Chapter 14 The Dangerous Puzzle

Aku mengatur nafasku, mencoba untuk tidak tampil stress, 
karena Angel sudah cukup berat tekanan hidupnya.
“Angel, coba ceritakan bagaimana Angel bisa masuk ke masa lalu.” 
pintaku sambil mengalihkan pembicaraan tentang duel yang bakal terjadi.

Angel tidak langsung menjawab, 
bulu matanya yang lentik berkali-kali mengerjap, 
seolah Angel mencoba berpikir keras
sebelum menemukan jawabannya.
“Emmm…
kuncinya ada pada situasi, aroma, sensasi yang tepat Moi.”

Aku mencoba untuk tidak tersenyum, 
asosiasiku melayang pada minum kopi, 
ada aroma, sensasi yang tepat.
Namun, 
dari raut muka Angel, 
dia nampak serius 
dengan ucapannya, 
jawaban Angel sulit dimengerti namun dia menjawab dengan sungguh-sungguh.

“Maksudnya bagaimana Angel? 
Moi benar-benar tidak mengerti?” 
tanyaku sambil merangkