus asa Kenrock.Duo bengis yang kompak.

”Hei, Jonah, jangan tuli kau! Jawab aku! Lepaskan aku dari sini, kau tidak berhak memperlakukan aku seperti ini! Ini ilegal!” seru Kenrock meneruskan protesnya.

“Hoi penjaga, berikan hak-hakku sebagai warganegara.Aku ingin kontak pengacaraku, akan kutuntut kalian semua.” serunya sambil menunjuk-nunjuk dua prajurit yang berjaga didepannya.

“Ilegal katanya, hahahaha memang narkotika yang dijualnya legal?Hahaha.”Jeff tertawa terbahak-bahak.

Saat aku melihat gaya arogan Kenrock dan perawakannya yang tinggi besar, aku merasa bersimpati kepada Leman yang besok harus berduel dengan Kenrock.

Dua pria yang tidak saling kenal ini bakalan mempertaruhkan nyawa satu-satunya demi ambisi Tuan Jonah meraup banyak uang.

“Penjaga, kau pikir aku ini sejenis anjing apa? Kau kerangkeng aku disini, penjaga keluarkan aku, aku bayar berapapun kau minta! Kalian ikut aku saja di ibukota, aku jamin keluarga kalian.”Kenrock kembali berteriak-teriak.

“Tuan Jonah apakah tidak sebaiknya mereka dikembalikan ke ibukota, di proses secara hukum yang berlaku, daripada marah-marah disini?” Aku memberanikan bertanya kepada Tuan Jonah karena sudah tidak tahan lagi dengan protes dari Kenrock.

“Memangnya selama ini kau pikir dirimu siapa?” tukas Tuan Jonah.

“Kau pikir mereka ini orang baik? Kau keliru bocah! Mereka semuanya penjahat negara.Sudah sepatutnya mereka di habisi dan di lenyapkan dari negara ini.

Mereka meracuni masyarakat dengan narkotik.

Belum lagi aparat negara yang tewas dan cacat saat akan menangkap anak buahnya. Apa kau pikirkan aparat serta keluarga dari aparat itu bocah? Kalau Kenrock dan Travis disidangkan, hukumannya bisa meringankan bahkan bebas karena mereka bermain rapi, didukung pengacara dan perangkat hukum yang sudah dibelinya.Masyarakat dan negara akan berterima kasih kepadaku, karena aku sudah membuat penjahat di negara ini berkurang.”

“Sikap Anda serta perlakuan para prajurit yang membuat mereka menjadi liar, pemarah, pendendam serta agresif,” ujarku.

“Lalu mereka harus diapakan bocah?Diterapi , 

di hipnoterapi? 

Masuk rumah rehabilitasi?Diceritakan dongeng fabel, dibelai-belai, dipeluk-peluk mesra, dikalungi syal orange seperti kelinci?” Ujar Tuan Jonah sambil tetap melihat layar lcd. Ucapannya menyindir semua yang kukerjakan di pulau ini.

“Sebaiknya kau lakukan saja yang diperintahkan pusat kepadamu, boss. Bagus lho bisa mengamati perilaku manusia sebelum kematiannya, probabilitasnya kan 1:1, dipertarungkan satu menang, satu mati. 

Enak kan tinggal mengamati perilaku yang bakalan mati lewat rekaman CCTV. Bahkan junjunganmu si Fraud tidak bisa mendapat kesempatan sebaik ini, siapa tahu kajianmu tentang death instinct terbaik sedunia.”Jeff menimpali sambil mengolok aku, memanggilku boss, dan dengan sengaja menyebut bapak psikologi Freud dengan Fraud.

“Kau keterlaluan Jeff! Kepandaianmu tak melebihi diriku! Kita punya kemampuan masing-masing! Hargai keilmuan lain, jangan seenak jidatmu sendiri!” Akhirnya kemarahanku meledak kepada Jeff.

“Lho kan benar, boss.Yang penting kau mengerjakan tugasmu, jangan menyebar ke orang yang tidak kompeten, aku mengerjakan tugasku.Jangan dibikin panjang urusannya.” jawab Jeff santai seolah tidak ada masalah apapun tentang ucapannya.

“Apa maksudmu menyebar ke orang yang tidak kompeten? Apa bocah ini membocorkan rahasia disini kepada orang luar?” tanya Dragono sambil berpaling kepada Jeff.

GLOSSARY :

Lucid dream atau mimpi sadar adalah sebuah mimpi ketika seseorang sadar bahwa ia sedang bermimpi. Istilah ini dicetuskan oleh psikiater dan penulis berkebangsaan Belanda, Frederik Willem van Eeden (1860–1932).Ketika mimpi sadar, si pemimpi mampu berpartisipasi secara aktif dan mengubah pengalaman imajinasi dalam dunia mimpinya.Mimpi sadar dapat terlihat nyata dan jelas.

Sebuah mimpi sadar dapat muncul melalui dua cara. Mimpi sadar akibat mimpi (dream-initiated lucid dream; DILD) berawal sebagai mimpi biasa, dan si pemimpi langsung menyimpulkan bahwa ia sedang bermimpi, sementara mimpi sadar akibat terjaga (wake-initiated lucid dream; WILD) terjadi ketika si pemimpi pindah dari keadaan terjaga biasa ke keadaan bermimpi tanpa mengalami ketidaksadaran.

Mimpi sadar telah diteliti secara ilmiah dan keberadaannya sudah diakui.

Fenomena seseorang bisa bangun tidur pagi sesuai jam yang diharapkan, walaupun tanpa bantuan jam alarm atau orang lain yang membangunkannya adalah salah satu contoh kesadaran pikiran seseorang dalam mengelola tidur serta mimpinya.

Chapter 22 Alfa yang Dahsyat

Penglihatan dan pendengaran tentang Emba, Brendy, Tuan Jonah serta Jendral Manton terhenti.

Aku kebingungan, mengapa penglihatan dan pendengaran tentang hal itu bisa terpampang ke diriku?

Apakah sejenis anchor atau jangkar pikiran yang tertambat saat video calling dengan Tuan Jonah tadi, 

lalu membuatku bisa terbuka melihat kejadian sesudahnya?

Aku berpikir kemampuanku ini mirip dengan Angel Curly yang bisa melihat masa lalu, dan juga mirip dengan Ariesty yang bisa melihat masa depan, perbedaannya ialah aku bisa melihat kejadian saat ini, saat kejadian sedang berlangsung. 

Kemampuanku melihat peristiwa, ada di tengah-tengah mereka.

Aku berpikir hal menyedihkan tentang keluarga Risty yang penuh skandal.

Ibu Risty yaitu Letjend. Emba terlibat cinta segitiga, 

dan Letjend. Emba yang sebenarnya di balik layar dari adanya Chimera Project. 

Jendral Manton yang hanya seperti pion yang digerakkan oleh Emba.

Apakah Letjend Emba ini yang dimaksud Queen oleh Rado ?

Risty yang malang, di saat kesakitannya dia tidak mengetahui masa lalu orang tuanya, beruntung dia tidak punya kemampuan Angel yang bisa balik ke masa lalu, tentulah lebih menderita sakit batinnya.

Aku bersyukur dengan adanya tambahan informasi dari penglihatanku membuat aku tidak salah dalam melangkah.

Aku mulai browsing dengan Android ku, mengecek apakah expedisi sudah mengantarkan barang sampai ke rumah mamaku, oh syukurlah tadi pagi sudah sampai, berarti ajudan Tuan Jonah bisa mengambil semua barangku tanpa ada yang terlewatkan.

Tok..tok..tok..

“Moi ayo kita makan malam.” Suara Mrs. Rose sambil mengetuk pintu kamarku.

“Iya Mrs. Rose,” kataku sambil membuka pintu kamar.

Tak terasa sudah jam 19.00 malam aku dan Mrs. Rose berjalan menuju ruang makan.

“Bagaimana kondisi Codi, Mrs. Rose?” tanyaku harap-harap cemas.

“Yang penting kondisinya masih bertahan hidup, dia dirawat di ruang ICU, kondisinya kritis sekali, semoga bisa melewati masa kritisnya, namun bila hidup dia terpaksa kehilangan dua kakinya.Kedua kakinya terutama bawah lutut kelihatannya sangat parah.”

Aku tercekat, walau aku tidak menyukai tingkah Codi yang pongah, sering menghajar Rado dengan tendangan taekwondo nya, namun balasan cacat seumur hidup atau meninggal dunia juga sangat mengerikan. 

Saling balas-membalas sungguh tidak terpuji, dendam berakhir dengan tragis, dan hasilnya mengerikan seperti ini.

Malam itu aku lewatkan dengan beristirahat, 

aku tidak mencoba menghubungi Mama, William atau Adrian karena si Jeff pasti memantauku, 

badanku capek dan pikiranku berat karena banyaknya masalah hari ini.

Esok harinya aku dan Mrs. Rose berjalan ke ruang makan untuk sarapan pagi.

Nampak ruang makan sudah ada beberapa prajurit, mereka melirik kedatangan kami berdua.

Aduh, gara-gara aku si Codi sampai kondisi hidup atau mati.

“Rencana hari ini mengunjungi siapa Moi,” tanya Mrs. Rose mengagetkanku.

“Ah, yang ringan-ringan saja Mrs. Rose mungkin Henry, Risty, Ron atau Angel.Moi butuh banyak istirahat untuk melepaskan diri dari stress.Tidak berani yang kasus berat, nanti Tuan Jonah marah-marah lagi.” sahutku sambil menerima jatah makanku dari prajurit yang bertugas mengelola dapur.

“Ya sebaiknya menunggu Tuan Jonah datang saja bila mau mengunjungi Vicko, Leman, Rado, tanggungjawabmu besar bila ada keributan lagi.” jawab Mrs. Rose sambil memegang cangkir minumnya.

“Miss Moi, nanti sesudah sarapan diminta oleh Risty untuk datang ke kamarnya, ya.” sebuah suara terdengar di sampingku.

Aku menoleh, ternyata suster Reina, dia lewat sambil membawa nampan makannya.

“Oh ya suster, habis ini Moi mau kesana.” jawabku senang karena kegiatanku hari ini belum terjadwal.

“Bagaimana kondisi Risty suster?”Mrs. Rose bertanya saat suster Reina duduk di sebelahku.

“Cenderung menurun, karena pembesaran kepalanya semakin menekan tempurung kepalanya, semoga pihak rumah sakit di luar sudah siap melakukan operasi.” kata suster Reina sambil menata piringnya.

Setelah sarapan aku dan Mrs. Rose segera ke kamar Risty.

Apakah Risty mempunyai sesuatu penglihatan yang ingin disampaikan kepadaku?

Aku melangkah memasuki kamar Risty. 

Bau obat-obatan menyergap hidungku.

Gadis itu sedang tiduran di tempat tidurnya.Sepasang matanya menyipit nampak menahan sakit tetapi dia berusaha tetap untuk bersemangat. 

“Selamat pagi, Moi.Aku senang kalian mau datang.”

Aku mendekati ranjang Risty.Menatap gadis yang dulunya cantik menawan dan kini begitu kurus, rapuh serta kepalanya membesar itu membuat hatiku pilu.

“Ya, Risty, tentu aku datang.Aku juga senang Risty ingin bertemu denganku,” sahutku sambil menggenggam tangannya yang kurus kering.

“Aku punya hadiah untukmu, Moi.”

Suster Reina memberikan sesuatu pada Risty. 

Risty menerimanya lalu meneruskannya dan buku dan mengulurkannya kepadaku, oh sebuah buku.

“Bukuku sudah jadi.Sesuai janjiku, aku menyerahkan fresh from the oven, pertama kalinya adalah untukmu.”

Aku merasa tersanjung dan tersenyum.“Wah, terima kasih, Risty.Aku senang bukumu sudah jadi.Cukup cepat juga jadinya. Keren, Risty.” 

“Aku harus mengejar waktuku, walau aku mengetahui waktu adalah sesuatu yang berjalan dalam keabadian, tetapi aku harus berjalan lebih cepat untuk menggapainya. Kemungkinan besar kemampuanku melihat masa depan hilang sesudah operasi. 

Silakan dinikmati, Moi.  Ini bukan cetakan penerbit kok, cuma print computer saja. Tetapi  aku senang aku berhasil menyelesaikannya sebelum aku menjalani operasi kepalaku. Sebelum aku pada ujung takdirku.”

Aku sungguh kagum padanya.Tekadnya, semangat hidupnya begitu tinggi.Di dalam hatiku aku berharap semoga gadis di depanku ini mampu melewati operasi sulitnya nanti. 

“Pasti, Risty,  aku akan  membacanya nanti. Aku sangat tersanjung hasil karyamu yang hebat, kau berikan pertama kali untukku, aku sangat terhormat kamu berikan pertama kali untukku menerimanya.”Aku menimang buku Risty, sambil berpikir, insan sebaik Risty mengapa keluarganya penuh intrik, dan banyak masalah yang sulit diselesaikan.

Buku itu tidak begitu tebal.

Aku jadi teringat bahwa gadis yang sudah didera sakit ini, sebenarnya masih ada hal berat yang mengiringinya yaitu masalah keluarganya, aku tidak mungkin menceritakan apa yang kulihat dalam penglihatan kemarin, sungguh berat beban mentalnya.

“Moi, kamu boleh kembali ke kamarmu, kalau kamu masih ada pekerjaan lain,” ujar Risty mengusirku halus.

Aku tersenyum, “Tidak Risty.Pagi ini aku senggang kok.Ah iya, Risty bolehkah aku bertanya sesuatu?”

Risty memejamkan matanya.Keningnya yang besar dan menonjol berkedut-kedut. Apakah Ia sedang manahan sakit kepalanya? Namun ekspresi wajahnya begitu tenang, bahkan bibirnya seperti menyunggingkan seulas senyum.Senyum itu…senyum kebahagiaan.  Aku merinding, hal apakah yang ada di pikiran Risty sehingga ia bisa berekspresi seperti itu?

“Hmm….silakan, Moi.Bertanyalah.Kalau aku bisa menjawabnya, pasti aku jawab.”

Aku memegang tangan kanan kurusnya, “Risty, aku ingin bertanya, hal apakah sesungguhnya yang terjadi dan  menimpa penghuni CP ini?  Dan mungkin menimpa kita berdua juga,” tanyaku setengah berbisik padanya.

Risty membuka matanya, sepasang mata itu berkilat-kilat menatapku.  

Ia membuka mulutnya namun batal mengeluarkan kata-kata. Keningnya yang penuh dengan urat kebiru-biruan terlihat berkedut-kedut, sepertinya ia sedang memikirkan kalimat  terbaik untuk menjawab pertanyaanku.

“Secara jujur, aku ingin berkata, aku tahu sesuatu yang akan terjadi di sini, Moira.Namun karena terhalang kondisiku, aku tak bisa mengatakannya padamu, baik secara nyata maupun dalam bentuk simbol.Seperti kau tahu waktu bisa mengambil yang terbaik dari diriku.Bisa jadi itu momentum emas yang direnggutnya.

Waktu bergerak di keabadian dan dia absolut. Walau masa depan masih terdapat banyak probabilitas, tetapi aku tidak mau tawar-menawar yang merugikan, atau mengambil kesempatan yang salah. 

Bisa fatal.

Sedikit aku boleh berpesan kepadamu, pegang lah yang terbaik, saat kau harus memilih, janganlah tidak memilih, atau berdiam diri tetap bergerak mengikuti hati nuranimu yang murni . Masa depan adalah suatu misteri keabadian, dan kau bagian dari masa depan, ditanganmulah masa depan dunia dipertaruhkan.

Aku tak boleh mendahuluinya tentang mikro kosmos mu, 

walaupun makro kosmos tergantung kepadamu, semuanya pilihanmu. Lagipula kamu lihat, kondisi tubuhku menurus drastis.  Kelihatannya dalam waktu dekat ini aku harus pergi.Aku hanya perlu menunggu momentumnya.”

Suster Reina menyambung,  “Iya, Moi. Kondisi Risty hari ini agak baik, tapi semalam dia kesakitan dan demam tinggi.Keputusan untuk membawa dia keluar negeri untuk operasi harus segera dilakukan dalam minggu ini.  Tak boleh ditunda lagi.”

“Cukup untuk hari ini ya Risty, aku harus balik ke kamarku untuk membuat laporan.” aku berpamitan dengan Risty karena takut dia tiba-tiba kolaps seperti tempo hari.

Risty mengangguk dan melambaikan tangannya.

Sesaat kemudian aku dan Mrs. Rose berjalan ke ruang depan, arah kamar kami. 

“Lihat bukunya Moi,” kata Mrs. Rose sambil menunjuk buku yang kupegang. 

Aku memberikan buku itu padanya.

Sampul depannya bergambar aneh, ada gambar robot yang sedang memegang kepala manusia, dengan judul yang besar “Future Paranoid” by : Ariesty Manton

Mrs. Rose menerima buku itu.Wanita cantik itu segera membuka halaman pertamanya. 

“Dari gambarnya, seolah Risty ingin berpamitan kepada kita, Moi.”

“Oh ya?Begitukah?Aku belum sempat melihatnya.Tapi melihat kondisi Risty pagi ini, gadis itu nampak sehat, bisa lama berbincangnya. 

Dia juga mengatakan dalam waktu dekat ini harus segera operasi, tak bisa ditunda-tunda lagi.”

Mrs. Rose mendesah, “Sangat disayangkan, Risty dengan segala kecerdasan dan kemampuannya itu harus mengalami hal seperti ini ya.”Mrs. Rose memberikan buku Risty kembali kepadaku.

“Iya, Mrs. Rose.” Kami berdua melangkah beriringan dalam diam. 

Aku berpikir bila paketku tiba, ada saputangan papa disitu, aku ingin bertanya kepada Risty keadaan papaku di masa depan, apakah masih hidup atau sudah tidak berbentuk lagi ?Aku berharap Risty belum berangkat operasi, saat aku bisa menanyakan.Dan aku juga bisa bertanya kepada Angel, dan semoga kejiwaannya tidak terganggu saat nanti aku bertanya.

Pikiranku jadi mengembara tak menentu. 

“Sekarang, Moi mau santai sejenak Mrs. Rose, sebelum  makan siang. Hari ini Moi mau banyak istirahat, masih shock kepikiran Codi.Bahkan bau daging terbakar sampai sekarang seolah masih tercium oleh hidungku.” ujarku.

Mrs. Rose mengangguk.”Ya sekitar pagi ini dia diamputasi kakinya.Codi yang malang, seorang ahli tendangan taekwondo sekarang menjadi orang cacat seumur hidupnya.”

“Moi, kalau kau ada sesuatu yang harus kau sampaikan kepada kami, sampaikanlah, terutama berkenaan dengan Vicko, kau sebagai sarjana psikologi jalankan duty to warn, karena prajurit menjadi semakin sedikit disini. Jangan sampai tiba-tiba terjadi hal berbahaya yang direncanakan Vicko padahal sudah kau ketahui, tidak kau sampaikan kepada kami.” kata-kata Mrs. Rose mengagetkanku, mengapa dia tiba-tiba mencurigaiku?

“Mrs. Rose  waktu aku bersama dengan Vicko, semua yang kugali tentang dia kulaporkan di laporanku nanti.

Sampai saat ini tidak ada hal yang perlu kulaporkan berkenaan dengan hal yang membahayakan.”

Aku jadi teringat pada kajian psikologi pada waktu kuliah, kasus mahasiswi Tatiana Tarasoff pada tahun 1960-an yang ditikam mati oleh mantan pacarnya, padahal psikolog mantan pacar sudah mengetahui indikasi pelaku yang berencana melukai Tarasoff.

Itu sebabnya duty to warn, memperbolehkan membuka hal yang bersifat rahasia bila klien mempunyai poqqqqtensi melukai insan lain.

Mrs. Rose saat ini berusaha mengorek keterangan ku, kemungkinan tentang potensi Vicko dalam merencanakan sesuatu pembunuhan?

“Lagipula Mrs. Rose, Vicko marah dengan Moi, menyuruh Moi pergi dari sini, karena tempat ini tidak baik untuk gadis seperti Moi. Bukannya Vicko merencanakan mau membunuh seseorang disini.” imbuhku menerangkan, walaupun aku menutupi tentang Vicko yang berkeinginan memilikinya flashdiskku.

“Oiya omong-omong, dua hari lagi Curly ultah,  Moi.”  Mrs. Rose seolah mengalihkan pembicaraan.

“Ya, Mrs. Rose, aku ingat kok, bahkan aku sudah memesan hadiah untuknya. 

Besok semestinya dibawa Tuan Jonah dari ibukota.”

“Hadiah apa yang kamu siapkan, Moi,” tanya Mrs. Rose tertarik.

“Angel itu haus kasih sayang, Mrs. Rose.Dia butuh perhatian khusus dan sentuhan kemanusiaan khusus.

Aku belikan baju yang menurutku bagus untuknya.”

“Pesan online ya, Moi?”

“Hahaha…ya. Sekarang jaman  digital, semuanya bisa dilakukan lewat ponsel.   Aku minta alamat pengirimannya ke rumah mamaku. Aduh, aku jadi kangen mamaku dan masakannya, sayang sekali  di online shop tidak ada.”

Mrs. Rose tertawa, wajahnya yang cantik dan dewasa serta kepandaiannya membuat kharisma tersendiri.

“Duuh, Mrs. Rose secantik ini kok tidak ingin segera menikah.” godaku.

“Hayoo usil ini, nanti kamu menyusul ya sama si ganteng.” godanya balik.

Sesaat ketawanya terlepas, lalu menatapku dengan wajah tetap riang, “Moi, sebenarnya kalau aku boleh sendiri, tidak perlu bagiku untuk menikah lagi.

Bagiku itu suatu hal yang nothing to loose, aku dapat berbuat apapun sesuai tujuanku, tak perlu ada yang mengekang ku.

Hidupku saat ini sudah bebas tanpa ikatan, karena menikah adalah komitmen dan keterikatan, kadang bukannya kebahagiaan yang datang tapi kesakitan.

Dan yang asyik tidurku setiap malam nyenyak tidak ada yang menggangguku, atau sesosok tubuh berbaring di sebelahku. Haha..” 

“Dan tidak ada suara gergaji di sampingmu di tengah malam, Mrs. Rose” timpal ku.

Ah, seandainya aku bisa lepas dari pulau ini saja betapa bahagianya diriku.

Aku belum mau memikirkan hal-hal yang muluk, selain ingin cepat pergi dari tempat seram ini, apalagi menjelang perkelahian yang berujung maut yang akan digelar Tuan Jonah dalam seminggu ini.

Sebelum makan siang itu aku beristirahat menyiapkan fisik dan mentalku untuk mencoba mendengarkan percakapan telepati nanti malam.

Aku hanya berbaring dengan santai di ranjangku selama satu jam, sebelum kubuka kembali laptopku dan mencolokkan flashdisk ‘top secret’ Chimera untuk memahami isinya yang cukup rumit dan menantangku.

Mengingat ancaman Vicko kepadaku bahwa dia mengincar flashdisk ini maka aku bersiasat memindahkan isi flashdisk ini ke laptopku.Nantinya, dengan tetap berkalung flashdisk kosong ini aku bisa bebas bergerak kemanapun, tanpa takut kehilangan flashdisk ini.

Menjelang petang terdengar suara Henry melalui telepati, “Moi, hooi Moi.” 

“Eh, Henry ya ada apa?” tanyaku sambil mematikan laptopku.

“Aku baik Henry, sedang mempelajari isi flash disk, bagaimana kondisimu hari ini?”

“Aku baik Moi, sudah tidak minum obat lagi, karena mengganggu konsentrasi ku, aku harus berani menghadapi Alfa dalam beberapa hari nanti, sekarang ini aku harus tenang dulu, sambil lebih menguatkan kemampuan otakku.” katanya.

“Memang isi flashdisk apa Moi ?Kok harus dipelajari.”

“Banyak hal yang Moi belum pernah tahu Henry, tapi pengembangan kemampuan otak bisa dipelajari dan ditingkatkan, ini suatu hal yang luar biasa.” aku menerangkan sambil was-was juga, karena berpikir siapa tahu pembicaraan telepati ini didengar oleh Alfa dan kawan-kawan.

“Henry, nanti malam akan kucoba mendengar lalu lintas telepati mereka, aku rasa aku sudah siap.”

“Intinya saat mendengarkan kau harus tetap waspada Moi, bila ketahuan segera tinggalkan percakapan mereka, jangan sampai Alfa menyerangmu.”Henry menasehatiku.

“Okay Henry, aku istirahat dulu sebelum nanti larut malam aku mencoba mendengarkan mereka.” 

Aku berpamitan supaya bisa fit kondisi tubuhku.

Sesudah makan malam aku beristirahat sambil menunggu larut malam.

Sekitar jam 22.00 aku mulai siaga.

Aku duduk bersila di lantai mulai mendengarkan dengan  penuh konsentrasi.

Aku menyatukan diriku dengan bumi, tempat aku bersila, untuk menyerap energinya.

Relax, atur nafas, fokus

menemukan keheningan.

Aku membuang suara-suara yang mengganggu, seperti suara deru ombak dan binatang malam, lalu mulai menyibak suara yang lebih lemah, sampai suara nafaskupun tidak terasa,

akhirnya aku menemukan KEHENINGAN!

Aku menikmati keheningan tersebut, ada di suatu tempat yang hampa, terasa tidak berada di pulau Chimera yang menyeramkan, entah berapa lama aku berada di keheningan itu, dan sudah saatnya aku mencari suara-suara.

Penjelajahan ku mencari suara membuahkan hasil,  dari jauh terdengar suara seperti orang berbisik, terdengar ada suara yang lain, aku memfokuskan pada percakapan mereka, perlahan suara orang yang bercakap-cakap tadi terdengar jelas. 

Terdengar suara,

“Alfa kepada Charlie, kamu jelas ya peranmu, semua sudah punya peran masing-masing.

Siapapun yang menghalangi kita harus dibunuh, tidak peduli siapapun dia.

Waktu kita maksimal 20 menit untuk pergi, sebelum helikopter militer datang sepuluh menit kemudian.” 

terdengar suara yang lain “Bagaimana bocah magang itu Alfa ?”

Kembali suara pertama terdengar “Biar Charlie yang menanganginya.Tidak peduli dia bocah magang, dia harus mati juga.”

Aku terkesiap dan secara tidak sengaja pikiran telepatiku terlontar ke tengah lalu lintas telepati “Haa apa-apaan ini”

Terdengar suara yang lain, “Sebentar teman-teman, ada penyusup lagi. Ini bukan si pesolek.Kali ini siapa kamu?”

Aku kembali melontarkan pikiranku, “Apa yang kalian mau lakukan?Hendak membunuh manusia kok bersekongkol.”

Sebuah suara terdengar, “Gayanya sok pahlawan dan idealis, Charlie”

“Ooh, ini kelihatannya si gadis magang itu, dia mencoba menengarkan kita Alfa.” timpal suara yang lain.

“Bravo, Charlie, Delta, Gamma, coba diam dulu, biar dia merasakan kekuatanku.” suara yang pertama berbicara, dialah Alfa.

“Siapa kalian?Mengapa punya hati begitu dengki.Bahkan kalian dengki atas kehidupan.” aku menyeruak ke tengah lalu lintas telepati mereka.

“Hahaa…kau cukup cerdas bocah.Si pesolek mengajarimu kemampuan ini, bisa meningkat seperti ini.Bahkan bisa menyusup di tengah percakapan kita.

He teach you well, but not enough. Sayang kemampuanmu masih jauh dibandingkanku.Hahaha” terdengar suara Alfa memenuhi pikiranku, terasa menggema di pikiranku.

Aku berontak, “Alfa, siapapun engkau, sadarlah tidak ada gunanya membunuh insan lain, mereka itu kehidupan.”

“Sayangnya aku bukan pecinta kehidupan gadis, umurku sudah jutaan tahun dan sudah saatnya aku muncul lagi untuk periode ini,  aku selalu merenggut kehidupan untuk menguatkan diriku. 

Itulah sumber energiku.

Hahaha..”

Sesaat, 

suatu kekuatan yang tidak nampak seolah mencengkram kepalaku, kegelapan mengalir dari ujung kepalaku menyelimuti pikiranku, badanku terasa membeku, kurasakan aku tidak mampu menggerakkan diriku.

Aku MEMBEKU! 

Tidak mampu keluar dari zona pikiran ini, terjebak dalam suatu cengkraman yang kuat.

Aku mencoba meronta, seperti orang yang mencoba bangun dari mimpi yang buruk, tetapi badanku seperti terikat erat.Seolah adqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqa yang menindih diriku, atau menjeratku dengan kuat.

Aku tidak tahu dan tidak pernah merasakan situasi seperti ini, pikiranku menjadi kacau, seolah jalan keluar yang kucoba untuk pergi tertutup tembok hitam semua.

Menggerakkan diri atau merontapun tidak bisa, cengkraman di kepalaku semakin kuat.

Tiba-tiba aku merasa tersentak kuat, dan TERHEMPAS!

“Haaakkkh” 

aku menjerit saat tubuhku terlontar di udara kemudian bergulingan dilantai.

Kekuatan itu menguasai diriku dan sanggup melontarkan badanku!

Pergelangan tangan dan lututku terasa kesakitan saat aku mencoba berdiri.

Aku berdiri dengan gemetaran, nafasku memburu dan bulir-bulir keringat muncul di tangan dan leherku.

Aku kebingungan, lalu lintas telepati terputus.

Gila, Alfa sanggup melontarkan diriku lewat kekuatan pikirannya.

Kemampuan telekinesisnya diatas Mrs. Rose.Kemungkinan Alfa menguasai otakku, lalu melemparkannya dengan koordinasi tubuhku sendiri, yang jelas aku tidak bisa menguasai tubuhku sendiri.

Aku bahkan bisa terjatuh dengan kerasnya, untung kepalaku tidak terkena lantai.

Tok … Tok…

Terdengar ketukan di pintu dan suara Mrs. Rose 

“Moi, ada apa kok teriak?”

GLOSSARY: 

Duty to warn disebut juga duty to protect/ tugas untuk melindungi adalah pengecualian lain bagi prinsip kerahasiaan yang melibatkan seorang psikolog bahwa klien yang percaya kepadanya berencana melukai orang lain.

Hukum ini berasal dari kasus terkenal yang terjadi di California pada tahun 1969.

Tatiana Tarasoff, seorang mahasiswi di university of California ditikam hingga mati di pintu rumahnya oleh mantan pacarnya Prosenjit Poddar.

Poddar sebelumnya telah menjadi klien di pusat konseling, walau psikolog yang menangani sudah menginformasikan hal ini kepada polisi.Namun pengadilan memutuskan bahwa psikolog tersebut seharusnya memberi tahu Tatiana bahwa Poddar mempunyai rencana untuk membunuhnya.

Prefrontal cortex terletak tepat di belakang dahi.Fungsi dari otak bagian ini adalah untuk berpikir, melakukan penilaian, merencanakan, memutuskan sesuatu (memecahkan masalah), mengontrol emosi dan tubuh, kecerdasan, konsentrasi, memahami diri sendiri (kesadaran diri), empati pada orang lain, kepribadian dan juga moral/ perilaku.

Chapter 21 Emba Kilara dan Jendral Manton

“Aku, aku menyerah.” kata Rado sambil tangan kirinya terangkat keatas sementara tangan kanannya yang terborgol dengan Codi tetap tergantung dekat lantai.

Prajurit menghujani Rado dengan pukulan tonfa dan menyuruhnya tiarap di lantai.

Satu tembakan bius dihujamkan ke punggungnya sebelum Rado benar-benar tidak berkutik.

Tak berapa lama para prajurit menyeret tubuh Rado keluar dari ruang pemeriksaan.        

Aku memungut syal Rado yang tergeletak di lantai.

Mrs. Rose dan dokter Stephan mendekat ke ruang pemeriksaan melihat Codi dan Doni yang masih tergeletak di sana.

Aku dan Mrs. Rose melihat kondisi Doni yang lemas terkulai dan mulai membuka matanya terdengar suaranya merintih-rintih.

“Hhhh sakit dadaku, si Rado memegang dada kiriku, lalu aku langsung shock, hahahaha…” kata Doni sambil memegang dadanya.

Mrs. Rose melihat jam tangan dan memegang pergelangan tangan Doni.

Sementara itu Dokter Stephan memeriksa keadaan Codi, bau bakaran mirip barbekyu memenuhi ruangan pemeriksaan.

Mrs. Rose mengalihkan perhatiannya ke Codi saat dokter Stephan melakukan CPR.

“Moi panggilkan suster Reina, ini kondisi darurat, nafas Codi terhenti.” seru dokter Stephan kepadaku.

Aku berlari ke depan memanggil suster Reina, 

aku tidak berani masuk lagi ke ruangan pemeriksaan, selain baunya tidak enak karena bau daging manusia terbakar, aku juga tidak tahan melihat perjuangan mendekati kematian Codi.

Aku mendekati Jeff yang sedang memeriksa panel mesin sidik jari yang terbakar akibat serangan elektrokinesis dari Rado.

“Wah sirkuit terpadunya terbakar, harus beli baru, tidak bisa diganti ic nya, aku harus titip pada Tuan Jonah.

Jeff langsung melakukan panggilan video kepada Tuan Jonah mengadukan hal yang terjadi di Chimera, prajurit Enricko mendekat.

“Moi, ini Tuan Jonah ingin bicara denganmu.” tiba-tiba Jeff mencolek pundakku.

Aku, Jeff dan Enricko melihat ke tablet Jeff, Jeff menggiring kami ke arah ruang gym supaya tidak terganggu lalu lalang prajurit dan proses upaya medis Codi oleh dokter Stephan.

“Bocah, begitu kacaunya Chimera saat kutinggal beberapa hari saja.” wajah Tuan Jonah nampak memerah di layar.

“Moi dan Mrs. Rose sudah keluar saat itu Tuan Jonah, pintu tertutup dan mesin scan sidik jari nya meledak, jadi pintu terkunci.” jawabku membela diri.

“Jeff coba putar rekaman CCTV dan suaranya.Aku ingin tahu siapa yang bikin suasana kacau seperti ini.Kita lihat saja.”Tuan Jonah memerintah dengan wajahnya yang cemberut.

Jeff menggeser-geser layar Apple dengan jarinya, sejenak kemudian tampil rekaman CCTV nya.

Nampak detik-detik aku dan Mrs. Rose keluar dari ruangan pemeriksaan.

“Boss Codi tahukah kau sesuatu yang tidak biasa?” terdengar suara Rado saat Codi membuka satu tali plastik di tangan kiri Rado dan menggantinya dengan borgol baja yang ditautkan ke tangan kanan Codi.

“Apa?” bentak Codi sambil melotot.

Doni mendekat ke Rado, secepat kilat tangan kanan Rado memegang dada kiri Doni, Doni terpental jauh ke tembok.

Codi bereaksi dengan mengangkat tongkat tonfa dengan tangan kirinya, tetapi Rado cukup dengan menyentakkan tangan kirinya, terlihat Codi terhentak dengan bola mata membelalak. 

Rado menyetrum dengan media borgol di tangan mereka.

Saat Codi terjengkang di lantai, Rado memegang kakinya untuk menyetrumnya lebih lanjut.

“Seperti yang anda lihat Tuan Jonah, Codi yang lengah dengan memasang borgol baja ke tangannya sendiri dan tangan Rado.Ini bukti nyata Moi tidak bersalah.” tukasku.

“Oke bocah, kau bebas saat ini, hanya kau tidak boleh bertemu dengan Leman, Vicko dan Rado sampai aku datang.Kita kekurangan prajurit sekarang.” suara Tuan Jonah seolah menggerutu.

“Tuan Jonah bagaimana kalau aku hajar sampai mati si Rado, sebelum kubuang ke laut?” tanya Enricko.

“Jangan Enricko, justru saat ini jaga dia baik-baik, dia asetku untuk pertarungan nanti.

Saat ini aku sudah dapat  dua petarung, beberapa hari lagi biar dia menjadi cadangan saat pertarungan, untuk bertemu dengan sang juara, pasti penonton puas akan 3 babak pertarungan ini.”

Aku bergidik ngeri, Tuan Jonah benar-benar ingin menghabiskan penghuni pulau ini dengan pertarungan hidup dan mati.

“Bagaimana kondisi Codi saat ini, Enricko ?” tanya tuan Jonah, prajurit Enricko segera menyelinap keluar untuk melihat kondisi Codi.

“Jeff waspadalah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan bocah ini, karena dia kerap berinteraksi dengan penghuni sel belakang, mereka memanfaatkan kelengahan prajurit saat dia meneliti mereka.”

“Tuan ada dimana sekarang? Bagaimana kondisi Dragono?” tanya Jeff.

“Aku ada di gedung Departemen Pertahanan, hendak bertemu dengan Jendral Manton.

Dragono sudah menjalani operasi, dagunya di pasang plat stainless.

Dia orang yang kuat, pemulihannya cepat.Bila urusanku selesai, aku cepat kembali, mungkin besok atau dua hari lagi.” jawab Tuan Jonah.

Enricko datang dan melaporkan kondisi Codi, “Tuan Jonah, Codi berhasil diselamatkan, jantungnya sudah kembali berfungsi, tetapi keadaannya kritis, harus segera ditangani. 

Lutut ke bawah terbakar. 

Dia harus dibawa ke ibukota untuk perawatan lebih lanjut.  Mohon akomodasi helikopter bisa di bawa kesini, untuk evakuasi Codi.”

“Tidak semudah itu Ricko, pengiriman helikopter itu prosedural, perlu koordinasi dari pihak pertahanan, angkatan udara, otoritas penerbangan. 

Pakai speedboat saja, isi dengan bahan bakar yang ada di ruanganku, akses pintu aku buka.

Utus Rose dan suster Reina untuk mendampingi, Rupert yang mengemudikan, nanti aku koordinasikan ambulan untuk menjemput di dermaga.” perintah Tuan Jonah taktis.

Enricko bergegas pergi untuk  koordinasi perintah Tuan Jonah.

“Aku suruh ajudanku disini untuk mengambil barangmu bocah, kuharap sudah siap di rumahmu.Aku tidak mau menunggu-nunggu lagi, begitu tidak siap, kutinggal.”Tuan Jonah nampak kesal.

“Iya, Tuan Jonah mestinya sudah siap, kalau dari titipan Moi ke Mama pasti sudah semua.

Mama orangnya tertib dan disiplin kok, hanya ada satu barang yang lewat expedisi nanti Moi cek sudah sampai belum, tapi sekiranya belum, ya seadanya yang sudah disiapkan Mama.” kataku.

“Jeff boleh minta password WiFi nya ya, untuk cek apakah barang lewat kurir sudah sampai di rumah Mama?” pintaku pada Jeff.

“Boleh, password nya, Gepardi.” tukas Jeff sambil tetap melihat ke Apple nya.

“Apa?” tanyaku keheranan.

“GE-PAR-DI” jawab Jeff dengan mengeja, wajahnya tetap datar melihat ke Apple nya.

“Jeff… kau…ini…” aku tidak sanggup meneruskan kata-kataku, terasa mukaku panas, dan pikiranku bergejolak.

Nama Papa yang kuhormati, seorang prajurit yang hilang dalam misi negara, namanya dibuat password WiFi?Serasa ingin kuterjang wajah dan kugampar kacamatanya Jeff, urusan heboh pikir belakangan, namun kutahan mengingat situasinya panas di Chimera.

“Apa!Ada keberatan password-nya?Kau ini trouble maker disini, tak usah macam-macamlah.” balas Jeff seperti nada mengomel.

Aku menahan gejolak kemarahanku, sambil mengatur nafasku supaya tidak meledak agresifitasku.

“Apakah cukup denganku Tuan Jonah?” tanyaku sambil berharap Tuan Jonah tidak berlama-lama dengan Jeff beserta video calling seperti ini.

“Pergilah bocah, aku juga muak denganmu.” jawabnya seolah membaca pikiranku.

Aku melangkah pergi menuju kamarku, aku sudah tidak peduli terhadap apapun yang terjadi barusan. 

Kematian, marabahaya, pelecehan, kekerasan seolah sangat dekat dan menjadi hal yang biasa disini.

Aku berjalan melewati Pak Johno yang sedang menyapu lantai, 

“Permisi pak No.”

“Ya, permisi, ya.” sahut pak No menunduk sambil tetap menyapu.

Saat berada di kamarku dan mengunci pintunya, aku berpikir, satu-satunya teman yang aku percaya adalah Henry.

Dia sudah menyatakan cintanya kepadaku, walau aku tidak yakin apakah kami dapat berlanjut hubungannya, atau hanya cinta sesaat, karena kami saling membutuhkan kepercayaan.

Ah, buat apa berpikir rumit, lagipula aku belum seorang psikolog yang tidak boleh terajut hubungan personal dengan klien. Ini bukan conflict of interest, tetapi tentang persahabatan dan benih cinta yang muncul dari persamaan nasib.

Kunikmati arti cinta di tempat yang keras dan gersang akan cinta ini.

Aku berpikir Mama pasti juga tidak suka dengan hubungan seperti ini, terngiang nasihat mama, “Moi ingat dalam menjalin percintaan, perhatikan bibitnya, apakah keturunan orang yang baik-baik atau tidak.

Juga bobotnya, setara atau tidak denganmu?  Watak dan karakternya yang baik, perhatikan itu. 

Pilih yang terbaik, Moi.

Jangan sampai cinta mengombang-ambingkan perasaanmu.Suatu saat atas nama cinta kau bisa terhempas begitu dalamnya.”

Mama begitu dalamnya menasihatimu untuk berhati-hati dalam menjalin hubungan.

Sementara status Henry adalah buronan penipuan 

Mr. Mc Pherson yang ditengarai terlibat banyak kasus yang sukar diselidiki.

Mama, maafkan Moi…

Moi butuh seseorang untuk dipercaya saat ini, sebuah bahu yang kuat untuk Moi dapat menumpahkan keluh-kesah dan ketakutan Moi, dan itu hanya Moi dapatkan pada seorang Henry.

Air mataku berlinang membasahi bantalku.Terlibat perasaan cinta seperti petualangan yang baru di hatiku, tetapi aku butuh itu untuk tetap bertahan hidup.

Setelah perasaanku lega, 

aku bertelepati dengan Henry kepadanya, kuceritakan kejadian tentang Doni, Codi,  serta rencana Tuan Jonah yang akan menghabisi Rado di pertarungan final nanti.

“Sudah kuduga Moi, ini bagian dari konspirasi jahat yang dipimpin Alfa, mereka berusaha gerilya untuk membuat penjagaan lemah lalu menjadi tidak terkendali.”

“Aku takut, apakah kamu…kamu juga akan ditarungkan di arena, Henry?” tanyaku gemetaran.

Henry terdiam kemudian menjawab, “Rasanya tidak.Tujuan pertarungan di arena itu adalah untuk mengumpulkan uang bagi Tuan Jonah dan timnya.Kalau aku yang di tarungkan, dimana nilai jualnya?paling sepuluh detik juga sudah selesai, dengan aku terkapar di lantai. Mana serunya?” ucap Henry.

“Oh, Henry, kamu masih bersikap positif walaupun situasinya seperti ini.Lalu, apa yang bisa kita lakukan selanjutnya?”

“Kau analisa ada dua orang musuh kita.Rado dan Jeff.  Aku sungguh tidak memiliki bayangan siapakah Queen, sang otak di balik ini semua. Aku rasa, itu tidak penting , bisa saja Rado yang labil bikin kegoncangan dengan bicara seenaknya.

Kalaupun ada si Queen, orang itu bukan Tuan Jonah.”

“Mengapa bukan Tuan Jonah?” aku menjadi bertambah pusing.

“Orang itu…yeah, Tuan Jonah pola pikirnya mudah di tebak.Ia hanya mencari uang di sini.  Queen ini….ia punya rencana yang lebih jahat dari itu.”

“Apakah mungkin Rado itu King merangkap Queennya?”

“Tidak Moi, pemimpinnya bukan Rado. Rado tidak secerdas itu sehingga bisa mengatur pergerakan seperti ini.Aku rasa ini cuma strategi pengurangan penjaga. Dengan tidak adanya Dragono serta Codi, hal itu akan memperlemah penjara ini. Cobalah nanti malam kau dengarkan percakapan mereka, Moi.”

“Aku takut Henry, hari ini hari yang mengerikan, aku sangat ketakutan dan shock, mungkin kucoba besok.Jaga dirimu baik-baik.”

“Yeah tentu.Kamu juga, jagalah dirimu baik-baik, Moi.”

Setelah itu suara Henry menghilang dari benakku.Hubungan telepati kami terputus. 

Aku tertegun di kamarku.Otakku berputar dan berpikir.Aku berbaring di ranjangku. Bayangan Mama, adikku William melintas di benakku. Betapa aku sungguh merindukan mereka.

Saat aku merebahkan diri untuk meredakan pusing kepala, aku mendapat penglihatan lagi, aku melihat Tuan Jonah sedang masuk lift dan menscan jarinya untuk akses naik lift, dia didampingi seorang prajurit berpakaian krem loreng.

Aku merasa itu gedung departemen pertahanan seperti yang barusan kulihat di Apple Jeff, dan nuansa warna gedungnya dan prajurit yang ada di dalamnya.

Sesaat Tuan Jonah masuk ke suatu ruangan berpintu besar, dengan dibukakan oleh prajurit yang berjaga di luar nya, sementara prajurit yang pertama sudah pergi meninggalkannya.

“Hormat, Jendral,” ucap Tuan Jonah menghormat.

Seseorang yang duduk di kursi hitam dengan sandaran kepala besar

kemudian mempersilakan pria itu duduk.

Aku mencoba membaca plat nama di dadanya.

Terbaca Manton, oh rupanya inilah Jendral Manton.

Jendral Manton berwajah kotak, dengan kerut-kerut di sekitar mata serta keningnya mulai nampak, rambutnya pendek memutih menunjukkan usianya yang tak muda lagi.Namun Tubuhnya tegap, sorot matanya waspada serta berwibawa.

“Duduklah, Jonah.  Aku langsung saja ya.Tujuanku memanggilmu ke ibukota adalah aku tidak bisa lama-lama membiayai proyek ini.Kamu juga sangat mengerti mengenai hal ini.Segeralah tuntaskan penelitian-penelitian di sana dan tutup CP sebelum pemerintahan yang baru diangkat 2 bulan lagi.”

“Sebenarnya kalau soal pendanaan, CP masih bisa dipertahankan, Jendral. 

Kita memiliki cukup dana dari hasil pertarungan Vicko juga Leman yang bisa kita gunakan untuk menjalankan operasi di sana, mungkin sekitar 5 sampai 6 bulan lagi.”

“Kamu gila Jonah, ini bukan hanya masalah dana. 

Saat pers atau pemerintah baru mengendus kegiatan ilegal yang kita lakukan,  mulai dari exploitasi orang-orang berbakat, perjudian ilegal, pertarungan barbar, terungkap semua, tamatlah karirku. 

Juga karirmu, Jonah.”Jendral Manton menatap Tuan Jonah dengan tajam. “Kuberi waktu maksimal 1,5 bulan tempat itu sudah harus bersih, Jonah. Tidak ada kegiatan apapun lagi di sana. Apa kamu memahami perintahku?”

“Aku paham, Jendral. Namun bagaimana tentang orang-orang yang masih di sana, Jendral?” tanya Tuan Jonah. 

“Risty putriku akan segera dioperasi.Dia sudah mengatur jadwalnya. 

Vicko dan Leman segera dihabisi dalam 2 pertarungan mendatang. Sementara anak-anak yang lain uruslah dengan seksama, tanpa banyak keributan, Jonah.  Jangan sampai menimbulkan kehebohan nanti di masyarakat.”

“Selamat pagi,” terdengar suara seorang wanita, memasuki ruangan dari sebuah pintu kecil di samping ruangan.

“Kamu datang, Emba.Kebetulan kita sedang diskusi mengenai menghilangkan jejak kita.apa kamu ada pendapat yang hendak kamu sampaikan kepada kami, Emba?”

Wanita yang dipanggil Emba memakai seragam biru laut, dengan topi militer kotak berwarna biru tua.

Seorang wanita yang cantik dengan gincu merah menyala dibibirnya, berbadan atletis.

“Ah tidak, Jendral.”Emba mendekati kursi Jendral Manton dan memeluk Jendral Manton dari samping. 

“Aku tak memiliki usulan apapun. Eh iya, ini bukan pembicaraan yang privat kan, Jendral? Bukankah ini seperti pertemuan keluarga?”

Tuan Jonah nampak tersenyum tatkala ia beradu pandang dengan Emba.

Emba nampak mengedipkan sebelah matanya pada Jonah.

“Aku akan membereskan masalah itu, Jendral.  Dengan rapi dan halus,“ ujar Tuan Jonah santai.

“Aku tahu, kamu pasti bisa aku andalkan, Jonah,” ujar Jendral Manton.

“Dia bisa diandalkan di semua bidang, sayang.

Dia aktif gimanapun kita tempatkan mau di kedinasan oke, mau di lapangan oke, mau di ranjang juga oke.

Hihihi dan ingat, kita harus selalu bersatu untuk mencapai tujuan bersama,” ujar Emba penuh arti.

“Aku akan mengadakan pertarungan lagi buat Leman, Jonah.Pastikan mereka berdua terbunuh di dua sesi pertarungan itu.Dua hari lagi kubawa petarung-petarung untuk mereka.Kalaupun mereka terbunuh saat itu, bukan masalah.Uang yang terkumpul sudah cukup banyak untuk kita semua.”

“Sementara Dragono masih operasi, semoga dalam dua hari lagi bisa ikut kembali ke 

Chimera,  sebagai koordinator lapangan. Ada pesan apalagi untukku Jendral?”

“Bagaimana keadaan anak magang di sana?bocah sarjana barusan lulus? Kamu harus batasi kewenangannya, ingat dia yang membuat Dragono terluka.Kita ambil sisi kepandaiannya tanpa harus didikte oleh dia.”

“Ya, Jendral.Selanjutnya dia bukan masalah bagiku. 

Dia cuma lalat lewat. 

Aku akan mengurus dia sebaik-baiknya,” Jonah menghormat, “Ok, laporan selesai.Ijin balik, Jendral.”

Jendral Manton mengangguk.

Tuan Jonah berjalan keluar menuju pintu besar, berkata pada dirinya sendiri dan tersenyum “Dibalik kehebatan Jendral yang besar, ada seorang wanita yang berbahaya disisinya.”

Jendral Manton duduk di kursinya seraya meraih berkas laporan yang di bawa Tuan Jonah.

Emba menarik berkas laporan tersebut dari Jendral Manton.

“Emba?” sepasang alis Jendral Manton bertaut, tak suka.

“Aku sedang disini.Mengapa kamu justru menyibukkan diri dengan laporan tak berguna itu?” goda Emba.

Jendral Manton menarik berkas dari tangan Emba.

“Kembalilah ke tugasmu Emba, jangan mengangguku.”

Jendral Manton menatap tajam, “Emba, kita tahu sama tahulah, tidak perlu berlebihan.” 

“Ayolah Jendral, kau bisa seperti ini juga karena menjual diriku, kamu tahulah rumah tangga kita hanya formalitas.” Emba seolah tidak mau kalah namun dengan tetap gayanya yang dingin.

“Ya Emba, 

aku memang membutuhkanmu, sementara kamu juga membutuhkan aku.”

Emba melepas topinya.Rambutnya yang hitam tebal dan halus, terurai ke bahu.

“Kita memainkan peran kita masing-masing, Manton. Ingat kedudukan yang kamu capai saat ini juga berkat campur tanganku, bahkan sekarang  pangkatmu bisa lebih tinggi dibanding aku. Tapi ingat semua kartu AS-mu ada di tanganku. 

Kita bersatu untuk kepentingan bersama, Jendral.Bukan atas dasar cinta.Aku tahu hatimu juga seperti itu.Tinggal menunggu pensiunmu, dan kita bisa mengakhiri topeng yang kita kenakan bertahun-tahun. Sampai jumpa, Darling, aku juga perlu persiapan agar timku dapat  menangani tugas dengan baik nantinya.”

Tanpa menanti jawaban Jendral Manton, Emba membalikkan tubuhnya.Wanita itu melangkah dengan percaya diri keluar dari ruangan Jendral Manton. 

Seorang pria dengan stelan jas casual bersiaga di depan pintu samping ruangan Jendral Manton, 

Badannya sangat besar, rambutnya dibiarkan lebat sebahu, berkumis dan bercambang lebat “Sudah selesai, Nyonya?”

“Ya, Bren.Ayo kita jalan.”

“Semoga lancar urusannya, Nyonya.”

“Tentu lancar, Bren.Suamiku orang baik.”

 “Chimera bisa menghasilkan uang jutaan dollar.Tempat itu bisa kita jual ke pihak asing. Ini hanya perlu menunggu waktu saja atau bila perlu kita jual saja sekalian orang-orangnya  yang istimewa di sana,” ujar Bren setengah berbisik.

“Aduh, dimana nasionalismemu, Brendy?”  Emba tersenyum.

Emba mendorong Brendy ke sebuah dinding.Kedua tangan Bren memeluk pinggang Emba dan mencium bibirnya. 

“Idemu briliant, Nyonya.”

“Jangan di sini, Bren,” Emba mendorong Brendy menjauh. 

“Yang mengherankan, mengapa Risty tidak mau segera di operasi, Nyonya?  Dia seakan-akan  menahan sakitnya demi menunggu sesuatu.” tanya Brendy saat mereka berjalan beriringan di lorong yang sepi.

“Anak gadisku itu bukan gadis biasa.Ia cerdas. Risty pasti punya alasan serta rencananya sendiri yang kita tidak ketahui, Bren.Mungkin dia sudah berselancar mengintip masa depannya dan mengambil waktu yang pas untuk operasinya.” tutur Emba sambil menggelung kembali rambutnya.

“Bukankah itu melawan takdirnya?  Itu  bisa mengurangi umurnya kan, Nyonya?” tanya Brendy sambil melirik Emba.

Emba menaruh jari terlunjuknya di bibir Bren, “Jangan lupa, tak ada seorangpun yang menginginkan dirinya mati muda.Kita tunggu dan lihat saja perkembangannya nanti.Aku percaya Risty sedang merencanakan sesuatu yang baik untuk dirinya.”

Chapter 20 Kemarahan Rado

Sikap yang barusan ditunjukkan oleh Jeff, membuatku bingung, tetapi aku tidak mau ambil pusing lagi.Aku harus percaya dan mengandalkan diriku sendiri.

Aku kembali ke kamarku lalu mengunci pintunya, dan menilai hasil tes yang dikerjakan Leman.

Setengah jam aku mendapati hasil bahwa sebenarnya Leman tidak skizofrenia seperti yang didiagnosa oleh Mrs. Rose, jadi intervensi pengobatan yang dilakukan bisa memperparah keadaannya, apalagi Leman diobati lewat minumannya sedangkan Leman tidak mengetahuinya.

Aku jadi teringat Leman memperingatkan aku tentang Nodaba sang penghancur dan aku dijuluki La pucelle olehnya.

Pembicaraan nya tidak kuanggap penting semua, hanya saat ini adalah mengembangkan diri seperti anjurannya. Membuka file flash disk dan membaca wawasan ilmu pengetahuan didalamnya sangatlah perlu, dan aku perlu melatih kekuatan psikokinetikku supaya kemampuanku lebih hebat dan aku lebih percaya diri.

Aku melewati malam itu dengan belajar, menenangkan diri dan melatih diri.

***

Esok harinya saat sarapan pagi, aku meminta Mrs. Rose mempersiapkan Rado di ruang pemeriksaan sesudah mengunjungi Henry.

“Aku persiapkan nanti untuk Rado biar dikawal oleh Rupert, Codi dan Ricko.

Pagi ini aku tidak perlu ikut ya Moi, saat ketemuan dengan Henry, nanti mengganggu,” goda Mrs. Rose sambil mencolek pipiku.

Aku tersenyum merespon ledekannya sambil berpikir, walaupun Mrs. Rose tidak ikut, dia pasti memonitorku lewat CCTV.

Satu jam kemudian aku dan Henry sudah bertemu di selnya. Aku duduk di kursi plastik sementara Henry duduk ditepi ranjang, posisiku dan Henry dekat serta berhadapan, kami berbincang dekat dengan suara lirih.

“Henry bagaimana kondisimu hari ini?”

“Aku baik-baik Moi, obat dari Mrs. Rose membantuku tidur, dan aku berusaha berpikir positif sampai hari ini aku masih hidup, walau terisolir di pulau ini.

Moi, waktunya semakin dekat.Dalam hitungan tidak sampai seminggu kurasa sudah terjadi kejadian besar di tempat ini.Kamu harus segera keluar dari tempat ini.” ujar Henry serius sambil menatap mataku.

“Oh, astaga.Secepat itukah waktunya?Bila kita keluar nanti, kita harus keluar bersama, Hen.Aku tidak bisa meninggalkanmu.Dan belum tahu caranya.

Dan, bagaimana caranya keluar?Lagipula aku terikat kontrak kerja 6 bulan di sini.”

“Jangan pedulikan aku Moi dan persetan dengan kontrak kerja yang menjebakmu.Keselamatan nyawamu jauh lebih penting.”

“Cara paling simple dan tidak masuk akal ialah langsung berenang ke ibukota, kan tidak mungkin jaraknya ratusan kilometer, Henry?”

Henry menyibak rambutnya yang tebal, ujung rambutnya sampai hampir menutupi matanya.

“Ya memang tidak masuk akal.Penjagaan sangat ketat.Apalagi aku disini, sel belakang adalah sel dengan pengawasan maksimum.Mustahil untuk lolos dari sini.Bisa membongkar teralis di jendela pun bawahnya langsung tebing karang Moi.”

“Jadi, apa yang bisa kita lakukan?”

“Oh, hm…begini saja Moi,  kamu sudah aku ajari bertelepati kan. 

Cobalah kamu dengarkan percakapan-percakapan yang melintas.Kalau kamu latih, kemampuanmu pasti bisa meningkat.Cobalah fokus, memusatkan pikiranmu, kamu pasti bisa mendengarnya. Biasanya mereka mulai berkomunikasi mulai jam 23.00 sampai 24.00. Kamu ambil relaksasi pusatkan pikiranmu, pejamkan mata.Cobalah untuk masuk ke tempat mereka berkomunikasi.  Kuncinya di keheningan, temuilah keheningan, di saat keheningan kau dapatkan, disitu akan mulai terdengar suara-suara yang sayup-sayup. Saat kamu makin konsentrasi, suara akan makin jelas kamu tangkap.”

“Ya, aku akan mencobanya saat aku tidak banyak tekanan mental dan pekerjaan, semoga nanti malam bisa, Henry.”

“Ya, cobalah saat pikiranmu tenang, Moi.Siapa tahu mereka tidak mengetahui kau mendengarkan mereka. Aku tak akan menakutimu dengan bercerita padamu apa yang aku dengar. Kalau kau bisa mencuri dengar percakapan mereka.

Siapa tahu kau bisa mendengar bagaimana rencana mereka, lalu kita berdiskusi lagi, oke?”

“Oke, tapi sebenarnya aku sangat takut.Kabur dari sini terlalu mustahil rasanya, Henry. Andaikan aku bisa kabur, kamu tidak akan kutinggalkan, juga Curly, Ronald serta Risty. Mereka lemah, rapuh dan tak berdaya.”

“Ada speedboat tapi bahan bakarnya ada di ruang Jonah. Kita harus melewati penjagaan penjaga, diawasi CCTV baik oleh penjaga,  juga Jonah sendiri.”

Aku memegang keningku. Rasanya pening memikirkan cara terbaik untuk kabur dari tempat ini menuju kebebasan.

“Semakin aku bayangkan, pelarian kita ini rasanya mustahil, Hen.Mustahil.”

“Kita belum mencobanya kan? Jangan menyerah dulu, Moi.”

“Selain penjaga  yang tersebar di segala penjuru, kita harus melewati pintu-pintu yang terkunci. Kemudian jarak antara pintu benteng ini ke speedboat yang jauh dan bila aku berhasil pergi, nyawa keluargaku terancam. 

Tuan Jonah pasti tidak akan diam saja, aku melenggang pulang ke rumah. Aku pikir rasanya ide melarikan diri ini sebaiknya kita lupakan saja.”

Henry terdiam.

“Henry..Henry…,” aku memegang tangannya saat Henry gamang memandang jendela berteralis besi, terlihat awan putih berarak di langit biru.

“Ya, Moi?”

“Maaf, bukan maksudku untuk memupus harapanmu. Tapi oh, Henry kamu tahu kan, kalau aku sebenarnya sangat takut.”

“Aku bukan lagi takut, aku sudah alami histeris. 

Alfa menghajarku dari jarak jauh.

Namun diam saja di sini juga bukan ide yang baik. Berjanjilah Moi, andai kita berhasil selamat dan dapat kembali ke rumah, jangan melupakan aku.”

“Tentu, Hen. Aku tak mungkin melupakanmu.Semoga kita segera dapat ide terbaik pelarian kita, ya.”

Henry memelukku, “Berjanjilah kepadaku Moi, walau aku dulu seorang penipu dan playboy, hatiku tertambat kepadamu, saat kita berhasil keluar, aku ingin kau jadi pasanganku. 

I love you Moi.”

Terasa hangat pelukan Henry melingkupi tubuhku, aku terharu akan pengakuan Henry atas masa lalunya kepadaku, dan yang menggetarkan hatiku adalah ungkapan cintanya kepadaku.

Tak terasa air mataku jatuh, entah air mata terharu, bahagia atau akibat putus asa, aku juga tidak tahu.

Tiba-tiba penglihatanku kembali terbuka, kulihat di ruang kendali, Jeff, 

Mrs. Rose sedang menatap layar monitor CCTV.

“Ooh, hoho…so sweeet ya,“ terdengar suara Jeff berdecak menatap aku dan Henry yang sedang berpelukan.

Aku mendorong Henry perlahan, kami kembali dimata-matai!

“Sungguh mengharukan,” ucap Mrs. Rose.

“Lihat anak didikmu Rose,” 

“Yang begini bukan hasil didikanku, Jeff,” Mrs. Rose tersenyum.

“Masa muda adalah masa yang indah, uhuyy….,” Jeff bersiul.

“Ini bukan drama Romeo and Juliet, Jeff,” Mrs. Rose tertawa.

“Kelihatannya ada cerita sedih, tuh matanya diusap-usap,”  Jeff menunjuk layar monitor.

“Coba di zoom,” pinta Mrs. Rose.

“Habis menangis dia,” ujar Mrs. Rose.

Aku yang sedang mengusap mataku berhenti, lalu mencoba menarik senyumku.

“Ada apa Moi, mengapa kamu terdiam seperti itu?” tanya Henry membuyarkan penglihatan dan pendengaranku.

Aku menceritakan apa yang kulihat dan kudengar kepada Henry.

Henry tidak emosi, “Justru itu Moi, berhati-hatilah disini, tiada seorangpun yang layak kamu percaya selain aku.Aku senang kau bisa punya kemampuan seperti itu.”

“Aku tak menyangka Mrs. Rose berlaku seperti itu kepadaku, Henry.

Tetapi aku tidak peduli, aku sangat terimakasih engkau berani mengungkapkan perasaanmu kepadaku, biarlah ini menjadi semangat hidupku.” kataku sambil menggenggam tangan Henry.

Dug!

Dug!

Suara tembok seperti dipukul di sebelah, Rado berulah!

“Ahaaii kok bisik-bisik ada apa yaaa, penelitian atau pacaran yaaa.” teriak Rado terdengar mengejek.

“Ya Rado habis ini, Moi mau ketemu denganmu, nanti biar dijemput oleh pak Codi ya.” teriakku balik.

****

Setelah makan siang, aku dan Mrs. Rose menuju ruang pengamatan. Siang ini aku akan mendata Rado, pemuda dengan kemampuan elektrokinesisnya. Langkahku bergerak lambat tanpa semangat.Prajurit Enricko berwajah tegas menyapa kami sambil sikap hormat militer.

“Selamat siang, Mrs. Rose dan Ms. Moira, Rado sudah siap di ruang pengamatan.Saya memantau di ruang pengamatan, alat penyadap aku pasang di bawah meja.Jadi penelitian Miss Moi bisa kulaporkan kepada Tuan Jonah bila ia kembali besok lengkap dengan video dan percakapan kalian.”

“Selamat siang pak Ricko, terimakasih atas pengawalannya.” balasku. Aku jarang bertemu dengannya, karena rata-rata prajurit di sini semua berseragam dan bertopi jadi perlu waktu untuk menghapalkan wajahnya dan nama mereka. 

“Pak..Pak Ricko!”

Prajurit itu menghentikan langkahnya dan menatapku, “Ya, Miss?”

“Siapa yang mengawal di dalam ruang pemeriksaan?” tanyaku.

“Ada pak Codi dan Doni , Miss, mereka sudah siap di dalam.” katanya lalu berlalu.

Aku dan Mrs. Rose berjalan ke arah ruang pemeriksaan,

Aku berpikir apa yang bisa kulakukan untuk pergi dari tempat ini bersama dengan semua penghuni pulau dengan selamat tanpa kekerasan.

Apakah mungkin mengadukan segala hal yang terjadi si Chimera ini kepada PBB?atau kepada  Presiden?  Atau kepada Menteri Pertahanan ?  

Langkahku tanpa terasa membawaku sampai ke pintu ruang pengamatan.

Mrs. Rose mendahuluiku dengan memindai jarinya ke mesin, untuk membuka pintunya. 

Aku menarik napasku dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan, mencoba mengatur ketenangan perasaanku.      

Rado telah dipersiapkan di dalam.

Rado dalam posisi duduk, di depan Rado ada meja kayu yang besar untuk penghalang, dibelakangnya ada Codi dan Doni siap dengan tongkat tonfa. Rambutnya seperti biasa berantakan. Bajunya kaos tank top putih bergambar pantai Hawaii yang sudah lusuh, demikian juga celananya model taktikal nampak kotor.   

Sorot matanya liar menatapku, sambil tersenyum-senyum tipis.  Pada tangan nya kanan dan kiri terikat tali plastik yang dihubungkan dengan kaki meja pemeriksaan. 

“Hai, Bu Dokter cantik, ehh, nona psikolog cantik, senang bertemu lagi denganmu,” sapa Rado.

Leher Rado tergantung syal dariku.Warna oranyenya sudah kotor tak keruan. 

Aku melihatnya dan berpikir, pria ini tidak menjaga syal yang di buat mama dengan penuh cinta untukku.

Aku duduk di hadapan Rado.Dua orang prajurit telah siaga di belakang kursi Rado mereka adalah Doni dan Codi.

“Rado, hari ini kamu nampak mm…bersemangat tinggi.”

“Tentu.Aku selalu bersemangat dan menantikan waktu untuk bertemu dengan sarjana psikologi yang cantik. 

Aku sungguh cemburu pada rekan selku yang pesolek itu.Kalian sangat akrab dan suka berbishik-bishik,” Rado memodifikasi ucapan bisik menjadi lebih jelas pengucapannya.

Aku menatapnya, “Rado, kenapa bibirmu lebam?”

“Kau tahu Moi, beberapa hari yang lalu kaki bro Codi perlu latihan beberapa kali memijat wajahku, ya kan Bro ?” lirik Rado kepada Codi yang ada di belakangnya.

“Sudah, tidak usah macam-macam kau, tendanganku bisa bikin gigimu hancur kalau kau mau menantangku.” 

kata Codi sambil menggenggam tongkat tonfanya.

“Tapi swear bro, aku jantan kok teriak-teriak tengah malam karena dipukuli dan ditendangi, tidak seperti cowok ganteng yang selnya disebelah ku.

Tidak ada apa-apa kok bisa histeris dan jatuh sendiri hahaha.”Rado tertawa sambil menatapku.

“Dan kabarku, baik Moi, tidurku nyenyak ditemani syal oranye ini.

Dulu..bau cewek, sekarang bau asam ketiakku. Hahaha.” kata Rado sambil menggesekkan ujung syal tersebut ke ketiaknya dan menciumnya, sambil tersenyum-senyum.

Pandangan mataku kualihkan dari wajahnya , sebenarnya aku muak dan ingin muntah melihatnya.

Aku meletakkan berkas-berkas yang aku bawa ke meja.  “Kemampuan listrikmu sungguh luar biasa, Rado.Kami ingin kamu kooperatif supaya penelitian ini tidak berlangsung lama, karena aku ingin beristirahat lagi di kamarku.”

Aku meraih berkasku, “Aku sudah siapkan daftar pertanyaan, aku harap Rado mau mengisinya.Terima kasih atas kerjasamanya.”

Rado melirik kertas yang kuulurkan di hadapannya. Tangannya bersilang di depan dadanya. “Aku tidak terbiasa dengan tulis menulis.Aku bukan sekretaris kantoran.Aku ini Rado. Sang elektrokinesis,  ahli bikin korsleting, termasuk korsleting hati kalian hahahaa…..”  Rado tertawa keras.

Aku beradu pandang dengan Mrs. Rose yang baru duduk di sebelahku.Kami berdua sama-sama tahu, bahwa kami tak boleh menyinggung atau membangkitkan amarah Rado, untuk menghindari hal-hal yang tidak kami inginkan bersama, di tengah situasi yang sedang memanas seperti sekarang.

“Sudah di garap saja, tinggal isi apa sulitnya?” ujar Codi sambil menepuk pundak Rado dengan tonfanya.

Aku melihat Codi dan Doni membawa tonfa kayu, bukan tonfa yang besi seperti biasanya, kelihatannya mereka tidak mau terkena aliran listrik dari Rado.

Mrs. Rose menarik napasnya dalam-dalam lalu berkata dengan tenang, “Kami tidak ingin menyakitimu, Rado.Hanya…yah, kami berdua bekerja disini, di bawah kepemimpinan Tuan Jonah.Aku sungguh meminta Rado mau membantu kami mengisi daftar pertanyaan ini.”

 Rado menatapku penuh arti, lalu mengulurkan tangannya.“Sebenarnya aku tak ingin mengatakannya, tapi… yah, tak ada salahnya aku beramal membantu kalian…sebelum kalian menggelepar menyusul Dragono, bukan?”

Napasku seakan terhenti.Aku kembali beradu pandang dengan Mrs. Rose.Apakah ini sebuah ancaman untuk kami?Atau peringatan?

Mrs. Rose mengulurkan ballpointnya meletakkannya di meja.Rado mengambilnya dan mulai membaca kuesionerku. 

Lirikannya kembali tertuju kepadaku, sesaat kemudian dia mulai mengerjakan kuesioner yang kubuat.

Setelah hampir setengah jam aku mengejar perkataannya tadi “Rado, apa maksud perkataanmu aku dan Mrs. Rose akan menggelepar seperti Dragono?”

Rado melemparkan  ballpoint ke arah meja, menyorongkan kertas kuesioner yang kuberikan balik ke aku secara perlahan, dua prajurit di belakang Rado nampak siaga atas setiap gerak gerik Rado yang bergerak terbatas karena terikat tali plastik.  

“Semua kita yang ada disini akan mati, Moi.Jadi simpan energimu.Tak usahlah repot-repot memberiku tes-tes seperti ini lagi.”

“Rado, Moira sudah susah payah menyusun daftar pertanyaan khusus untukmu, hargailah,” ujar Mrs. Rose.Nada suaranya sedikit tajam.

“Kau ini spesial Rado.Kau harusnya memperbaiki sikapmu supaya masa depanmu lebih baik.

Saat ini bukankah lebih baik bekerjasama bukan?Ini juga untuk kebaikanmu. 

Tuan Jonah pasti mempertimbangkan reward yang sepadan untukmu.”

“Ahahha….,” Rado tertawa keras.“Mrs. Rose, Moira, kalian berdua ini benar-benar cuma pionnya Jonah, ya.Jonah itu fokusnya tetap suatu saat nanti, dia melenyapkanku dan siapapun yang tidak disukainya. 

Sementara aku? Aku tak sama dengan kalian. Aku bukan pion.Tapi King…yeah, aku Kingnya.”

Aku terpancing, “Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya, Mr. King?  Apa kamu tahu bagaimana caranya agar kami, ng…terlepas dari dia?”

Rado menatapku dengan tajam, “Seharusnya aku menyimpan rahasia.   Hmmm..tapi mengingat syal oranye yang manis ini yang aku terima darimu, aku akan membuka sedikit rahasia.”

kata Rado sambil mengibas-ngibaskan syal oranye tersebut di depan wajahnya.”Di sisi King ada Queen, ada juga kuda serta benteng juga menteri-menterinya. 

Pada akhirnya Queenlah yang akan memenangkan segalanya. Jadi, Jonah biar teliminasi sendiri hahaha.”

Mrs. Rose menyela, “Kau kurang kooperatif, Rado.Itu sebabnya Tuan Jonah keras padamu.”

Sepasang mata Rado berkilat memancarkan kemarahan yang tertahan, “Andai kita bertukar tempat Mrs. Rose. Aku yang berjas putih dokter dan melenggang kemana-mana dengan wangi, bergaji tinggi dan tak perlu berpeluh darah untuk mendapatkan makanan, sementara Anda adalah aku, ….andai Anda adalah aku… Ya aku!” desis Rado 

“Andai Mrs. Rose adalah Rado, lalu?”Aku segera memancing.Aku menyadari Rado tahu sesuatu tentang tempat Chimera ini, tahu banyak.

“Andai Anda adalah aku…,” Rado menatap Mrs. Rose dengan tajam, “Maka Anda yang cerdas tak kan mau diperlakukan seperti ini begitu lama. Anda akan melawan bukan? Anda akan melakukan seperti ini perlawanan demi harga diri yang sudah dianggap sampah di tempat ini,” mata Rado menyipit saat berkata-kata.

Aku sudah tidak nyaman, maka kuakhiri sesi ini daripada Rado tiba-tiba meledak dan dan dihajar oleh prajurit.

“Terimakasih Rado atas kesediaannya mengisi kuesioner, sekarang kami balik dulu ya, sampai ketemu lagi.” 

Aku dan Mrs. Rose berjalan keluar dari tempat pemeriksaan, sementara Rado dan dua prajurit sedang bersiap untuk mengembalikan Rado ke selnya.

Saat kami keluar ada prajurit Enricko yang sudah didepan pintu ruang pemeriksaan.

“Sudah Mrs. Rose?” tanyanya.

Belum sempat Mrs. Rose menjawab tiba-tiba terdengar suara gaduh dari dalam ruang pemeriksaan, Mrs. Rose mencoba membuka pintu dengan scan sidik jarinya, tetapi tidak berhasil bahkan 

Mesin scan sidik jari terlihat memancarkan api, ada korsleting terjadi! 

Rado pasti menggunakan kemampuan elektrokinesisnya untuk merusak sistem elektronisnya.

Mrs. Rose tersentak, pintu ruang pemeriksaan di ketuk-ketuknya, 

“Rado, stop jangan berulah!”

Enricko membantu menggedor pintu, “Buka pintunya!Buka!” keributan terus terjadi di dalam.

Aku berlari menuju ruang pengamatan, terlihat dari kaca Rado posisi berjongkok sedang memegang kaki Codi yang nampak kejang-kejang sementara prajurit Doni terkapar di pojok ruangan.

Sesuatu yang mengerikan sedang terjadi!

Mrs. Rose meraih mikrofon dan berteriak, “Stop Rado, kau tidak perlu berbuat konyol, hentikan!”

Rado menjawab dengan berteriak, tidak tahu bahwa alat penyadap yang dibawah meja menghantarkan suaranya masuk jelas ke ruang pengamatan, “Tampaknya kaki Codi lemah Mrs. Rose jadi butuh terapi. Hari ini aku memberikannya secara gratis untuk dia, haahaha…”

Hanya suara Rado yang terdengar, sementara suara Codi dan Doni tidak ada, apakah mereka telah tewas?

namun kuamati badan Codi masih bergerak-gerak kecil, kedua tangan Rado tetap memegang kaki bawah Codi.

Terlihat asap keluar dari paha Codi, Rado menyetrumnya dengan kuat!

Aku menjerit-jerit, “Rado, tolong hentikanlah.”

Rado justru merespon dengan tertawa, tawa yang penuh kepuasan, “Hahaha King sedang berpesta. Duduklah dan belajar menikmati, hahaha…”

Tangan kiri Rado terborgol dengan tangan Codi, sementara tangan kanan Rado masih terhubung dengan tali plastik yang terhubung dengan kaki meja, mungkin Codi lupa bahwa borgol yang dipakaikannya ke Rado adalah baja yang menghantarkan listrik.

Mrs. Rose keluar ruangan, terlihat beberapa prajurit sudah berkumpul di depan pintu ruang pemeriksaan, Jeff juga nampak membawa tabletnya, kemungkinan berusaha membuka pintu. 

Sesaat kemudian 

BRAK!! 

Pintu terbuka.

Para prajurit merangsek  masuk ke ruang pemeriksaan bagaikan banjir melanda.

Chapter 19 Diintai oleh Sang Maut

Siang itu seperti habis terjadi ‘kehebohan besar’ di ruang makan.

Para prajurit yang sedang makan nampak tidak suka saat aku dan Mrs. Rose melewati mereka.

Mata mereka melirik kepadaku, dengan wajah yang tidak bersahabat.

Aku merasa bersalah telah membuat pimpinan mereka yaitu Dragono dan teman mereka Codi terkena serangan Vicko.

“Tenang saja Moi, seharusnya mereka tahu ini adalah resiko pekerjaan, 

dan harus lebih waspada ke depannya.” bisik Mrs. Rose menguatkanku.

“Emmm aku jadi tidak enak Mrs. Rose, apakah kunjunganku siang ini ke Leman jadi tidak ya?” jawabku sambil menunduk menghindari tatapan para prajurit.

“Tenang Moi, nanti biar prajurit Rupert dan Doni yang mengantarkanmu, dan tetap kudampingi kesana, Leman tidak agresif kok,” sahut Mrs. Rose.

“Lagipula Codi juga sudah pulih, ., besok atau nanti malam kepergian Tuan Jonah dipercepat sekalian mengantar Dragono operasi.”  

Wah, aku jadi merasa tertuduh, Dragono terluka sesudah Vicko bertemu denganku.

“Semoga Dragono cepat sembuh ya Mrs. Rose.”

Sesudah makan siang kami pergi ke selnya Leman, Rupert sang presenter dan Doni berjalan di depan kami.

Saat melewati sel Henry, nampak tangannya menjulur keluar menggapai-gapai kearah kami.

“Moi, mampir dong mampir sini, masakan pacarmu ini kau lewati saja.” seru Henry.

“Besok ya Henry, besok mampirnya.Hari ini sibuk sekali.” jawabku sambil melambaikan tangan.

Melewati sel Rado aku dikejutkan dengan lemparan kain oranye yang menjulur keluar dari selnya, 

sementara ujung lainnya masih di tangan Rado, ternyata syal oranyeku!

“Cantiiik, mampir sini dong dengan abang Rado.” serunya dengan nada mengejek.

“Hi Rado, besok ya kita bertemu, yang sabar ya.” jawabku berusaha tetap tenang melihat aksinya yang tidak menghargai pemberianku, syal rajut itu buatan mama, sekarang warnanya sudah sangat kumal dan kotor.

Rado menarik dan melilitkan syal itu ke lehernya.

“Hahaha benar ya cantik besok kita ketemuan ya, bertiga boleh kok dengan pacarmu, aku janji aku baik-baik saja dengannya, tidak cemburu dan tidak acara barbekyu daging manusia hahaha.” jawab Rado sambil duduk di ranjangnya.

Sel Rado ternyata lebih menjorok ke dalam letaknya, mungkin menghindari tangannya menggapai seseorang yang lewat di depannya, supaya resiko mengalirkan listrik dari tangannya tidak terjadi kepada orang yang lewat bahkan menggapai teralis sebelahnya juga tidak memungkinkan.

Rupert membuka jendela kecil di sel Leman dan menyapa, 

“Leman ada tamu.”

Aku bersyukur saat pintu sel di buka di situ nampak Leman sedang duduk santai di pinggir ranjangnya satu kaki diangkat sementara satu kakinya menapak lantai, matanya memandang aku dengan Mrs. Rose seolah tanpa beban, bahkan wajahnya nampak ceria saat melihatku.

“Selamat siang pak Leman, ” sapaku.

Prajurit Doni membawa kursi plastik dan membagikannya kepada Mrs. Rose dan diriku.

“Mari masuk santai saja ya nona… siapa namamu non?” jawabnya.

“Moi…Moira.” jawabku senang karena tanggapan Leman yang ramah.

“O iya ya, Moi ya Moira nama yang bagus. Angin apa nona Moira yang membawa nona kesini?” katanya sambil terkekeh.

“Ingin berkunjung saja pak Leman, bagaimana kabarnya pak ?”

“Aku baik nona Moi, cuma harus waspada dengan situasi di sini maklum banyak prajurit dan orang bukan prajurit.” ujar Leman sambil tersenyum tipis.

“Maksudnya orang bukan prajurit apa pak?” tanyaku.

“O itu ada yang kuat non, kadang-kadang mau pinjam tubuhku, yang kuat itu orangnya sudah jutaan tahun berkelana, badannya besar memenuhi selku ini, wajahnya mirip tengkorak manusia, beberapa waktu yang lalu mampir kesini dia. Sebenarnya kurang ajar mau mengerjai orang seperti aku, untung aku tidak mau.” Leman menjelaskan tetapi justru membingungkanku.

Mrs. Rose menyikut pundakku dan menunjukkan kertas bertuliskan ‘skizo’  kepadaku, aku tersenyum kepadanya tanda mengerti.

“Kok pak Leman tahu bahwa orang kuat itu berumur jutaan tahun?” tanyaku terlanjur ingin tahu.

“Iyalah non, aku tahu karena dia memperkenalkan diri dan   sifatnya rakus tidak pernah puas, tamak harta serta gila tahta.”

“Boleh tahu waktu memperkenalkan diri namanya siapa dia pak Leman ?” sela Mrs. Rose.

Leman mengerutkan keningnya “Namanya cukup aneh Rose ia mengatakan Nodaba, si penghancur.”

“Nama kok ada noda nya, Nodaba, aneh.” ujar Mrs. Rose.

“Tetapi dia tidak bisa diremehkan Rose, ia mahluk yang haus dan lapar dan terus menerus mencari mangsa yaitu jiwa untuk di hancurkan, tidak pernah terpuaskan sebelum tujuannya tercapai. 

Dan ia berkunjung kesini pasti punya tujuan menghancurkan jiwa penghuni.” 

“Pak Leman kemarin waktu Moi datang pertama kali dengan Mrs. Rose, bapak sedang terbang melayang apa yang dirasakan?” tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.

“Terbang? 

Terbang melayang? Ah siapa yang terbang melayang?

Ada-ada saja.”Leman menjawab sambil keheranan.

“Oh, berarti pak Leman tidak merasakan ya?Bagaimana pula pak Leman bisa punya jurus macam-macam seperti jurus ular, harimau, monyet, bangau saat bertarung pak?” tanyaku lebih lanjut.

“Oh kalau jurus-jurus yang itu sih, saya undang saja yang punya jurus, nanti bisa sendiri, lagipula memang aku sukanya beladiri non.

Mau saya ajari gimana non? Punya dasar beladiri tidak?”Leman bertanya.

“Tidak bisa beladiri pak Leman, bisanya makan dan tidur saja, hahaha.” jawab Mrs. Rose. 

“Bila beladiri sudah bagus tingkatnya dan kau punya kesadaran diri maka cakramu terbuka, kalau cakramu terbuka informasi alam semesta terbuka juga bagimu. 

Saat bertemu kau pertama, aku sebenarnya tahu tentang dirimu dimasa lalu non, 

kau punya jiwanya La Pucelle yang penuh anugrah.

Gadis yang kuat dan pemberani yang dilindungi.” ujar Leman.

“Ya dia memang gadis yang hebat dan pemberani pak Leman.” puji Mrs. Rose.

Aku tersenyum, antara percaya dan tidak, antara tersanjung dan menggelikan sudah dua orang ‘aneh’ yang menyanjungku dan menganggap aku hebat yaitu  Risty dan Leman.

“Tetapi ingat non, Nodaba sangat tidak suka padamu karena kau bisa menghancurkan rencananya. Kau harus lebih banyak belajar dan diperlengkapi supaya kau kuat menghadapinya. 

Kalau kau mau dan sudah siap, kubuka tujuh cakramu non, biar kau menjadi manusia yang lengkap.” ujar Leman seolah mengejar ku.

Manusia yang lengkap?

Leman mengada-ada bagaimana kejiwaan yang terganggu karena terlalu sering melihat dunia lain seperti Ron, dan mungkin  juga Leman sendiri?

Aku menggelengkan kepalaku, “Moi saat ini belum dulu ya pak Leman, mungkin pertemuan berikutnya saja dengan pak Leman, sesudah Moi mulai olahraga beladiri, ajari ya pak.

Sekarang pak Leman mohon isi dulu tes dari Moi ini ya”

Aku memberikan berkas tes psikologi untuk dijawab oleh pak Leman.

Kurang lebih satu setengah jam tes sudah diselesaikan oleh Leman.

Leman cukup kooperatif.

“Terimakasih pak Leman atas kesediaannya mengisi tesnya, nanti Moi diajari beladiri ya pak.” kataku sambil menjabat tangan Leman.

“Sering-seringlah mampir non, kau punya jiwa yang hebat. Aku tak pernah salah menilai orang, sejak hari pertama kulihat kau, kau memang sangat istimewa.

Bahkan Nodaba mengincarmu, kembangkanlah dirimu.” 

“Ya pak Leman, ini masih banyak pekerjaan, tapi pasti Moi segera mengunjungi pak Leman.

Moi harus banyak belajar dari bapak.” aku tersenyum, namun hatiku terasa perih mengingat beberapa hari lagi Leman mempertaruhkan nyawa satu-satunya untuk diadu dengan petarung, entah siapa yang bakal di bawa Tuan Jonah kesini.

Aku dan Mrs. Rose keluar dari sel Leman, dan berjalan bersama ke arah depan, seperti biasa Henry berteriak-teriak, 

“Moi jahaat kau, kau lewati saja.Kita putus saja kalau begini.Uuh payaah.” 

Aku tersenyum dan kembali melambaikan tangan, 

malu juga diteriaki Henry di depan para prajurit yang berjaga persis di depan selnya, sekilas terdengar Rado menyanyi dengan suara cemprengnya, entah lagu apa, sepertinya menyindir kami.

Kami melangkah ketempat kamar kami berada sambil bercakap-cakap.

“Moi coba rekapitulasi tes ini ya Mrs. Rose.

Moi lihat ada penggunaan obat psikotropika untuk mengatasi skizo-nya ya.” tanyaku sambil membuka dokumen tentang Leman.

“Ya Moi, dia kuberi haloperidol drop yang di campurkan ke minumannya, karena terasa pahit, kita campurkan ke teh atau jus buahnya setiap siang hari. Harus di samarkan karena Leman tidak mau minum obat.” jelas Mrs. Rose.

Aku berpikir, diagnosa ditegakkan bahwa Leman adalah skizoprenia karena melihat hal-hal yang tidak dilihat manusia lain, dengan riwayat PTSD-nya.

“Okay, Mrs. Rose, sampai nanti jam makan malam ya Moi lanjutkan pekerjaan Moi dulu.” kataku sambil membuka pintu kamarku.

Tiba-tiba terdengar 

Drttt… drttt… 

suara helikopter menderu di atas kepalaku, aku dan Mrs. Rose mendongak keatas.

“Oh , helikopter penjemputan Tuan Jonah dan Dragono sudah datang, berarti besok Dragono harus dioperasi.” gumam Mrs. Rose.

“Ayo kita ke kantor Tuan Jonah Moi.”

Kami kembali ke kantor Tuan Jonah, setelah mengetuk pintu, pintu terbuka.

“Selamat petang Tuan Jonah,    sudah siapkah untuk balik ke ibukota?” tanya Mrs. Rose melihat Tuan Jonah bersiap dengan tas nya.

“Gara-gara bocah keras kepala itu, aku harus cepat balik,” omel Tuan Jonah sambil melirik kepadaku.

“Maafkan Moi Tuan Jonah, Moi membuat situasi jadi seperti ini.” ucapku ketakutan.

“Situasi jadi seperti ini?

Kau merugikan sekali bocah!

Dragono harusnya menjadi penanggung jawab pulau ini saat aku tidak ada disini, untung Codi pulih, tidak perlu di bawa ke ibukota.

Kau benar-benar merugikan! Sekali lagi kau tidak menurutiku, awas kau !” tukas Tuan Jonah sambil berpaling kepadaku, matanya melotot, seperti binatang buas hendak  memangsa buruannya.

“Maafkan Moi,

Tuan..Jonah.” ucapku tersendat sambil menunduk.

“Saat aku pergi, bocah ini tidak boleh meneliti Vicko, Rado dan Leman dulu, awasi dia dengan baik Rose, dia tanggung jawabmu!” ujar Tuan Jonah sambil menunjuk wajah Mrs. Rose.

“Sekarang kalian keluar semua, kantor mau kukunci, keluar kalian semua!”

Aku dan Mrs. Rose tergopoh-gopoh keluar, 

aku langsung berlari menuju kamarku meninggalkan mereka.

Setibanya di kamar aku menenangkan diri, jantungku berdetak kencang, lututku masih gemetar, telapak tangan dan kaki ku terasa dingin.

Baru sepuluh menit menenangkan diri terdengar suara Henry di pikiranku, 

“Moi hoi Moi bagaimana kabarmu?”

“Kau sudah dengarkan Hen, Dragono patah rahangnya karena Vicko marah membabi-buta. 

Tuan Jonah menyalahkanku padahal si Codi lah yang memprovokasi Vicko.” balasku lewat telepati.

“Sukurin, kingkong sombong itu pantas tewas, mentang-mentang badannya besar, dikira Vicko tidak sanggup melawannya.

Berhati-hatilah kau situasi disini makin buruk, keamanan menjadi lemah.”Henry menasehatiku.

Ternyata bukan aku saja yang tidak suka dengan Dragono, Henry juga benci kepadanya.

“Keamanan lemah mungkin justru kesempatan kita bisa lari Hen, kau juga waspada ya, jaga kesehatanmu.

Bila saatnya memungkinkan siapa tahu kita bisa pergi, entah bagaimana caranya.” 

“Aku juga tidak mau memasuki lalu lintas telepati dulu Moi, kemarin dan hari ini aku berdiam saja dulu.

Aku siapkan mentalku supaya aku bisa menghadapi Alfa di jalur telepati ini.Seharusnya bisa dibilang aku yang terkuat mengenai telepati, mengapa orang yang tidak kukenal bisa lebih kuat dari aku tentang telepati?”Henry keheranan.

“Jaga kondisimu Henry, ini aku juga mau tahu hasil tes dari Leman, aku mau susulkan laporannya nanti saat Tuan Jonah pulang kemari.Aku juga mau mengembangkan diriku dan banyak belajar dari kemampuan metafisika semua yang ada disini.Sesudah makan malam, aku harus meminta Wi-Fi pada Jeff.” 

“Perlengkapi dirimu Moi, kita tidak tahu kapan kita bisa menggunakannya.Siapa tahu dengan kemampuan kita disatukan bisa menjadi jalan untuk bisa keluar dari tempat terkutuk ini.Selamat malam cantik.Jangan lupa besok aku dikunjungi ya.”Henry pamit dariku.

“Sampai jumpa besok ganteng.” pujiku tak kalah dengan Henry.

Sesudah makan malam dengan Mrs. Rose, aku melenggang ke ruang depan tempat Jeff biasa bekerja.

“Selamat malam Jeff, aku butuh jaringan Wi-Fi, untuk mencari referensi literatur laporanku.Bisakah?”

Jeff menjawab permintaanku dengan ogah-ogahan dan sama sekali tanpa menatapku.

“Ini passwordnya, aku nyalakan Wifi-nya sekarang.”Jeff mengulurkan secarik kertas padaku.

Aku menerima kertas bertuliskan password.

Jeff melirikku sekilas. Pemuda berkacamata itu kemudian asik tenggelam dalam dunianya sendiri di depan laptopnya.

Sebenarnya aku ingin berbasa-basi, beramah tamah dengan Jeff. Namun dari gesture tubuhnya, nyata sekali ia tak ingin diganggu saat ini.

“Thanks Jeff. Selamat malam.”

Jeff tidak menjawab, malah mengangkat cangkir dan meminumnya, seolah mengabaikan kehadiranku.

Aku menahan rasa kesalku dan berjalan kembali ke kamarku.

Aku bekerja dengan konsentrasi tinggi.  

Di sini sangat sunyi, sesungguhnya enak juga untuk bekerja.Andai aku seorang penulis, rasanya dengan cepat aku bisa melahirkan satu atau dua novel di sini.  

Aku teringat Risty, gadis itu penuh semangat dan pantang menyerah. 

Dengan kondisi fisiknya yang seperti itu, ia justru terinspirasi untuk membuat buku. Aku sungguh angkat topi untuknya.

Koneksi internet di Chimera ini cukup kuat.Aku segera mendapatkan beberapa referensi yang aku butuhkan.  Aku tergoda untuk membuka ponsel androidku. 

Ini saatnya kirim sinyal SOS kepada orang yang kupercaya, aku mempertimbangkan kalau kukirimkan kepada mama dan adikku William, pasti terjadi kehebohan besar didalam rumah dan mereka justru di teror oleh kaki tangan Tuan Jonah yang ada di ibukota.

Pikiranku pertama kali langsung tertuju pada Adrian. 

Saat nanti dia bisa menangkap sinyal SOS-ku paling tidak berusaha untuk mencari koneksinya untuk menyelamatkanku, atau paling tidak bila aku mati disini, ada yang mengetahuinya.

Aku mendapat harapan tatkala menatap lingkaran hijau di nama Adrian. 

Pria itu kebetulan sedang online juga.

‘Yuhuu, Adrian, how are you?’ ketikku cepat. 

‘Hai…haaai, Moi.Aku kira kamu sudah lupa padaku.  Kabarku baik, Moi.Bagaimana kabarmu?’

balas Adrian segera.

Aku bersorak mendapatkan jawaban Adrian.Kini aku tak lagi terisolasi dengan dunia luar.

Aku tersambung dengan Adrian. Hal apa sebaiknya yang harus aku ceritakan padanya?  Apakah aku bisa menceritakan segala hal yang terjadi disini padanya?

‘Adrian, aku ingin bercerita banyak kepadamu.’

‘Ow, asikk.Aku juga, Moi.’

‘Serius Ad. Aku ingin memberitahukan sesuatu disini.’

‘Kondisi apa, kok serius banget, enakkan disana?’

‘Enak bagaimana?kondisi disini terpenjara, tak bisa keluar.’

‘Terpenjara ya nggak bisa keluar Moi…kalo keluarnya gampang itu bukan penjara,’ sahut Adrian, lalu mengirimkan dua buah emoticon tertawa.’Kamu melupakan ku apakah ada yang cakep disana?’

Pikiranku melayang, yang cakep?  Ada Henry, dokter Stephan, juga cukup tampan hanya saja pembawaannya murung dan lelah, Dragono yang macho.

‘Aku serius.Disini sama persis dengan penjara Alcatraz.’

‘Ah, penghuni nya pasti mafia, emang mafia nya sungguh adakah?’

Mafia disini? Ada, Adrian.  Pikiranku tertuju kepada Tuan Jonah.Tanganku terhenti di atas keypad.Beranikah aku menceritakan situasi disini pada orang luar Chimera?

‘Moi…typingnya lama amat, ada apakah?’ 

Sebelum aku sempat menggerakan jari-jariku membalas chat Adrian muncullah balasan, seolah dariku.

‘Jiaah, hahaha..kena deh kau, Adrian.’

‘Uuh, Moi. Aku jadi nervous tahu.’

‘Disini sangat asik, Adrian.Orangnya baik-baik.Makanannya enak, kerjaanku juga ringan.’

‘Siip deh.Aku turut berbahagia atas keberuntunganmu.Selamat menikmati pekerjaanmu deh.  Apa aku bisa berkunjung kesana?’

‘Sayangnya tidak boleh, Ad.  Orang luar tidak diperkenankan masuk ke sini.Dan disini gudangnya cowok cakep ganteng kaya raya.’

Mataku berair menatap percakapan yang terus bergulir, antara Adrian…dan entah siapa yang mengehack ponselku.keyboard androidku tidak bisa bereaksi atas ketukanku. Pikiranku langsung tertuju ke Jeff!

Jeff The Hacker!  

Aku masih mencoba-coba menekan keypad ponselku, namun satu hurufpun tak muncul dalam percakapan tersebut.

‘Tempatku bekerja ini dikelilingi laut.Aku bisa bermain di pantai selama yang aku mau.Gelombangnya juga cukup tenang.Kalau hobi makan kerang, di pantai sini banyak kerangnya.Besar-besar, ditemani teman baruku yang romantis Henry dan Vicko yang gagah, aduh terasa di paradise.”

‘Jiaahh, kalau tidak boleh berkunjung, jangan memanas-manasin begitu, doong,’  Adrian membalas.

‘Moi, kau bercanda atau apa, tak kusangka kau,’ emoticon menangis dari chat Adrian.

Muncul satu foto aku sedang berpelukan dengan Henry, seolah-olah aku mengirimnya!

‘Ok, Moi selamat berbahagia di sana’ balas chat Adrian.

Wajahku seperti ditarik kebawah, semburan panas memenuhi wajahku, dengan gemas aku bangkit berdiri dan setengah berlari aku ke ruang kerja Jeff.

‘Iyaa, ini meminjam wifi  kantor. Ok, udahan dulu ya Adrian. Aku harus kerja lagi.’

‘Ok..ok…sukses, Moira, sampai ketemu 5 bulan lagi.’ kulirik masih ada chat berbalas di androidku.

Saat aku kurang beberapa langkah dari ruang kerja Jeff, aku melihat androidku.Percakapan itu telah selesai. 

Aku membuka pintu dan menghambur masuk.

“Hei, Moi,” sapa Jeff sambil melirik.

“Sudah puas mengacaunya?” tanyaku gemas.

“Hei…kamu emosi begitu, Moi? Adrian, nggg…

pacar lamamu itu gaya ngobrolnya asik juga, hihihi.” ujar Jeff terkekeh-kekeh

Aku menarik napasku beberapa kali, mengatur amarah yang menggemuruh di dadaku. Aku mengerti Jeff sama seperti Dragono, kedua pria itu telah diperintahkan untuk mengawasiku secara ketat. Rasanya aku bisa gila.Aku tidak bisa minta tolong kepada siapapun. 

Semua aksesku keluar dipantau, bahkan dibajak.

“Adrian bukan pacarku,” ujarku. 

Jeff tahu kalau aku ketakutan disini, jadi aku harus tenang.Jangan biarkan ketakutan menguasaiku. 

“Kamu tidak berhak membajak akunku Jeff. Kamu tahu privacy kan?”

“Dan kau juga tahu, Moi, bahwa kau terikat kontrak pada negara ini, Nona?  Kamu lupa ya?  Alcatraz?Apa itu?  Kalau Tuan Jonah tahu kau menyamakan Chimera dengan Alcatraz, entah apa reaksi beliau. 

Kau juga tahu pasti kan, bahwa semua yang ada disini adalah rahasia negara.”

“Aku tidak menceritakan apapun pada Adrian. 

Apa aku tidak boleh juga say hello dengan temanku?”

“Say hello apanya? Kalau aku tidak cepat mengambil alih, entah apa yang mungkin kau ceritakan pada Adrian. Berani taruhan, kau pasti akan bercerita tentang duel Vicko padanya.”Nada Jeff meninggi.

Ucapan Jeff sungguh mengena di hatiku. 

Aku terdiam, tetapi hatiku mengakui, semula aku mau menceritakan segala kengerian Chimera pada Adrian dan mencoba meminta tolong bahwa aku terjebak disini.

“Aku tidak akan menceritakan hal ini kepada Tuan Jonah.Aku tak mau tanganku berlumuran darahmu, anggap saja ini rahasia kita berdua.Sekali lagi kau coba-coba kirim chat diluar, tentang keburukan Chimera, aku laporkan ke Tuan Jonah yang sudah sangat benci kepadamu. 

Jadi, bagaimana kau tetap membahayakan proyek ini atau kau mau gunakan otakmu untuk tetap bekerja disini?

Dan apakah saat ini kau mau berterima kasih padaku, Moi?”

Jeff bangkit berdiri dan melangkah memutari mejanya mendekatiku.

“Bisakah kau bayangkan tindakanmu ini membahayakan petinggi-petinggi di sini?Kalau sampai proyek ini terendus pers, masyarakat, penelitian yang ada disini bisa bubar.Bahkan tentu kau tahu, ada orang yang tidak berindentitas yang ternyata masih dipelihara di sini.

Akses internet ini militer punya Moi, ada di bawah departemen keamanan nasional, lalu chatmu membahayakan stabilitas negara, jendral Manton pasti dipecat, dan aku garansi keluargamu juga lenyap!”

“Jeff, aku sungguh tidak mengerti dengan segala sikap dan tindakanmu ini.Dimana nuranimu Jeff?Belasan orang mati disini, di arena duel. 

Apakah kamu akan diam saja? Segala uang berdarah itu masuk ke Tuan Jonah, apa sedikitpun nuranimu tidak terusik?”

Jeff mengangkat kedua bahunya. Sejenak kemudian ia melipat kedua tangannya di depan dada. Tubuhnya bersandar ke meja.Kakinya disilangkan.Ia membetulkan letak kacamatanya.

“Lalu, apa yang sebaiknya kau lakukan, Moi?

Minta tolong dengan pacarmu di ibukota?

Hahaha, bisa apa dia?” ketawa Jeff seolah memperkuat kebodohanku.

“Kita bisa keluar dari sini, Jeff.Dengan keahlian komputermu, kita bisa keluar dari penjara ini bersama-sama.”

“Bersama-sama?Sama siapa saja?Orang-orang sakit itu semua?” ujar Jeff pedas.

“Lalu?Apa maksudmu? Kita bisa mengajak yang lainnya untuk keluar dari sini bersama-sama.”

Jeff melepas kacamatanya dan mengucek-ucek matanya.Pria itu menatapku tanpa kacamata.

“Aku akui kamu cukup cantik, Moi.Mungkin kecantikanmu sanggup meluluhkan hati Henry dan Adrian, tapi aku tidak.Aku tidak akan terpengaruh oleh pesonamu.”

“Pesonaku?Apa?  Sialan, tak sedikitpun terbersit dalam pikiranku untuk merayumu, Jeff.Kamu jangan melecehkanku!” nadaku tinggi.

“Barusan kau berapi-api mengajakku keluar dari sini.Tidakkah itu berarti kau peduli padaku?Apa kau diam-diam menyukaiku?” senyum mengembang di wajahnya yang menjengkelkan bagiku.

Aku nyaris tersedak mendengar pertanyaan Jeff.

Sangat menghina sekali dia, karena menang posisi seperti sekarang ini.  

“Bagi aku sendiri, Chimera adalah surga.Di sini aku bebas melakukan segala yang aku mau. 

Aku juga aman terlindungi.  Kukira kau sudah tahu latar belakang kehidupanku kan?  Posisiku sudah kelas internasional dalam urusan meretas.

Berada di dunia nyata tak ada tempat untukku lagi.Nama baikku tercoreng karena keusilanku meretas situs vital negara.

Kalau di sini, aku bukan saja mendapatkan kepercayaan, aku juga berkuasa untuk mengawasi seluruh pulau ini.  Kamu orang psikologi, tentu paham benar, bahwa semua orang butuh tiga hal itu.  Rasa dipercaya, rasa berkuasa dan mendapatkan uang besar.”  Jeff menarik napasnya.“Tiga hal itu aku dapatkan disini, di Chimera.Jadi, mengapa aku harus keluar dari surgaku?”

“Sayang sekali Jeff, tanganmu terikat pada hal yang semestinya kamu tahu itu tidak benar. Semakin lama berada di sini, kamu  akan…”

Jeff melangkah dan berhenti tepat di hadapanku.“Akan apa?”

“Kamu akan sama seperti Tuan Jonah.Sadis, kejam, nuraninya mati.”

“Aku punya tujuan. Andai kita berada dalam satu tim…ah, tidak. Sekarang kamu balik kerja lagi sajalah.Atau istirahatlah, sudah malam sekarang.  Juga tidak baik bagi kita berdua kalau orang lain melihat kita berduaan di ruang kerjaku seperti ini selarut ini.” 

kata Jeff sambil mundur menjauhiku dan kembali ke meja kerjanya. 

“Kau tidak mengerti apa-apa, Moi.Kegiatanku mengawasi, bukan hanya kamu melainkan seluruh pulau ini.Selain aku dapat bonus bitcoin dari Tuan Jonah, bisa kuternak untuk bekal kebebasanku nanti, karena aku menurut pada Tuan Jonah tentunya aku diprioritaskan bebas nantinya. 

“Ya Jeff, aku tahu.” 

Aku membuka pintu.

“Lakukan tugasmu saja, dan jangan coba-coba mengeluh tentang segala sesuatu di sini.Hanya tinggal beberapa waktu lagi, dan kita semua akan bebas.”

Langkahku terhenti, “Kita semua akan bebas?”

Jeff tersenyum dan berkata, “Buktikan ucapanku, boss. Ya, kita semua akan bebas, tak lama lagi. Sekarang kamu kerjakan saja sebaik-baiknya pencatatan dan penelitian psikologimu. 

Aku yakin hidupmu akan menyenangkan nantinya. Kalau kau egois dan memaksakan kehendak, lihatlah karena ulahmu, rahang Dragono patah. 

Kerjamu harus sepadan.Berilah yang terbaik.Kerjakan tugasmu dengan baik.”  

Aku keluar dari ruangan Jeff.Otakku berputar-putar mencerna ulang segala ucapan Jeff. Kita semua akan keluar dari sini, tak lama lagi…

Jeff sangat dipercaya oleh Tuan Jonah, dengan kedekatannya, apakah Tuan Jonah memberitahu Jeff kapan proyek ini di tutup?

Chapter 18 Kebrutalan Vicko

Aku dan Mrs. Rose berjalan menuju ke ruang pemeriksaan.

Di situ nampak Tuan Jonah sudah siap di ruang pengamatan.

“Selamat siang, Tuan Jonah,” sapaku pada pemimpin tertinggi Chimera Project yang menatapku dengan…

eh, sepertinya dengan tatapan permusuhan?

“Hei Bocah, siang ini jadi kunjungan ke Vicko?”

Aku mengangguk, lalu berkata, “Sesudah ke Vicko lalu ke Leman Tuan Jonah.”

“Kami sudah menyiapkan prajurit. 

Tapi khusus untukmu, bocah, andai kau mau mati, 

aku tidak peduli. 

Mood swing Vicko tinggi, terlihat kalem tetapi bisa membunuh dengan dingin, hanya butuh 1 gerakan untuk mematahkan lehermu.

Dan aku tak peduli hal itu,

yang aku jamin hanya keselamatan orang-orangku saja. 

Kalau Vicko berulah kuhabisipun tidak ada masalah. 

Jika kalian disandera bahkan bisa kutembak semua.”

Mrs. Rose berdiri mematung, tak bersuara.

“Aku mohon maaf atas kejadian tempo hari, 

Tuan Jonah. 

Aku yakin Vicko tidak akan berulah. 

Bukankah dia bebas sesudah dua kali bertarung lagi ?” tanyaku.

Seperti kejadian sebelumnya, aku dan Mrs. Rose siap di ruang pengamatan, sambil menunggu Vicko dijemput.

Kami memonitor dari layar CCTV proses penjemputan Vicko.

“Tuan Jonah mohon maafkan aku. 

Kali inipun aku  ingin berbincang dengan Vicko secara pribadi, 

tanpa ada microphone ya, supaya Vicko lebih leluasa aku data.” pintaku kepada Tuan Jonah.

Tuan Jonah mendengus. “Terserah kamulah, Bocah!  Tapi aku juga punya satu permintaan Vicko di borgol pada kursinya, itu saja.

Supaya prajurit ku aman. 

Kamu paham kan?”

“Mrs. Rose, bolehkan aku hanya berdua dengan Vicko saja, nanti semuanyaaku tulis di laporanku.”

“Ok, Moi,” lalu Mrs. Rose mendekatkan wajahnya kepadaku, begitu lirih nyaris tak terdengar,  “Berhati-hatilah Moi, jaga jarak yang cukup dengan Vicko, walaupun dia diborgol di kursi, dia itu tetap berbahaya.”

Aku, Mrs. Rose dan Tuan Jonah melangkah ke ruang pemeriksaan, di sana seperti biasanya sudah disiapkan kursi dan meja.

Rupert dan Codi menggelandang Vicko, sementara Dragono siaga di belakang mereka mengiringi Vicko ke ruang pemeriksaan.

“Borgol di kursi lalu kalian keluar, biar bocah ingusan itu berdua dengan Vicko.” 

Tuan Jonah memerintah, kulihat Rupert dan Codi saling berpandangan heran.

Tuan Jonah, Dragono dan Mrs. Rose beranjak pelan dan berhati-hati meninggalkan ruangan.

Rupert dan Codi mendudukkan Vicko di kursi didepanku setelah memborgol kedua tangan Vicko ke belakang sandaran kursi, satu tangan satu borgol, mereka meninggalkan ruangan.

“Selamat pagi Pak Vicko, sekarang tinggal kita berdua di ruangan ini,” ucapku sambil tersenyum. 

“Mohon maaf Pak Vicko tidak bebas dalam bertemu Moira. 

Percayalah padaku, 

Pak Vicko, tidak ada alat pendengar atau penyadap apapun di ruangan ini. 

Jadi pembicaraan kita hanya kita berdua saya tahu.” 

“Tanpa perlu kata-kata pemanis, kau tahu kan 

aku percaya padamu atau tidak. Jangan buang waktu lagi. Apa yang kau mau dariku?” sergah Vicko. 

Aku menyiapkan berkas-berkasku. 

“Pak Vicko, semua ilmu yang aku dapat dari sini tidak akan kumasukkan dalam pencatatan laporanku semua. 

Aku tahu, ada hal-hal yang bukan untuk dikonsumsi umum atau atasanku. 

Jadi aku rahasiakan saja. 

Tapi demi keselamatan diriku dan keluargaku, 

ada beberapa hal juga yang terpaksa aku tulis untuk kemajuan penelitian.   

Pak Vicko tentu tahu, 

aku ini bicara jujur atau tidak, lihat saja ekspresi juga bahasa tubuhku. 

Aku tidak bisa berbohong atau menyembunyikan sesuatu dari Pak Vicko.  

Aku menjaga kepercayaan Pak Vicko padaku.”

“Kamu tahu kan, bocah, 

tidak ada gunanya bermuka dua padaku. 

Bisa berbahaya sendiri bagimu.”

Aku ingin memancingnya, 

“Moi ada dua pertanyaan satu pertanyaan untuk dilaporkan ke pusat, satu pertanyaan hanya untuk Moi saja.”

Vicko tidak bereaksi, tatapan matanya datar saja.

“Pertanyaan Moi yang umum ialah, bagaimana cara Pak Vicko meningkatkan kepandaian pak Vicko?”

Vicko terlihat tersenyum bahkan menahan tawa,

“Pertanyaanmu ini cenderung mengada-ada gadis, tapi aku hargai kau sebagai orang yang mempertahankan hidupmu disini, di tengah tuntutan pekerjaan, aku mau jawab dan menerangkan kepadamu supaya wawasanku bertambah,

aku mengkoordinasikan diriku sedemikian rupa, menempa diriku baik fisik, pikiran maupun mental.

Aku fokus, disiplin, tepat waktu, selalu membuat kebiasaan positif.

Aku membuat program harian yang harus kutepati.

Dulu waktu masih kuliah jam belajarku 5 jam, latihan fisikku 2 jam.

Saat aku sudah tidak kuliah aku selalu mengembangkan diriku.

Latihan fisikku kutingkatkan, aku seorang yang cakap menggunakan seluruh tubuhku, kau pernah dengar istilah ambidextrous?

Baik sisi kanan maupun kiri tubuhku sama baiknya dalam memukul, menendang, melakukan kuncian, membanting.

Itulah sebabnya dua sisi otakku bekerja maksimal baik kiri maupun kanan.

Itu penting untuk bertempur atau duel, tetapi juga penting untuk meningkatkan taraf kecerdasan.

Saat duel aku tidak membuang waktu sepersekian detik, untuk melontarkan serangan, setiap sisi tubuhku berfungsi baik dan penuh. 

Sementara untuk fungsi kecerdasan, plastisitas sinapsis ku terstimulasi dengan baik sehingga mudah menyerap ilmu pengetahuan.”

Aku tercengang mendengar penjelasan Vicko, 

sesaat kusadari mulutku sampai melongo, kukatupkan bibirku dan kucatat perkataan Vicko.

“Bagaimana cara pak Vicko menjadi ambidextrous pak?

Mengingat manusia punya kecenderungan untuk satu sisi saja.” tanyaku lagi

“Perlu dilatih gadis, setiap aku berlatih beladiri atau gym, maka sisi tubuhku yang lemah kuberi porsi tambahan sebesar 30% dalam dua tahun saja kemampuannya bisa sama, dan itu menunjang kemampuan otakku. Baik respon, proses berpikir, kreatifitas, imajinasinya.” jawab Vicko tenang.

“Terimakasih sekali pak Vicko mau berbagi pengetahuan.

Ini masuk ke catatan untuk kulaporkan sebagai bahan penelitian.

Nah sekarang Moi ingin bertanya pertanyaan khusus hanya untuk Moi sendiri yang tahu, sampai matipun tidak akan kubeberkan jawaban dari pak Vicko kepada siapapun.” lanjutku.

Vicko tidak menjawabku, tetapi ada sedikit sunggingan senyum di bibirnya. 

Aku menangkap sinyal senyumannya, 

jadi langsung kutanya, 

“Apa maksud pak Vicko memanipulasi test sehingga bapak dinyatakan psikopat, sudah itu saja pak Vicko pertanyaan dari saya.”

Vicko terdiam, tak bereaksi sesaat, sekilas terlihat bola matanya mengecil lalu terdengar suaranya, 

“Apa pentingnya bagimu gadis, kupikir kau bertanya tentang papamu, ternyata keingintahuanmu yang besar hanya tentang manipulasi tesku?”

“Bapak orang yang jenius, sangatlah tidak mungkin bermain-main dengan tes yang menimbulkan hasil yang melenceng seperti ini.

Psikopat bukan hal main-main pak Vicko, tersemat di diri pak Vicko.” jawabku sambil aku menatap wajahnya.

“Hmm, kau mau tahu kuberi tahu tapi dengan jaminan nyawamu gadis, kalau kau ingkari deal kita ini.

Kau tak akan luput dari keganasanku.

Selagi aku masih hidup, 

aku akan buru kau, walau kau di lubang semut sekalipun.

Aku memanipulasi hasil testnya supaya aku bisa masuk ke perlakuan khusus orang sakit jiwa yang bebas dari hukuman.

Di masa lalu aku perlu membalaskan kematian seseorang, bila jejakku terlacak, pilihan hukum yang dihadapkan padaku mungkin bisa bebas karena status psikopat ku.

Maka aku set hasil resmi seperti itu.

Aku memburu targetku dan berhasil membunuh orang tersebut, namun jejakku ketahuan. Ada yang membocorkan misiku.

Suatu saat bila aku keluar dari sini hidup-hidup, aku mungkin mau berhitung dengan orang yang membocorkan misiku.

Tentunya harus terukur dampak dan kemungkinan lolosku lagi.

Nah sesudah aku berhasil memanipulasi hasil test psikologiku, pengadilan berbicara lain, 

aku tetap di hukum mati, tetapi terselamatkan oleh campur tangan Jendral Manton.

Statusku sudah dieksekusi mati, tapi aku ditempatkan disini. Cukup gadis?” 

ulas Vicko.

“Siapa yang dieksekusi waktu itu pak Vicko?” tanyaku ingin tahu.

“Gadis, kau tanya aku siapa yang dieksekusi, 

hahaha…

mana aku tahu, itu cara negara menghilangkan sampah negara yang mungkin tidak tersentuh hukum. 

Konon kuburankupun ada dengan namaku disitu.

Maka dari itu kau semakin banyak tahu, akan semakin besar pula kau ikut dilenyapkan, kau cuma alat saja disini, sadari itu gadis!” tukas Vicko sambil memandangku tajam.

“Moi apresiasi kejujuran pak Vicko, bolehkah Moi tahu

pak Vicko, mengapa pak Vicko masih mau memburu orang yang mencelakakan pak Vicko?

padahal identitas baru akan diberikan oleh Tuan Jonah.

Saran Moi, lupakan saja pak Vicko dan maafkan perusak kehidupan pak Vicko.” kataku mencoba meredam dendam Vicko.

“Seperti yang kubilang tadi, aku masih perlu berhitung lagi, bila aku bebas nanti fasilitas yang diberikan Tuan Jonah kepadaku membuatku nyaman atau tidak, bila aku nyaman dan resiko tertangkapku besar maka aku tidak perlu memburu orang itu. Apalagi orang yang bakal aku buru ini dekat dengan kekuasaan.

Namun sebagai lelaki kadang soal harga diri dan dendam akan merusak semua perhitungan itu.

Hmm kau cukup tahu banyak cerita tentang masa laluku gadis, dan ini seharusnya tak kuceritakan padamu.” Vicko kembali menatapku lekat.

“Percaya pada Moi 

pak Vicko, Moi merasa seorang diri disini, rahasia pak Vicko kupegang selama Moi hidup.

Saat Moi melangkah masuk di pulau Chimera ini Moi sudah terperangkap jauh, seolah tidak ada jalan keluar, suatu hal yang berkait terjadi disini, entah apa itu.

Apa yang Bapak ketahui tentang apa yang terjadi disini?

Moi merasa ada konspirasi jahat yang membelit di tempat ini.  

Kita ini punya nasib yang sama Pak Vicko, 

Moi tidak bisa mundur atau pergi dari sini. Moi harus maju terus dan penelitian berlanjut.”

“Aku juga yakin kau dipilih untuk sesuatu tujuan.

Kau tahu dunia ini seperti cakra tubuh manusia, gadis. Ada masa yang akan menjelang menggantikan masa ini. Anak-anak yang berbakat akan semakin banyak. Merekalah nantinya yang akan memimpin generasi berikutnya. 

Kau dan aku bukanlah generasi baru tersebut.

Militer akan diambil alih semuanya. 

Kau paham maksudku? Peradaban baru selalu dimulai dari kehancuran. 

Dari Jepang, Jerman, Korea, Vietnam, mereka merasakan kehancuran dulu.

Kalau penelitian ini berhasil dan jatuh pada orang yang salah, maka kaulah penekan tombol kehancuran itu.” ungkap Vicko mengejutkanku.

“Moi? 

Mana mungkin pak Vicko, Moi adalah gadis yang baru lulus kuliah, di wisuda saja belum.

Lagipula sesudah kehancurannya, 

negara yang mengetahui potensinya segera bangkit.” aku sungguh terkejut, dan berusaha menyanggah.

“Apa kau memang merindukan atau mau menjadi bagian dari kehancuran dunia, gadis? Perpanjanglah masa damai di dunia ini, selama-lamanya kau ulur, bagaimanapun caranya.”

“Pak Vicko, revolusi industri membuat manusia menjadi pengangguran, internet menyatukan umat manusia, ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, justru itulah manusia tersingkirkan dan diperbudak oleh tehnologi.

Inilah saatnya generasi unggul manusia muncul untuk menjawab tantangan zaman.” sanggahku.

“Kau tahu percepatan gadis, deret ukur sudah jauh meninggalkan deret hitung, inilah ujung dunia.

Kau mempercepatnya akhir dunia gadis.

Tinggal selangkah saja manusia melawan mesin.

Dan hasilnya manusia kalah, seunggul apapun ia, walaupun ras manusia seperti Chimera project terwujud.”  Vicko memberikan argumennya.

“Menurut Moi yang salah disini adalah eksploitasi dari insan-insan yang berbakat pak Vicko, tujuan Chimera project bila digunakan untuk tujuan yang baik tentu membuat masyarakat mempunyai masa depan yang lebih baik lagi.

Ini untuk menjawab tantangan di masa depan baik dari segi militer maupun segi kemanusiaan.”

kataku mencoba menangkis kekhawatiran Vicko.

“Lalu bila Chimera project ini hanya dinikmati segelintir orang yang hanya ingin mengembangkan diri, memperkaya diri, 

ingin berkuasa bagaimana?

Tahu apa kau tentang militer? 

Tahukah kau bahwa para petinggi yang tampil damai saat berkumpul, mereka sebenarnya berebut kekuasaan?

Kau bisa apa gadis?

Berlutut dan memohon pada Tuan Jonah supaya hasil penelitian ini tidak disalahgunakan?” tukas Vicko berhasil membuatku terdiam.

Sejenak suasana hening lalu aku membuka mulutku, 

“Moi sudah berusaha pak Vicko mulai dari Mrs. Rose, dokter Stephan, Risty bahkan Tuan Jonah pun Moi lobby supaya membebaskan insan yang tidak selayaknya disini.

Ini memperburuk kondisi psikologis mereka semua.”

“Mana hasilnya gadis?

Percuma kan ?

Aku juga tidak punya apapun selain nyawa yang masih melekat di tubuhku.

Itu yang kupertahankan, 

ku motivasi diri supaya tetap hidup, aku selalu berpikir positif ada masa depan. Walau kenyataannya aku ini sebenarnya adalah orang mati.

Kau tahu kan betapa sulitnya mempertahankan motivasi positif ini?

Ya semua berawal dari pikiran.

Kekuatan pikiran.”

“Omong-omong gadis, mengapa kau berkalung flashdisk seperti itu?” sorot matanya tertuju flashdisk yang tergantung di krah bajuku.

“Inilah yang menjadi tanggung jawabku pak Vicko, supaya hasil dari penelitianku bergerak ke arah kemajuan berarti, 

salah satunya mengapa Moi bisa menjawab pak Vicko berdasar isi dari pengetahuan dari flashdisk ini.”

“Hmm, pantas saja, aku tahu kapasitas seorang sarjana psikologi, walaupun dia sangat pandai, tetapi saat ini kemampuan dan wawasanmu melebihi strata pendidikanmu.

Jawabanmu menunjukkan ilmu diluar yang kau pelajari.

Suatu saat aku punya harapan, bahwa flashdiskmu aku bawa dari lehermu, entah kau hidup atau kau mati.” ujar Vicko membuatku terkesiap.

Terasa darah seperti tertarik dari wajahku, 

wajahku terasa dingin, 

aku telah salah langkah!

Kejujuranku membuat petaka, mungkin saat aku beradu argumen mataku tanpa sengaja melirik flash disk yang tergantung di tubuhku, 

Vicko jeli tetapi dengan kuberikan penjelasan betapa pentingnya isi flashdisk ini, dia justru mengincarnya.

“Moi harap pak Vicko menghargai kehidupan Moi, Moi anak yatim dari seorang marinir dan gadis…

yang hanya mencari sesuap nasi disini.” aku mencoba meraih simpati Vicko walaupun nyaris tak mampu melanjutkan kalimatku karena kegentaran melanda diriku.

“Kau tahu apa tentang kehidupan? 

Saat aku pertama kali disini aku dibuat bulan-bulanan oleh para prajurit, dalam kondisi terikat aku dihajar oleh mereka.

Saat aku mulai di adu, mereka mulai hormat kepadaku, karena kemenanganku, dan Tuan Jonah menganggap aku asetnya yang berharga.

Dan kau, data apa yang kau butuhkan?  

Penelitian apa lagi yang kau perlu, hah?  

Teliti saja si Henry Wilkinson pesolek ganteng itu. 

Jangan bawa-bawa aku ke dalam mainan penelitian konyolmu itu. 

Kau dan semuanya ini sungguh membuatku muak!

Kau hanya diperalat, dan bila dunia lebih cepat hancur, kau ikut menanggungnya!” 

suara Vicko meninggi dan terlihat kegeraman di wajahnya.

Aku terkejut.  

“Cukup Vicko untuk hari ini. Saatnya balik ke selmu,” suara Tuan Jonah terdengar jelas melalui speaker ke dalam ruang pemeriksaan.

Rupert dan Codi segera masuk, membawa peralatannya diiringi raksasa gundul Dragono yang memegang pistol listrik.

Vicko melirik para pria yang baru masuk.  

Aku berdiri dari kursi dan menjauh dari kerumunan prajurit yang ingin mengamankan Vicko.

“Ayo jadikan mudah saja, santai dan balik ke kandangmu.” kata Codi sambil memegang bahu kiri Vicko.

Pria itu mengeraskan rahangnya dan menggeram, “Aku bukan binatang piaraan.  Ada saatnya kalian kehabisan darah!!”

“Habiskan darah kami, Vicko. 

Kalau kau mampu. 

Lakukan saja, kalau kau ingin kakiku menyapa mukamu,” ejek Codi santai.

Terlihat prajurit Rupert juga sudah memegang bahu kanan Vicko.

Aku terkesiap. 

Codi, tak seharusnya dia memancing  kemarahan Vicko.

“Buka borgolnya pelan-pelan Rupert, lalu kita pindahkan dia.” perintah Dragono seraya menimang pistol listriknya.

“Aku tak sabar melihat kau mati di atas arena duel, Vicko. Semoga kau tidak melenggang pergi, saat menang bertarung dua kali lagi.

Saat tewas mukamu pasti kuberi bonus ijakan untuk oleh-olehmu ke neraka, hahaha…,” Codi tertawa.

“Hmm taekwondoin banci kau ini, Codi. Aku hanya butuh 60 detik untuk mematahkan kakimu.” balas Vicko.

Aku melihat, sorot mata Vicko berubah. Kilat di matanya itu…itu kilat kebencian dan..penuh kewaspadaan. Siap siaga untuk apa? 

Pria itu mengatur suaranya dengan ketenangan menakjubkan, menjawab, “Ooh… jadi kau bosan melihat aku menang terus ya?”

Tiba-tiba kejadiannya begitu cepat, saat satu borgol tangan kanannya dibuka oleh Rupert, Vicko lebih menunduk untuk mengurangi pegangan Codi di bahu kirinya ternyata kaki kirinya meluncur kebelakang menendang pangkal paha Codi, penjaga sebelah kirinya. 

Codi terlempar di lantai. Badannya langsung meringkuk, kedua tangannya memegangi selangkangannya.

Codi mengerang-erang kesakitan di lantai tidak berkutik untuk bangkit lagi.

Secepat kilat tangan kanan Vicko yang sudah bebas dari borgol merebut senjata tonfa dari pinggang Rupert. Dengan sekejap mata, tongkat tonfa berkelebatan.

Plak!

Tonfa Vicko menyabet dan melontarkan pistol listrik Dragono.

Dragono terhenyak, belum sempat bereaksi sabetan tonfa Vicko menerpa dagu Dragono dengan keras.

Bletak!!

Kepala Dragono terdongak penuh keatas terkena sabetan tonfa,  

sesaat kemudian Dragono ambruk tersimpuh di lantai memegangi dagunya yang terkena sabetan tonfa.

Wajahnya menyeringai sangat kesakitan. 

Rupert maju menyerang dengan tongkat panjang.

“Instruktur beladiri militer kau coba lawan, majulah kecoa.” Vicko mendesis sambil menangkis serangan Rupert dengan tonfa.

Tuan Jonah masuk ke ruang interogasi dan mengacungkan pistolnya.

“Cukup Vicko. 

Kalau kamu ingin kepalamu pecah, 

silahkan lanjutkan aksimu!”

Vicko mematung, tangan kanannya yang memegang tonfa diangkat perlahan keatas dan tonfa dijatuhkannya, walau tangan kirinya masih terborgol di kursi, Vicko bisa membuat Codi dan raksasa Dragono terkapar.

“Ajari anak buahmu sopan santun Jonah.

Mereka harus belajar tentang adab hormat pada senior.” matanya menatapku dan Tuan Jonah bergantian.  

Sorot matanya  tajam, penuh kemarahan dan dendam. 

“Berbalik ke tembok, berlutut perlahan-lahan dan tangan tetap diatas Vicko!” 

seru Rupert sambil ancang-ancang siap memukul Vicko dengan tongkat kayunya.

Mrs. Rose datang bersama prajurit Doni, lalu Doni memungut pistol listrik di lantai dan mengacungkannya ke arah Vicko.

“Ayo Vicko menurutlah, jangan kau bikin kami main kasar.” ujarnya.

Vicko membelakangi Rupert dan Doni lalu, berlutut perlahan, tangan kanannya terangkat keatas sementara tangan kirinya yang masih terborgol di kursi menggantung disana. 

“Satu gerakan mencurigakan, kau tewas Vicko, tanganku sudah gatal menarik pelatuk pistol ini.” suara Tuan Jonah keras.

Dua prajurit datang lagi bersiaga dan membantu Rupert dan Doni meringkus Vicko yang berlutut di lantai.

Dragono memegangi dagunya, ada aliran darah di bibirnya, Dragono berusaha berdiri dengan susah payah, terlihat sangat kesakitan. 

Sementara Codi mencoba bangkit sambil bersandar ke tembok, sambil tetap memegangi pangkal pahanya.

“Bawa dia ke selnya, prajurit!” ucap Tuan Jonah tegas.

Kali ini Vicko patuh digiring Rupert dan Doni sementara dua prajurit mengikuti dari belakang, mereka keluar dari ruang pemeriksaan untuk mengembalikan Vicko ke selnya.

“Rose undang dokter Stephan untuk memeriksa Dragono dan Codi.” perintah Tuan Jonah pada Mrs. Rose, Mrs. Rose segera menyelinap keluar.

“Kau tahu kan bocah, ini akibat keteledoranmu sehingga Codi dan Dragono cedera.” kata Tuan Vicko geram kepadaku yang berdiri mematung karena shock melihat perkelahian sengit para pria.

Dragono duduk di bangku bekas diduduki Vicko, Dragono masih memegangi dagunya, sementara Codi juga duduk di kursi yang lain sambil menyeringai kesakitan.

“Hhhhhgggh sakit sekali…” ucap Dragono, kulihat tangannya yang besar sampai berkeringat, mungkin menahan sakit yang teramat hebat. 

“Ssssshh… uuuh aduuuh…” terdengar erangan Codi yang sampai terbungkuk-bungkuk di kursinya.

“Awas kamu, Vicko. Pasti akan aku balas kamu nanti,” Codi menggeram.

Dokter Stephan datang dan memeriksa Codi, sementara aku dan Mrs. Rose mendekati Dragono. 

“Ini sakit?” Mrs. Rose memegang dagu Dragono.

“Haaaaaaaah!!! Sakit!!!”, jerit Dragono mengagetkan.

“Kemungkinan retak atau patah rahangmu, biar nanti kuberi pain killer Dragono.

Nanti coba kita ronsen.” kata Mrs. Rose pada Dragono.

“Bila parah, besok ikut aku berobat di ibukota,” ujar Tuan Jonah.

Terdengar dokter Stephan berbicara kepada Codi , “Nanti kuberi analgesik, kompres es supaya tidak bengkak, lain kali pakai protektor yang lengkap, supaya tidak cedera seperti ini.”

“Dokter, Dragono perlu di ronsen, kelihatannya ada fraktur di mandibulanya.” kata Mrs. Rose kepada dokter Stephan.

“Harusnya kau saja yang jadi korbannya Vicko, bocah!

Gara-gara aku menurutimu, dua prajuritku terluka.” Tuan Jonah berkacak pinggang.

“Lain waktu kamu bertemu Vicko, dia harus terikat penuh. Aku tidak mau hal seperti ini terjadi lagi, Bocah! Aku tidak akan menuruti permintaanmu lagi.”

“Maafkan aku, Tuan Jonah, Moi pikir Vicko bisa berubah menjadi baik.” ucapku 

Tuan Jonah menggebrak meja pemeriksaan, melampiaskan kekesalannya, kemudian melangkah keluar ruangan. Codi turut keluar ruangan dengan langkah tertatih-tatih sambil berpegangan tembok.

Mrs. Rose membantu Dragono bangkit berdiri. 

Raksaksa itu tetap memegangi rahangnya. Dragono melepaskan pegangan Mrs. Rose dan melangkah keluar ruangan.

Mrs. Rose merengkuh bahuku, “Tidak menutup kemungkinan, suatu saat kamu bisa dihajar juga oleh Tuan Jonah, Moi,” ucapnya seolah ikut mengancam ku.

“Ya, aku tahu.” kataku lirih, aku berpikir Mrs. Rose kecewa kepadaku karena Dragono terluka.

“Ingat, pulau ini adalah wilayah kekuasaannya. Kamu harus mengikuti semua peraturannya. Saranku, main aman saja, Moi. Aku mendukungmu. Jumlah prajurit disini terbatas. Sementara Vicko itu sangat berbahaya.”

“Aku minta maaf, Mrs. Rose. Lain waktu aku pasti mengikuti apa yang diminta Tuan Jonah, khususnya Vicko harus diikat dan di dampingi prajurit, andai tadi Codi tidak memancingnya, Vicko tak akan semarah itu, Mrs. Rose.” aku mencoba berargumentasi.

“Kedalaman laut bisa terukur, dalamnya hati manusia, siapa yang bisa tahu, Moi?  Vicko sendiri sudah cukup lama sakit hati karena pelakuan semua orang disini kepadanya.

Sudahlah Moi, yuk kita lanjutkan penelitian kita.  Setelah makan siang kita ke tempat Leman kan ?

Nanti aku coba atur pengawalanmu, setahuku Leman tidak berbahaya seperti Rado atau Vicko.” ujar Mrs. Rose.

Aku mengangguk, “Semoga keadaan Leman cukup baik hari ini, tidak terganggu kedatanganku, dan tidak berulah.”

GLOSSARY

Ambidextrous adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan kedua tangan dengan sama-sama baik. Hanya sekitar satu persen dari semua orang di dunia yang secara alami ambidextrous (bersifat mampu menggunakan kedua tangan secara sama baik).

Plastisitas sinaptik adalah ketika otak terlibat pembelajaran dan pengalaman baru, akan terjadi interaksi dan jejaring baru pada hubungan sel-sel saraf di otak. Faktor yang menunjang plastisitas otak; stimulasi lingungan, stimulasi yang sering, motivasi dan konsistensi faktor yang dapat membatasi plastisitas otak; pengaruh dari lingkungan prenatal dan periode kritis selama postnatal 

Fraktur mandibula = patah dagu

Chapter 17 Mengurai konspirasi Jahat

Henry tampak sangat tergoncang, walau dia berusaha tegar, nampak dari raut wajahnya kecemasan.

“Henry, tenangkan dirimu, malam ini jangan dengar suara mereka, biarlah mereka merencanakan yang jahat.

Suatu saat pasti terbongkar.

Lagipula di sini keamanan tingkat tinggi.

Kita justru aman.” hiburku.

“Ya Moi, dan lupakan juga niat kita untuk melarikan diri, kita bisa mati konyol disini atau di tengah lautan.

Yang membuatku sangat terguncang kemampuan Alfa sangat hebat dan beberapa orang yang mungkin ada disini sudah bisa bertelepati.

Kemampuanku sudah menjadi biasa di antara mereka.

Ini gila Moi.” 

Aku tidak menjawabnya, memang sangat mengherankan Henry yang ahli telepati mempunyai banyak rival dengan kemampuan telepati disini, bahkan Alfa mengunggulinya. 

Sementara angan-angan kami semakin jauh, keinginan melarikan diri adalah hal yang konyol saat ini.

Aku berpamitan dengan Henry, pikiranku terbebani ucapan Henry tentang konspirasi jahat yang ada di pulau ini.

Orang yang disebut sebagai Alfa, nampaknya sangat kuat  kemampuan metafisikanya.

Entah apa yang akan dilakukannya, dan siapa teman-temannya menjadi misteri.

Aku berharap entah bagaimana caranya bisa segera pergi dari pulau ini, secepatnya.

***

Sore itu, setelah beristirahat, aku mengunjungi Ron.

Ron sedang asyik dengan gadgetnya di tempat tidurnya.

“Yuhuu Ron, bantu kak Moi yuk.” ajakku.

“Bantu apa kak Moi.” jawab Ron masih asik dengan gadgetnya.

“Ayo Ron, bantu kak Moi main air di kolam.” 

sahutku sambil menggandeng tangannya.

Ronald menurutiku, gadgetnya diletakkan dan mengikuti aku keluar.

“Kita jemput kak Angel ya, Ron.”

Karena kamarnya bersebelahan, 

maka kami segera masuk ke kamar Angel.

“Angel, selamat sore,” sapaku.

Seperti biasa Angel duduk di pojok kamarnya, di lantai.  

Aku berpikir apakah karena badan Angel yang hangat butuh lantai yang dingin untuk mendinginkan tubuhnya?

Angel mengenakan syalku di lehernya dan boneka Gonzo dipeluknya erat.

“Angel, kok duduk di lantai lagi, dingin loh. 

Nanti kamu masuk angin.”

Angel tak beranjak, pandangan matanya agak menunduk dan terarah ke tembok, 

hanya bulu matanya yang lentik dan tebal seperti boneka nampak bergerak naik turun.

“Moi dan Ron ingin mengajak Angel keluar, 

ayo kita main keluar, 

di kolam renang depan kamar, yuk.” 

rayuku sambil membantunya berdiri, 

sementara Ron sudah menyelinap keluar.

“Kolam renang ya Moi.” ucapnya datar, 

namun wajah Angel kulihat berubah,

matanya yang berbinar, menunjukkan Angel senang.

“Ganti dastermu dengan kaos dan celana pendek saja. 

Supaya kita bebas di air.”

Aku membantu mengeluarkan kaos dan celana dari lemari, 

tak lupa kubawakan perlengkapan ganti seperti daster, handuk dan sabun mandinya.

Sementara aku memasukkan pakaian Angel ke plastik.

Angel mengganti pakaiannya dengan gerak perlahan, memang aku harus sabar dengan geraknya yang lambat.

Beberapa waktu kemudian Angel menggenggam tanganku erat, telapak tangannya terasa hangat di genggamanku, 

kami berjalan menuju ke kolam renang yang berjarak 10 meter dari depan kamarnya.

Di ujungnya ada tempat kamar mandi terpisah pria dan wanita masing-masing satu kamar mandi.

“Sebentar ya Angel, tunggu disini.”

Aku melangkah ke kamar mandi wanita, 

menaruh tasku yang berisi pakaian dan tas plastik Angel di hanger kamar mandi.

Kolam renang ini berhadapan dengan kamar Risty,

Ron dan Angel sendiri, 

aku menyusul balik ke arah Angel berdiri mematung dan menunduk melihat air kolam.

“Aah, kolam renang akhirnya aku masuk kedalammu,” bisik Angel sambil turun ke dalam air perlahan.

Aku tertawa, “Kita sore ini main di sini ya, Angel.  

Airnya hangat kan? “

Kulihat Ron sudah loncat 

dan suara air berdebur dan muncrat kemana-mana saat ia terjun kedalamnya.

“Aku suka main air sebenarnya, 

walau letak kolam di depan kamarku,  

tetapi tidak ada yang mengajakku ke sini, 

selain kamu Moi.” 

kata Angel sambil matanya tertuju ke air yang menggenangi setinggi dadanya.

“Angel pegang tanganku, 

kita sama-sama tahan napas lalu jongkok lalu berdiri lagi. Ok?”

Angel tersenyum, “Siap.”

Kami berdua sama-sama jongkok, dan berdiri dengan cepat. 

Seluruh tubuh kami basah. 

“Sekarang aku pijat ya. Tubuh Angel agak kaku,  

biar lemas sedikit.” 

aku menggeser tubuh Angel untuk membelakangi ku, 

lalu mulai kupijat pundaknya, lengannya kugoyang-goyangkan dengan kedua tanganku untuk memperlancar sirkulasi darah.

Air kolam yang hangat terkena panas matahari membantuku melakukan terapi memijat otot Angel.

Angel diam, 

wajahnya menunduk.

Aku meneruskan pijatanku ke punggungnya, 

tubuhnya dari pundak, lengan dan punggung terasa kaku seperti kayu.

Aku ingin mengurangi penderitaan Angel.

Pemudi ini sangat berat beban di jiwanya.

Aku mengerti kesakitan batin Angel, 

Angel yang banyak di bully di masa lalu, kehilangan mamanya yang menyayanginya.

Papanya yang kasar dan tidak bertanggungjawab ikut membuatnya lebih terpuruk.

Angel punya perasaan sangat halus bahkan saat masuk ke masa lalu empatinya yang tinggi membuatnya terlibat menjadi diri seseorang yang ditelusurinya.

Angel mempunyai empati psikis yang sangat tinggi bahkan bisa masuk ke dalam dirinya.

Ah semoga terapiku berhasil dan Angel mendapat sedikit kebahagiaan.

Ron dengan kaos dan celana pendeknya yang basah kuyup beraksi lagi, ia naik lagi ke atas kolam, lalu terjun ke kolam renang dengan cara melompat setinggi mungkin.

Deburan air membasahi wajahku dan Angel. 

Ekspresi Ron begitu ceria. 

Sepasang kakinya mencipak-cipak air dengan kuat, terlihat energinya sangat besar.

Aku senang Ron bisa menyalurkan energinya dengan baik di kolam ini.

“Ayo kak Moi, kak Angel menyelam bersama, 

kita kuat-kuatan tahan napas” ucap Ron gembira. 

Anak itu berdiri berjinjit agar bisa bernapas di kolam yang dangkal.   

Tanpa ragu Ron menahan napasnya, lalu menekuk lututnya. 

Lalu menjejak kembali ke atas. 

Rambut Ron basah semua.

“Kak Moi, apakah kita punya bola? Tentu asik ya kalo bisa main bola, tangkap lempar disini.”

“Waduh Kakak nggak punya bola, asyik juga main lempar tangkap bola ya Ron, 

nanti kakak mau titip dengan Tuan Jonah.”

Dua jam kemudian.  

Aku, Angel serta Ron telah selesai mengganti pakaian basah kami. 

Aku melihat wajah Ron, dia nampak sangat bahagia, senyumnya selalu merekah, dengan handuk di atas kepalanya yang masih basah.Aku harap energi dan tekanan mental Ron yang besar bisa terbuang dengan kegiatan di kolam renang sore ini.

Ron seharusnya tidak boleh ada di tempat ini, 

aku mengharapkan kami semua bisa segera meninggalkan pulau ini.

Hanya…bagaimana caranya?

Sebuah ketukan langkah ringan yang khas di belakangku, membuatku menoleh.

“Hei, Mrs. Rose,” sapaku.

“Wah, asiknya yang habis main di kolam,” Mrs.  Rose tersenyum.

Ron tertawa.

Angel mengeringkan rambutnya dengan handuk, tatapan matanya tetap menunduk.

“Haha… iya, Mrs. Rose. 

Tadi seru main air di kolam renang sama Angel juga Ronald.” 

“Lalu, rencana mau observasi siapa lagi, Moi?”

“Hari ini cukup. Besok aku mau ke Risty ,Vicko dan Leman, Mrs. Rose.”

“Ok, pilihan berat. 

Soalnya Tuan Jonah akan ikut mengawalmu bertemu dengan Vicko, Moi.”

Kami sampai di depan kamar  Angel. 

“Angel balik ke kamar dulu.” kata Angel sambil membuka pintu kamarnya.

“Ok, Angel. 

Selamat beristirahat ya. 

Kapan-kapan kita main-main di kolam renang lagi.” kataku sambil menepuk pundaknya.

Ok, Angel, sampai besok lagi,” Mrs. Rose melambai.

Angel tidak menjawab, terlihat dagunya sedikit mengangguk lalu dia masuk dan menutup pintu kamarnya.

Setelah itu Ron juga masuk ke kamarnya.

Saat mereka masuk ke kamar, terasa menyakitkan di hatiku bahwa mereka tidak seharusnya disini, di tempat yang menyeramkan ini.

Aku berjalan lambat beriringan dengan Mrs. Rose ke arah depan, menuju kamar kami, 

“Seharusnya mereka tidak di tempat ini Mrs. Rose, bukankah tempat ini justru memperburuk kejiwaan mereka.”

Mrs. Rose tidak menjawab, dia berpaling sambil mengangguk pada dua prajurit yang berjaga.

“Kegiatan dengan Curly dan Ron barusan bagaimana Moi?” tanya Mrs. Rose mengalihkan pembicaraan.

“Ya biar mereka refresh 

Mrs. Rose, 

tubuh Angel kaku semua, terlalu banyak meringkuk di kamar membuatnya jadi seperti itu. 

Otot Angel sudah lemas sehabis kuterapi.

Sekarang tangan Moi yang pegal, tetapi Moi senang melihat Angel menjadi bersemangat.Capek ku terbayar dengan kebahagiaan Angel.” kataku sambil meregang-regangkan tanganku.

“Ron juga bahagia, Mrs. Rose, energinya yang besar tersalurkan di kolam renang.”

Malam itu aku tidak mau mengganggu Henry dengan kontak telepati karena ia butuh istirahat setelah kemarin malam dia diserang oleh Alfa.

Aku melewatkan malam dengan membuka laptopku dan mempelajari isi flashdisk.

***

Esok sesudah sarapan pagi aku dan Mrs. Rose mengunjungi Risty.

“Selamat pagi Risty, 

pagi suster Reina,” sapaku.

Risty sedang berbaring  matanya terpejam, ada papan untuk menulis tergeletak di dadanya yang tipis.

Risty membuka mata 

dan berusaha tersenyum.

“Pagi Moi, Mrs. Rose,” sahutnya lirih. 

Gadis ini nampak makin lemah dari kondisi terakhir saat aku menjenguknya.  Namun sepasang matanya tetap memancarkan semangat.

“Hallo Risty, aku datang lagi,” ujar Mrs. Rose.

“Hari ini kamu kelihatan lebih segar,” ucapku berusaha menumbuhkan semangat Risty.

 “Ya, syukurlah. 

Kondisi Risty ini lumayan baik,” sahut suster Reina.

“Ah, Moira akhirnya kita bertemu lagi, aku senang sekali bertemu denganmu, hai pemilik masa depan.” sapa Risty.

“Aku? 

Aku pemilik masa depan? Bisa saja kamu ini.

Lagi sibuk apa nih?” tanyaku menatap sebuah buku gambar beralaskan papan dan ballpoint di tangan Risty.

“Aku bikin buku, Moi.”

“Waw, keren.Dulu aku juga suka nulis.Bukan buku sih, tapi tulisan pendek artikel psikologi untuk koran lokal,” sahutku antusias.

“Dimuatkah?” tanya Risty dan Mrs. Rose bersamaan.

Aku tertawa dan mengangguk,

“Aku kirim 4 artikel, dan semuanya dimuat.”

Mrs. Rose menepuk pundakku 

“Hebaaat!Pernah nulis cerpen, Moi?”

Aku menggeleng, 

“Aku tidak bisa berimajinasi tinggi, apalagi yang romance-romance.”

“Kalau thriller bagaimana?” tanya Risty.

Aku tersenyum, 

“Aku tidak berani menulis yang begituan.  

Aku bisa ketakutan sendiri nanti, hehe….”

“Risty bukunya tentang apa?” tanya Mrs. Rose.

“Ini masuknya apa ya…

Ini buku banyak gambarnya, mirip komik, 

ini kisah tentang masa depan, Mrs. Rose. 

Gambaran masa depan umat manusia.”

Mrs. Rose berdecak, “Gambaran masa depan umat manusia?  

Wahh, ini fiksi atau non fiksi nih, Risty?”

Suster Reina menyetel ranjang Risty dengan remote sehingga posisi kepala Risty lebih tinggi dari kakinya.

“Hhhh..sungguh banyak yang ingin kutuangkan sebenarnya.  

Saat aku masih cantik, 

dan tubuhku berisi, 

banyak pemuda yang mengejarku. 

Kenangan akan mereka kadang terlintas dalam pikiranku.Tapi itu masa laluku, sekarang aku mengejar masa depan.” 

ucap Risty, matanya terlihat melirik ke atas, seolah mengingat sesuatu.

“I feel you, Risty. 

Masa muda adalah masa yang paling indah,“ 

ucap Mrs. Rose.

“Saat itu ada seorang temanku, 

kami saling menyukai. 

Dan saat aku sakit-sakitan seperti ini, oleh keluarganya, aku dianggap seorang gadis tanpa masa depan.

Beberapa bulan yang lalu kudengar dia sudah punya pacar lagi.

Jadi hubungan kami selesai.”

“Risty, 

engkau sendiri adalah masa depan, 

siapa yang tidak mau denganmu, 

sebentar lagi kamu pasti pulih, sehat, cantik, anak Jendral yang hebat.” 

ujarku menyemangatinya.

“Sebentar lagi aku akan menjalani operasi otak. 

Itu bukan operasi yang ringan. 

Ini operasi pertama kali di dunia yang di rahasiakan karena ini hak pasien.

Aku tidak mau mendahului, apakah aku bisa melaluinya dengan selamat atau tidak, sehat atau tidak, 

cacat atau sempurna.

Aku terlalu takut untuk berada di sana, di masa depan.”

Suasana terasa hening sesaat.

Kata-kata Risty seolah mengungkapkan kebingungan batinnya.

“Kalaupun probabilitas yang terjadi di masa depan adalah  terburuk, paling tidak ada yang bisa mengenangku, 

bila aku tiada nanti lewat buku ini,” ucap Risty memecah kesunyian.

“Sss…jangan bicara begitu dong, Risty. Kamu harus semangat.Kamu pasti bisa melalui operasi ini,” hibur Mrs. Rose.

“Jadi bukumu ini berdasarkan kemampuanmu menjelajah waktukah, Risty?” tanyaku.

Risty tersenyum, “Waktuku untuk menjelajah waktu tidak banyak, Moi. 

Dan tentunya aku tidak berani menulis apa adanya di buku ini. Seseorang yang tahu masa depan tidak boleh mengungkapkan apa adanya.”

 “Mengapa tidak boleh terus terang? Bukannya hal itu malah bagus, orang jadi penasaran tentang hal apa yang akan terjadi ke depannya. Bukumu bisa best seller nanti karena sangat akurat kebenarannya.

Kau bisa menjadi Nostradamus milenial.” ucapku.

“Hal itu sudah ada ketetapannya tidak tertulis, Moi.Kalau aku melanggar hukum itu, nyawaku adalah taruhannya.  

Dalam dimensi waktu aku tidak boleh mengatakan apa adanya. Di sana ada jembatan waktu Moi. Semakin aku apa adanya bercerita tentang masa depan, jembatan waktu itu memendek. Kalau semakin pendek jembatan itu, akulah yang kehabisan waktu di dunia ini.”

Aku baru mengerti mengapa Risty selalu menjawab  kasus-kasus yang diajukan padanya dengan simbol-simbol gambar bila diminta untuk melihat kejadian masa depan.

“Tapi saat ragaku kehabisan waktu, jiwaku ada di keabadian, Moi. 

Tidak ada awal dan akhir.Tidak ada batasan untuk waktu.Suatu dimensi yang indah untuk saat ini masih kunikmati dunia ini.”

Aku tercekat, insan berbakat disini sangat kompleks, kadang pikiranku butuh waktu untuk mencerna apa yang mereka ucapkan.

Bagiku Risty mirip filsuf, kata-katanya bagaikan filsafat.

“Dan kau Moi, 

kau adalah bagian dari masa depan, masa depan ada di tanganmu. 

Masa depan sedang dipertaruhkan, dan kamu ada didalam pertaruhan masa depan.

Aku pesan kepadamu Moi, probabilitas dari probabilitas atau peluang untuk mendapatkan peluang 

di saat kamu menyusuri lorong waktumu, 

bila pilihanmu benar… 

lorong waktumu panjang, 

bila pilihanmu salah… 

lorong waktumu pendek.

.Aku berharap pilihanmu benar.”

Aku terdiam belum bisa berbicara, perlu waktu lagi untuk mencerna kalimat Risty, akhirnya kuberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan, 

“Bagaimana supaya aku dapat memilih yang benar, atau pilihanku benar Risty ?”

“Mengapa manusia berbeda dengan mahluk lain Moi? Mengapa umat manusia masih ada?”Risty balik bertanya.

“Karena manusia memiliki keluhuran budi, yang didapat dari hati nurani.Keluhuran budi menciptakan etika, hukum dan berbagai produk hukum lainnya.

Hati nurani yang murni saat membuat keputusan yang berdampak kedamaian bagi sesama, ikutilah itu.

Bila keputusan itu bakal berdampak kerusakan, kemarahan, jangan diikuti.

Jangan tidak memilih atau diam, bergeraklah dan pilih pilihan yang paling minimal resikonya.Milikilah hati nurani yang murni, Moi.” 

lanjut Risty panjang lebar.

Aku kembali tertegun, 

Risty ini pandai berfilsafatpengalamannya menjelajah waktu ke masa depan membuatnya sangat dewasa.

Aku teringat saat berbicara dengan Vicko, aku mendapati Vicko orang yang genius yang selalu melangkah berpikir jauh tetapi irit bicara.

Namun dengan Risty ini terlalu banyak ilmu baru yang kudapat tetapi memusingkan diriku.

“Sayang sekali, andai kamu mau menuliskannya menjadi novel, pasti spektakuler,” ucapku.  

“Oh ya, Risty, aku tahu kamu putri dari Jendral Manton yang membiayai seluruh operasional Chimera ini. 

Mengapa Risty tidak meminta kepada papa untuk mempercepat penanganan sakit Risty, untuk segera dioperasi supaya sembuh dan tidak sakit lagi?”

“Hhh…semua ada waktunya, Moi. Waktunya belum tepat.Dan aku tidak boleh melalui jembatan waktu yang berujung pada nasibku, seperti yang sudah aku katakan tadi.Dokter yang mengoperasi mungkin belum siap.Tubuhku belum pada performa yang baik, semua ada momentumnya.

Aku baru mencari momentumnya.

Bila pilihanku salah dalam memilih waktu, itu bisa mempercepat memendeknya jembatan waktuku bahkan bisa meruntuhkan jembatan waktuku.Bisa jadi jembatan tersebut sangat sulit dilewati. 

Bila dipaksakan justru hal-hal yang buruk bisa segera menghampiriku, dan orang-orang yang harusnya kutemui di masa depan  terdampak. Peluang yang kudapat bisa jadi cacat permanen bahkan kematian mengakhiri perjalananku.”

Risty hari ini mampu mengucapkan kalimat-kalimat panjang.  Aku turut senang bisa berbincang lama. 

Aku menggenggam tangannya yang kurus.  “Mengenai buku itu Risty, bagaimana bentuknya bila Risty tidak boleh berkisah apa adanya, bicara tentang masa depan?”

“Bukunya isinya simbol-simbol gambarkah?” tebak Mrs. Rose.

Risty tersenyum, “Iya aku menggambarnya beberapa dalam bentuk komik,  

ada juga simbol disitu.”

“Judul bukunya apa, Risty?” tanyaku.

“Future Paranoid.” jawabnya cepat.

“Waahh, judulnya sungguh bagus sekali,” ucapku kagum.

 “Sudah selesai belum bukunya?” tanya Mrs. Rose.

“Hampir selesai, Mrs. Rose. Semoga sebelum aku pergi dari sini sudah selesai, 

saat selesai aku ingin memberikan copiannya pada pejuang dan pahlawan masa depan yaitu Moira, 

Moira Gepardi.”

Aku terharu, seorang anak Jendral pucuk tertinggi dari pulau Chimera menghargaiku, bahkan nama lengkapku dia hapal.

“Semangat Risty, kamu pasti bisa. Kalau ada sesuatu yang perlu aku bantu, aku mau bantu kok. Misalnya untuk mencari ilustrator sampul, editor naskah dan lain-lainnya.”

Risty menatapku.Tatapannya berbeda dengan tatapannya yang biasa.“Trims, Moi, untuk supportmu.  Aku memang butuh bantuanmu, juga bantuan Mrs. Rose. 

Tapi bukan seputar buku, apakah boleh?”

“Tentu boleh,“ sahut Mrs. Rose segera.

Aku menganggukkan kepalaku. “Mau dibantu apa, Risty?”

Gadis itu memejamkan kedua matanya.“Sekarang belum bisa aku katakan.Tapi nanti pada waktunya, aku pasti akan meminta bantuan kalian berdua, juga teman-teman yang lainnya.”

“Apapun itu, aku siap membantumu.Aku pasti akan hadir dan membantumu sebisa mungkin, Risty,” ucapku meyakinkannya.

“Semoga sebelum aku dioperasi, semua alurnya sudah jadi. Dan nanti Moira juga Mrs. Rose akan aku beri bukunya kalau sudah dicetak. Bukuku masuk ke genre science fiction jadi termasuk fiksi.”

“Boleh lihat bukumu, Risty?” tanyaku.

Risty mengangguk.

Aku mengambil buku di tangan Risty dan membuka-bukanya, walaupun aku tidak mengerti apa maksud dari gambar-gambarnya tetapi sepintas kulihat sangat futuristik, disitu ada gambar robot dan hubungannya dengan manusia, sketsanya sangat polos mirip sketsa anak berumur 6-8 tahun, tetapi disitu ada lompatan gambar yang asosiasinya membingungkanku.

“Wiiih keren. Gambarnya  sebanyak ini dan sangat bagus. Aku menulis pakai laptop saja kadang malas banget Risty.Hebat, semangatmu sungguh menginspirasiku, Risty.”

Mrs. Rose ikut melihat-lihat buku Risty.Gambar yang unik ada disana, bercampur dengan simbol-simbol. 

Aku belum pernah melihat karya seganjil itu, gambar-gambar yang sulit aku cerna maknanya secara sepintas.

“Risty bolehkah aku meminta padamu ?” pintaku kepadanya.

Risty melirikku, “Minta apa Moi, semoga kopian buku ini kuserahkan padamu dalam beberapa hari lagi.

Kau juga bisa bertanya kepadaku soal papamu, asal kau bawakan sesuatu barang yang berhubungan dengannya.”

Aku terbelalak, aku rasa Risty sangat tahu keinginanku bertanya tentang bagaimana kondisi papaku, lagipula beberapa hari lagi Tuan Jonah datang membawa titipan ku.

“Bukan itu saja Risty, aku sangat menghargai bantuanmu, dan satu hal lagi yang kupinta, mintalah pada ayahmu Jendral Manton supaya insan disini dibebaskan, mereka butuh pendampingan dari psikolog dan psikiater di masyarakat.”

Risty terdiam, matanya seolah menerawang, lalu dia menjawab dengan perlahan, “Papa Manton dulu memelihara burung banyak sekali.Burungnya dalam satu kandang besar berukuran seperti kamarku ini, suara burung tersebut saat berkicau seolah lagu sedih bagiku.Karena aku kasihan pada mereka maka kuputuskan untuk membuka sangkarnya supaya mereka mendapat kebebasan.

Tahukah apa yang terjadi?

Beberapa hari kemudian bangkai mereka aku temukan di sekitar rumahku, dekat pepohonan rimbun depan rumah, di teras, ada juga yang seolah ingin kembali ke kandangnya.

Jadi mereka tidak mampu hidup di alam bebas, Moi.

Seperti yang kubilang semua ada momentumnya Moi, tidak sampai satu purnama setelah hari perayaan si manis, niscaya kebebasan sejati diperoleh.”

Aku kebingungan arah pembicaraan dan arti dari omongan Risty tersebut.

Tiba-tiba kulihat mata Risty membelalak keatas.

Tubuh Risty merosot dari bantalnya.Ballpointnya lepas dari tangannya.Tangannya kulihat bergerak-gerak kecil.

Suster Reina menyeruak ke ranjang Risty.

“Risty kelelahan berbincang-bincang dengan kalian,” ucap suster Reina, sambil menekan tombol darurat di dinding.

“Aduh…maaf….maaf….,” kataku menyesal.

“Maaf, Ms. Moira dan 

Mrs. Rose, suhu tubuh Risty naik lagi. Demam mulai menyerang.Aku sudah memanggil dokter Stephan untuk datang. Maaf, Risty  sekarang harus istirahat.” ujar suster Reina sambil memasang masker oksigen.

Mrs. Rose memegang nadi Risty dan melihat panel-panel di layar monitor.

Wajahnya tidak memancarkan kecemasan, karena mengetahui kondisi Risty masih bagus.

Risty terlihat membuka matanya lagi lehernya yang terkulai mulai terangkat, matanya melirik kami.

 “Ooh, ya.Maafkan kami ya Risty, maaf Suster Reina,” ujarku dengan rasa bersalah.

“Okay, Risty cantik, aku pergi dulu ya.Besok-besok aku datang lagi.Semoga bukunya segera jadi ya.  Selamat beristirahat,” ucap Mrs. Rose.

 “Istirahat dulu Risty, nanti bisa sakit lagi,” Suster Reina mengingatkan.

Tangan Risty melambai pada kami yang beringsut keluar, sementara dokter Stephan datang dan melihat kondisinya.

Aku melangkah keluar dari kamar Risty. 

Aku berpikir tentang Risty, gadis itu terkadang nampak lemah serta rapuh. Sekaligus terkadang nampak tenang,  cerdas serta ahli berfilsafat,

sulit menggambarkan perasaanku tentang Risty ini.

Gadis itu rasanya tahu lebih banyak segala hal di Chimera ini, hanya saja ia tak bisa mengatakannya padaku, karena sebuah alasan yang aku tahu, yakni hal itu bisa mengurangi umurnya.

“Moi, untuk kunjungan ke Vicko besok, 

aku mau mengingatkan kamu. 

Vicko itu orang yang berbahaya. 

Menurutku, 

sikap kamu yang memilih hanya berdua saja dengan Vicko itu kurang tepat,” 

ujar Mrs. Rose.

“Mrs. Rose kan tahu, 

untuk hubungan psikolog dan klien harus ada privacynya.”

“Iyaa, Moi.  

Tapi Vicko itu bukan klien biasa.  

Dia ahli bela diri, dan jangan lupa…dia adalah jagoan duel dalam enam belas kali duelnya. 

Artinya, dia sudah terbiasa membunuh orang.  

Kami mengkuatirkanmu.”

Aku memaksakan seulas senyum di wajahku, sambil berpikir bahwa strategiku ialah menjalin kepercayaan dengan Vicko, 

mencoba untuk mengorek data dari Vicko sebanyak mungkin, karena aku tidak tahu dan bimbang siapa yang layak dipercaya, 

selain Henry.

“Trims. Mrs. Rose. 

Aku akan lebih berhati-hati.” jawabku.

Aku kembali ke kamarku sambil mendapat sedikit semangat bahwa akses untuk bertanya tentang kondisi papaku di masa lalu dengan Angel, atau kondisi masa depan papaku dengan Risty sudah di depan mata, tinggal beberapa hari lagi saat Tuan Jonah membawa saputangan papa.

Chapter 16 Ketakutan Henry

Di depan sel Henry 

kulihat Dragono telah berdiri di sana,

beserta dua prajurit.

Dragono membuka sel Henry, 

sesaat kemudian Henry bersimpuh di kaki Dragono, 

dia menangis sambil memeluk kaki Dragono.

“Prajurit mohon keluarkan aku dari sini, tolonglah aku…” terdengar Henry melolong sedih.

Aku tercekat, 

belum pernah Henry selemah ini mentalnya, 

apa yang membuatnya histeris di tengah malam ini?

Mrs. Rose dan dokter Stephan mendekat, 

reaksi Henry berikutnya sungguh menyayat hati, 

dia meraih kaki dokter Stephan sementara tangannya yang satu memegang  salah satu telapak kaki Mrs. Rose, tubuh Henry sebagian berada di lantai bersimpuh.

“Dokter hu..hu.. 

aku tidak mau di pulau ini lagi, 

tolong keluarkan aku dari sini…

Mrs. Rose tolonglah aku…”

suara Henry terdengar mengiba-iba.

“Tenang Henry, 

ayo bangunlah,

tidak usah bersujud begitu, 

lantainya sangat dingin malam ini.” 

kata dokter Stephan sambil menarik lengan Henry untuk berdiri.

Di bantu Dragono, 

dokter Stephan mendudukkan Henry ke ranjangnya, 

lalu dokter Stephan duduk 

di samping Henry.

“Moi, kau boleh tidur lagi, biarlah Henry kami tangani.” pinta Mrs. Rose sambil memeluk pundakku dan menggiringku pergi balik ke arah ruang depan.

Aku meninggalkan ruang belakang, 

sambil masih menoleh ke arah sel Henry, 

kulihat badan pria ganteng itu gemetar.

Henry sangat ketakutan!

Malam itu tidak bisa kulewati dengan tidur lelap, 

bayangan akan kengerian, teriakan Henry seolah mengusik jiwaku.

Ada apa dia sampai mengalami histeria seperti itu ?

Aku belum berani mengkontak dia lewat telepati, takut masih terganggu mentalnya.

Subuh menjelang, 

hawa sejuk pagi hari  membuatku tidak nyaman karena efek kurang tidur,

aku membersihkan badanku, supaya sewaktu-waktu aku bisa segera beraktivitas.

Terdengar suara pintu sebelah kamar berbunyi,

kamar Mrs. Rose.

Aku keluar dan melihat Mrs. Rose sedang menggerakkan badannya senam ringan.

“Selamat pagi Mrs. Rose.” sapaku.

“Pagi Moi.” jawab Mrs. Rose sambil tetap melakukan senam.

“Bagaimana kondisi Henry Mrs. Rose ? 

Apa yang terjadi dan apa sudah tenang tadi ?” 

aku sudah tidak sabar lagi ingin mendengar cerita Mrs. Rose.

“Diagnosanya Skizoprenia.” 

jawabnya pendek, 

sambil tetap melakukan senam.

“Pagi Moi.” 

terdengar suara dokter Stephan di sampingku.

“Oh dokter bagaimana kondisi Henry ?” 

tanyaku langsung to the point.

“Dia baik-baik saja Moi, sudah diberikan haloperidol dan diazepam oleh 

Mrs. Rose, 

mungkin sekarang sedang tidur.

Kitanya yang terlanjur bangun dan tidak bisa tidur lagi.

Ya anggaplah menghirup udara pagi.” jelas dokter Stephan sambil mengusap rambutnya yang berombak.

“Mari masuk saja ke ruangku Moi, mumpung belum di bersihkan oleh pak No.

Biar Mrs. Rose olahraga dulu.

Nanti nyusul ya Mrs. Rose.” kata dokter Stephan sambil menunjuk ke ruang kerjanya yang di depan kamarku.

Mrs. Rose memberi tanda ‘ok’ dengan jarinya, 

sambil loncat-loncat kecil.

Aku memasuki ruang kerja dokter Stephan, ruang medis yang cukup luas setara 10x kamarku, bersebelahan persis dengan kamar dokter Stephan sendiri.

Akses membukanya juga dengan elektronik memakai pindai jari tangan.

Ruangannya seperti klinik rumah sakit, 

peralatan medis banyak terdapat disini.

Ada dua pintu di kanan dan kiri.

Satu pintu terhubung langsung dengan dengan kamarnya, satu pintu lagi terhubung dengan ruang laboratorium tempat pak Anton bekerja.

“Duduklah Moi, 

bagaimana kabarmu, kerasan ya disini ?” 

tuturnya lembut.

“Ya, lumayanlah, 

dokter Stephan.

Baru semalam, 

Moi berpikir ingin berkunjung ke ruang kerja dokter, 

eh kok pagi ini sudah ada di tempat ini.” 

kataku sambil tersenyum.

“Nah itulah yang dibilang chemistrynya dapat.

Memang ada perlu apa 

kok Moi ingin berkunjung kesini?” tanya dokter Stephan sambil minum dari cangkirnya.

“Terus terang saat Moi presentasi kemarin, 

Moi teringat keberadaan dan profesi dokter Stephan disini sangat beresiko dan dilematis.

Moi berpikir bahwa dokter Stephan bisa berbuat lebih untuk misalnya menghimbau tuan Jonah tidak mengadakan pertarungan kematian lagi disini.”

Dokter Stephan terdiam, 

wah,

aku terlalu berani untuk menanyakan hal yang sensitif ini kepadanya.

Nampak dia berusaha menenangkan dirinya sebelum menjawabku.

“Begini Moi, 

kamu seharusnya mengetahui posisiku,

aku adalah anak angkat jendral Manton, 

itu pak Anton farmasi juga anak angkatnya.”

Ternyata banyak sekali yang berhubungan relasi dengan Jendral Manton disini, Ariesty anaknya, dokter Stephan dan pak Anton ternyata anak angkatnya, pikirku.

“Aku anak yatim piatu yang sejak berumur 8 tahun sudah dibiayainya, 

sampai akhirnya ibu angkatku Mayjend Emba punya anak yaitu Risty, 

maka aku sangat berhutang budi kepada mereka.” 

lanjut dokter Stephan.

Aku yang gantian terhenyak, ternyata atas dasar 

balas budi dokter Stephan ada di pulau ini, 

aku memanfaatkan perkataannya untuk kubalikan kepadanya, 

“Justru itu 

karena jendral Manton adalah ayahmu, 

bisakah tidak ada pertarungan hidup mati disini?”

“Itu kewenangan dari 

Tuan Jonah sebagai pengelola pulau ini Moi, 

lagipula saat pertarungan aksesku keluar dari ruangan ini langsung ditutup oleh Jeff, 

sampai pertarungan selesai.”

jawab dokter Stephan sambil menghembuskan nafas panjang.

“Dokter tidak adakah yang bisa dilakukan? 

Kalau hanya cedera, 

bisa dirawat di sini, 

tidak ada kematian lagi.

Lagipula butuh dua kematian lagi supaya Vicko bisa bebas dari  sini.” 

pintaku kepadanya.

“Secara profesi benar Moi, seorang dokter 

bahkan 

Mrs. Rose yang di cabut izin psikiaternya…

seharusnya kita baik dokter maupun psikiater harus mengutamakan kemanusiaan dan menolong manusia.

Justru itulah aku di kurung disini saat pertarungan, 

dan sampai ada korban yang… 

meninggal.

Setelah jejak pertarungan bersih, 

tanpa bekas.

Entah bagaimana caranya mereka memperlakukan mayatnya, 

aku juga tidak mau tahu.

Barulah dibuka akses kamarku dan ruangan ini.

Aku tidak bisa ikut-ikutan dan tidak mau tahu.

Bisa-bisa aku juga dipecat dan lenyap dari dunia ini.

Dan mohon apa yang kubicarakan ini intern aku dan kau Moi.

Sekarang bolehkah kita tidak membahas hal itu ?”

“Oh ya, 

maaf dokter Stephan, 

jika Moi banyak bertanya.

Bagaimana tentang Henry semalam apa yang terjadi ?

Mengapa dia sampai histeris?”

aku mengalihkan topik karena nanpaknya 

dokter Stephan sudah 

tidak nyaman lagi dengan hal yang berhubungan tentang pertarungan.

“Mungkin dia phobia tempat sempit bisa juga menimbulkan skizoprenia, coba nanti siang atau sore kau jenguk dia.”

“Seberapa parah dokter? Bisakah dia sembuh?” tanyaku was-was.

“Ya asal diobati dengan baik tidak masalah, prognosa nya dia bakal baik.

Nanti saat Tuan Jonah balik ke ibukota biar dibawakan obat psikotropika untuk mengobatinya.

Mari pak No, 

silahkan dibersihkan, 

kita tunggu diluar saja yuk Moi.”

Pak No ternyata telah berdiri di depan pintu masuk membawa sapu 

dan peralatan bersih-bersih dalam satu ember.

Wajahnya menunduk seolah tidak merespon ucapan dokter Stephan,

tetapi tangannya mulai bekerja, 

menyapu lantai.

“Oiya pak No, 

besok bikinkan lagi 

teh hirtaenya ya.” 

pinta dokter Stephan sambil menunjuk cangkirnya.

“Ya, teh hirtae ya.” jawab pak No menunduk sambil tetap asyik menyapu. 

“Apa itu teh hirtae dokter? ” tanyaku sambil keluar ruangan, 

sementara dokter Stephan melangkah di depanku.

“Oh itu teh herbal, 

saya kan ada asma, persediaan efedrin habis, oleh pak Johno dibuatkan teh herbal, 

bahannya ada di sekitar pulau ini.” 

jelas dokter Stephan sambil tersenyum.

“Pak No memang berbakat meracik herbal ya dokter.” kataku kagum.

“Ya begitulah…

Semua ada kelebihannya, dibalik kekurangan pak No dia sangat berbakat.

Ahli meracik herbal, kebersihan tempat ini terjamin, semua barang letak dimana dia hapal, 

bahkan semua alat medisku bila letaknya tidak pas, 

dia yang mengembalikannya persis pada tempatnya.

Belum lagi masakannya enak 

dia pintar main bumbu.” 

kata dokter Stephan sambil duduk di lantai.

Aku tersenyum, 

kulihat Mrs. Rose terengah-engah dalam melakukan olahraga, pinggangnya dipegangi sementara kaos yang dipakai terlihat basah.

“Sudah istirahat dulu Mrs. Rose satu jam lagi kita makan ya.” 

seruku pada Mrs. Rose.

Mrs. Rose melambaikan tangannya, lalu balik ke kamarnya.

“Moi balik dulu dokter Stephan, 

terimakasih atas pembicaraannya pagi ini.” Aku berpamitan pada dokter Stephan.

Sekitar satu jam kemudian aku dan Mrs. Rose menikmati sarapan pagi di ruang makan.

“Mrs. Rose bagaimana kondisi Henry tadi malam?” 

aku memulai percakapan.

“Aku dan dokter Stephan menanganinya sampai membaik lalu tertidur, 

sekitar dua jam kami di selnya mendampingi dia.

Dia mengalami halusinasi berat seolah ada yang menyerangnya, 

padahal tidak ada siapapun di selnya.

Dia sampai terjatuh, 

untung kepalanya tidak terantuk lantai. 

Lututnya saja yang sedikit lecet.”

Aku merasakan betapa menderitanya Henry, sementara Henry mengalami serangan entah apa bentuknya, 

dokter Stephan dan Mrs. Rose justru mendiagnosa skizoprenia.

Aku ingin bercerita tentang apa yang terjadi selama berhari-hari Henry tidak tidur nyenyak, 

memantau adanya lalu lintas telepati yang berisi adanya konspirasi jahat.

Namun, hal ini membuka rahasiaku bahwa kami intens bertelepati.

Lebih baik aku tetap bersandiwara bahwa tidak berkontak dengan Henry lewat telepati karena merugikan diri sendiri dan juga Henry.

Bisa-bisa aku dan Henry diinterogasi oleh 

Tuan Jonah, Dragono maupun 

kaki tangannya.

“Ah, semoga Henry cepat sembuh ya Mrs. Rose.

Nanti siang coba kujenguk dia…

Tapi tidak hilang ingatan atau tiba-tiba agresif kan Mrs. Rose ?” tanyaku kuatir.

“Tidak, 

tidak apa-apa kok, 

tadi kami juga pelajari CCTVnya 

apa yang terjadi di sel Henry sehingga dia bisa histeris, tapi tidak ada yang aneh kok.

Tiba-tiba saja dia terjatuh.

Lalu berteriak-teriak seperti histeris.

Sudah itu saja kejadiannya.” jelas Mrs. Rose membuatku lega.

Aku terdiam, 

teringat candaan Henry semalam hanya dalam waktu kurang dari satu jam 

dia sudah menjadi histeris, dianggap skizoprenia.

Hmmm, 

pasti terjadi hal 

yang mengerikan menimpa dirinya.

“Moi, jangan melamun ada apa kau ini ?”

kata-kata Mrs. Rose mengagetkanku.

“Ah, tidak Mrs. Rose…

Moi tadi cuma membayangkan andai Moi selesai bertugas disini, 

terus Moi pulang ke rumah. Mama tentu senang sekali bertemu denganku lagi. 

Kita bisa masak bareng, 

bisa jalan-jalan bareng. 

Bisa belanja baju bareng…

itu menyenangkan sekali bukan, Mrs. Rose.” 

aku mengelak saat ditanya soal melamunku.

“Ah, Mrs. Rose. 

Maafkan aku, 

aku jadi ingin bertanya, 

kita kan sudah amat dekat…

Bolehkah Moi bertanya hal yang private tentang Mrs. Rose…” 

aku mengubah arah pembicaraan dengan mengajukan pertanyaan.

“Tanya saja Moi, 

aku tak apa-apa, 

apa yang harus dirahasiakan dari diriku?” wajah Mrs. Rose terlihat tegang.

“Ngg..maksudku, 

Mrs. Rose dimataku sangat fashionable juga menarik.

Mrs. Rose apakah punya kekasih, suami atau anak? Apakah…” 

aku bertanya tetapi tergagap juga.

“Aku dulu punya suami.Sekarang aku tak punya keluarga bahagia sepertimu yang menunggu kepulanganku,” bisiknya lirih.

“Dulu?”

“Ya dulu, delapan tahun yang lalu. 

Pernikahan kami bahagia, Moi.  

Aku menikah saat umurku 27 tahun dan aku sudah buka praktek sebagai psikiater.  Setahun menikah, 

kami belum juga dikaruniai anak. 

Melalui pemeriksaan medis, 

akhirnya diketahui akulah yang sulit mempunyai keturunan.  

Hatiku hancur walau suamiku menyatakan tetap menerimaku apa adanya.”

terlihat kesedihan di wajah Mrs. Rose saat bercerita.

“Lalu mengapa sekarang berpisah?” 

tanyaku penasaran.

Sorot mata Mrs. Rose sendu tetapi ia tetap melanjutkan kisah hidupnya,

“Enam tahun setelah pemeriksan medis itu, 

aku merasakan bahwa suamiku menjadi berbeda dan makin jauh dari hatiku. Intuisiku sebagai wanita berdering. 

Suatu hari saat suamiku bilang akan pulang malam karena ada pertemuan klien, aku justru datang ke kantornya pada jam yang katanya ia ada di luar kantor.”

Suara Mrs. Rose bergetar, “Saat aku buka pintu ruangan suamiku, …

seperti kisah sinetron rasanya, 

suamiku dan sekretarisnya sedang  ah, 

kamu tahulah, Moi.”

“Making lovekah?” tebakku.

Mrs. Rose mengangguk.“Aku marah sekali. 

Dan puncak dari kemarahannya ialah, 

suamiku yang seharusnya mengaku bersalah justru 

dia marah-marah dan menamparku.  

Bayangkan, Moi. 

Sudah selingkuh, 

tapi dia malah menampar aku. 

Luar biasa bukan?

Amarahku memuncak.Tanpa bisa aku cegah, energiku naik berlipat ganda membuat barang-barang yang ada di sana bergerak dan terlontar menimpa kedua mahluk bejat itu.”

“Meninggalkah?” bisikku.

Mrs. Rose menerawang lalu menjawab

“Tidak, suamiku dan wanita jalang itu selamat. 

Mereka cuma luka-luka.

Luka cukup berat, beberapa barang ada yang menghujam ditubuhnya, sehingga harus dioperasi dan dijahit, supaya darah berhenti mengucur.” 

“Lalu?” kejarku sambil membayangkan betapa mengerikan dampak kemarahan seorang Mrs. Rose sang psikokinetik.

“Setahun kami berperang di pengadilan. 

Beruntung pengacaraku bisa membuat pengadilan tersebut tertutup, 

tidak ada wartawan 

atau umum yang bisa mengikuti, 

karena termasuk konflik rumah tangga.

Dalam persidangan akhirnya aku dinyatakan tidak bersalah. 

Dengan alasan saat itu aku mengalami 

temporary insanity.” 

jawabnya.

“Kegilaan sesaat,”  balasku.

“Namun ijin psikiaterku dicabut.”

Mrs. Rose menarik napas dalam-dalam. 

“Dengan alasan negara ingin agar aku diteliti,  

aku dikirim ke sini.  

Sebagai imbalannya,

aku menjadi psikiater di tempat ini.  

Sudah satu setengah tahun  aku dipekerjakan  di sini.  Sewaktu aku melewati masa-masa rapuhku, 

aku mendapati kekuatan metafisikaku tumbuh karena terpicu efek traumatis akut.

Lalu kulatih terus hingga kemarin, 

qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq?”

“Bagaimana cara negara bisa mengetahui Mrs. Rose mempunyai kemampuan psikokinetik padahal pengadilan tersebut tertutup ?” tanyaku penasaran.

“Moi, intelijen negara kita cukup baik, 

siapa Intel di sekeliling kita, kita tidak tahu.

Untuk kasusku, 

mungkin dia bisa jadi hakim, jaksa, atau panitera kejaksaan, atau pengacaraku sendiri?

Siapa yang tahu?

Di masyarakat, 

intelijen bisa jadi siapa saja, 

dari sopir taksi, petugas telpon, yaa… namanya juga Intel.

Jadi melenceng Moi pembahasannya.” 

kata Mrs. Rose sambil membenahi gagang kacamatanya.

Aku sungguh tak mengira, kami berdua bisa duduk berdua dan berbicara dari hati ke hati seperti ini. 

Mrs. Rose yang biasanya nampak elegan dan percaya diri, saat ini aku melihatnya sama sepertiku. 

Ternyata pernah mengalami sakit batinnya, tak berdaya dan mencoba untuk tampil semangat setiap waktu.

“Kita sama-sama melalui masa yang sulit, Moi. 

Kamu kehilangan ayahmu. Sedangkan aku…

Kau tahulah…

barusan aku cerita tentang kehidupanku.”

Aku meremas erat jemari Mrs. Rose. 

“Suatu hari saat kita keluar dari tempat ini, Mrs. Rose.Aku yakin Mrs. Rose akan bertemu dengan pria yang baik, yang menyayangi Mrs. Rose.”

Mrs. Rose tersenyum, 

“Eeh disini juga ada seseorang yang menyayangimu ya Mrs. Rose

dan…

Ah, aku tahu siapa orangnya.” godaku.

“Ssst…kamu ini ya, kecil-kecil tahu saja.” 

katanya sambil mencolek pipiku.

Aku tertawa.

Aku meraih Mrs. Rose dan memeluknya erat.   

“Terima kasih juga atas keterbukaan Mrs. Rose padaku. 

Kisah hidup Mrs. Rose sungguh menguatkanku.”

Berdua kami bangkit berdiri,  melangkah beriringan dan berpisah menuju kamar kami masing-masing.  

Fisik tubuh kami berpisah, namun di saat itu aku yakin, bahwa ternyata Mrs. Rose mempercayai diriku.

Selesai makan siang 

kami menuju ke kamar Henry.

Mrs. Rose bertanya

“Setelah menengok Henry lalu terapi Curly ya?” 

Aku mengangguk.

“Terapi apa untuk Curly?” tanya Mrs. Rose.

“Untuk Angel agak sore saja nanti Mrs. Rose, 

di kolam renang. 

Biar tidak hitam kulit nantinya. 

Terapi sensori integrasi.”

Mrs. Rose menatapku, “Apalagi itu Moi?”

“Angel itu bawaannya kaku, terlalu banyak meringkuk di pojok kamar, dingin. 

Dulu saat Moi magang di klinik umum yang terletak satu komplek dengan Akademi Okupasi, 

Moi ikut menangani berbagai macam anak yang berkebutuhan khusus. 

Walau Angel sudah dewasa, tidak ada salahnya dicoba.  Apalagi dia tidak pernah keluar kamar. 

Ini praktek tidak berijin.”

candaku memecah suasana yang kelam, 

karena mendekati ruang belakang suasana terasa mencekam.

“Biar dia sehat dan semangat, Mrs. Rose. 

Yuk, kita harus optimis untuk Henry supaya dia lekas pulih.” imbuhku.

Aku terus mengingat saran Henry soal soal kemampuan telepatiku yang tidak boleh siapapun tahu, 

tidak juga kepada Mrs. Rose.

Saat kami tiba di sel Henry. Pria tampan itu nampak masih mengantuk

Nampaknya ia habis mandi. Dari rambutnya yang tersisir rapi dan basah,

tercium harum shampoo. 

Henry berpaling, “Ah, menunggu kalian datang, bikin cape.  

Tapi tak percuma, 

akhirnya rasa rinduku kepada kalian terpenuhi juga..,” ujarnya seolah dipaksakan ceria.

“Siang ini tumben rapi kamu, Henry,” tegur Mrs. Rose.

“Lho, kan aku tahu kalian pasti datang.”Henry mencoba tersenyum.

Kulihat matanya agak bengkak, 

kemungkinan efek histeris dan menangis semalam.

“Hahaha… 

aku tahu deh, 

Henry sering telepati kamu ya, Moi?” tanya Mrs. Rose mendadak.

Mataku beradu pandang dengan Henry. 

Henry mengedipkan sebelah matanya.

Aku tertawa, 

“Payah nih Henry, 

telepatinya ke Mrs. Rose aja, ke aku tidak.”

“Henry, intinya Moi ingin tahu tentang kemampuan telepatimu dan cara mengaktikannya.” ucap Mrs. Rose.

“Siap, Mrs. Rose. 

Untuk kalian berdua semua akan aku bagi.  

Tak kan ada sesuatu yang aku sembunyikan.” 

jelas Henry.

Mrs. Rose tersenyum, 

“Ok, kalian lanjut, 

aku tinggal dulu ya.”

“Oow, Mrs. Rose kok pergi?” sergahku.

“Aku tidak mau mengganggu kebersamaan kalian, 

hehe….

Eit, tapi ingat ada CCTV di depan kamarmu, Henry.

Jadi jangan ada adegan 

di atas umur ya,” 

ujar Mrs. Rose.

Aku memukul ringan lengan Mrs. Rose, 

“Adegan apaa sih …

nanti viral sedunia malah repot.”

Sepeninggal Mrs. Rose, 

aku dan Henry duduk di tepi ranjang dan berbincang dengan suara lirih.

“Moi, kamu simpankan rahasia bahwa kamu bisa telepati?” 

“Iya dong, Henry.  

Aku perlu berhati-hati di sini.Tak ada seorangpun yang bisa kuajak berbincang hati ke hati selain kamu. 

Aku terperangkap dan terpenjara juga sepertimu, Henry. 

Aku ingin bebas lagi seperti dulu. 

Aku ingin pulang saja, tapi keluargaku terancam.  

Di sini aku benar-benar dalam tekanan. 

Belum lagi aroma kematian yang begitu lekat.”

“Sst…jaga ucapanmu, Moi. Kita dipantau, jangan terlihat curhat begitu dekat begini padaku.  

Ingat kan ada CCTV yang memantau kita.”

Henry menarik napasnya dalam-dalam. 

“Bagaimana presentasimu Moi?”

“Syukurlah diterima oleh Tuan Jonah, 

walau Jeff Dragono dan dokter Stephan awalnya keberatan.

Terutama Dragono dan Jeff mereka nampaknya ingin menjatuhkanku, 

untunglah Mrs. Rose mendukungku.” 

aku menjawab sambil teringat betapa menjengkelkannya Dragono dan Jeff waktu itu.

“Intinya jangan meratapi masa lalu, Moi. 

Pandang dan maju, hadapilah hari ini dan songsonglah masa depan.

Ketika kau memaafkan tubuhmu menjadi pulih.

Saat kau lepas kepedihanmu, kekuatanmu bertumbuh.

Ingat baik-baik pesanku ini ya Moi.”

“Kamu berbakat juga jadi motivator lho, Henry,” 

aku keheranan lalu tertawa.

“Ah iya, profesi motivator juga bagus. 

Nanti deh kalau aku sudah bebas dari sini aku coba.” wajah Henry mulai ceria.

“Memang Tuan motivator dulu lulusan apa sih?” tanyaku usil dengan wajah serius.

“Eeh nampak begini 

dan sedang terpuruk di sel, aku dulu sarjana manajemen keuangan.” 

jawab Henry sambil mendongakkan kepalanya.

“Gubraaak…pantas uang Mr. Mc Pherson kau ambil untuk kau managemeni.” 

jawabku tak mau kalah.

“Jangan ledek aku, 

hai psikolog amatir, 

aku tidak mengambil uangnya, 

hanya kupinjam…

bukankah aset sama dengan pinjaman plus modal.”  

Henry berkelit.

“Wah jadi kamu memperbesar asetmu dengan pinjaman ya tuan ganteng. 

Hahahaha…uups” 

aku tertawa lalu menutup mulutku, 

karena terceplos kupuji Henry ‘tuan ganteng’.

“Nah kan tahu aku ganteng begini jangan sungkan-sungkan memujinya, 

pokok setiap menyapaku harus memanggilku tuan ganteng.” 

Henry menimpali seolah tahu aku malu telah memujinya langsung.

Aku terdiam, 

memang strategiku berbincang dengan Henry kurancang dengan keceriaan supaya Henry melupakan kengerian semalam…

Tetapi memujinya ganteng membuat wajahku memerah sesaat.

Aku benar-benar terceplos.

“Okay, 

Tuan Motivator yang ganteng sekali dan menggemaskan,

sekarang aku harus tanya, apa yang terjadi semalam?”

aku mengalihkannya dengan pertanyaan.

Wajah Henry berubah, senyumnya hilang, 

aku merasa bersalah terlalu 

to the point pertanyaannya kali ini.

“Moi…,”ucapnya tersendat, wajah Henry menegang.

“Semalam… 

saat aku berhasil mendengar sedikit percakapan mereka, 

mereka merencanakan untuk…

menghabisi seluruh penghuni pulau ini supaya tidak ada jejak kehidupan lagi disini.

Saat aku berusaha mendengar percakapan berikut,

tiba-tiba ada seperti hantaman ke kepalaku.”

Henry berkata-kata dengan pelan dan hati-hati.

Aku tercekat, 

kemampuan macam apa ini ?

Menyerang orang lain tanpa ada seorangpun di sekitarnya?

Kemampuan mengirim serangan yang bisa berbentuk hantaman padahal tidak memakai sarana apapun.

“Siapa pelakunya Henry?” bisikku.

“Sesaat sebelum hantaman di kepalaku, terdengar suara, ada penyusup yang mendengarkan kita, 

aku tangani saja langsung, itu suara pertama…

Ada yang berkata,

iya Alfa serang dia!

BAM!

Ada energi besar mengenai kepalaku,

lalu aku terkapar di lantai.” ucap Henry sambil memegang kepalanya.

Wajahnya nampak sangat tegang, tidak tersisa keceriaan seperti yang barusan ditampilkan.

“Jadi penyerangnya… si Alfa,” kataku, terasa bulu kudukku meremang.

Aku memeluk Henry, mencoba menenangkannya.

Henry juga memelukku, terasa badannya hangat menjalar ke tubuhku.

Tiba-tiba aku terhenyak,

aku melihat suatu penglihatan dan mendengar, nampak Tuan Jonah, Dragono, Jeff dan Mrs. Rose memantau dari ruang CCTV. 

“Oh so sweet, mereka berpelukan mesra.” 

tukas Jeff.

Tuan Jonah menatap layar monitor terlihat diriku dan Henry di tayangannya.

Aku segera merenggangkan pelukanku perlahan.

“Kelihatannya mereka cocok ya, Rose?”Terdengar suara Dragono.

“Haha…si Henry memang begitu. 

Moi sepertinya kena perangkap cintanya,” 

sahut Mrs. Rose.

“Hati-hati dengan mereka, Rose. 

Persekutuan mereka bisa membahayakan pulau ini.”

ucap Tuan Jonah.

“Aku bisa kok handle mereka, Tuan Jonah.”

Tuan Jonah terlihat mengangguk.

“Ada apa Moi?” 

suara Henry mengagetkan sekaligus membuyarkan penglihatan tersebut.

Aku melepas pelukan Henry dan mendorong tubuhnya perlahan, 

lalu aku menggeser dudukku agak menjauh.

Aku bercerita lengkap kepada Henry tentang penglihatan yang barusan kualami.

“Henry, aku tidak tahu mengapa aku bisa mempunyai kemampuan baru seperti ini, 

aku rasa dari seluruh insan disini hanya aku yang bisa mendapat kemampuan ini.”

“Justru itu berhati-hatilah Moi, jangan terlalu percaya kepada Mrs. Rose.

Itu kemampuan barumu menunjang untuk menguak siapa dia.

Waktu dia masuk tadi, 

dia memancing bahwa kau dan aku bertelepati tidak?

Untung kau sudah kupesan untuk tidak membuka bahwa kita selalu bercakap-cakap lewat telepati.” 

ucap Henry serius.

“Moi mengapa kamu berkalung flashdisk?”

“Oh, ini hasil presentasiku diterima, lalu Tuan Jonah memberikan hadiah sebuah kepercayaan untuk membuka isi flash disk ini.

Ini berisi data dan kumpulan ilmu dari tim yang sudah bekerja di balik layar selama ini, entah kapan aku juga tidak tahu, tetapi isinya sangat dahsyat.

Aku harus menjaga flashdisk ini dengan nyawaku sendiri sebagai jaminannya.” 

aku bercerita terus terang dengan Henry tentang flashdisk yang menjadi kalung di leherku.

“Waspadalah Moi,

kau dipercaya berarti tanggung jawabku semakin besar,

kau baru beberapa hari disini.

Bisa jadi kau target berikutnya dari konspirasi jahat disini.

Terlintas di benakku, 

modus dari konspirasi jahat ini, ialah menerorku

membuatku perlahan-lahan menjadi gila, 

dan aku sudah terguncang, Moi.”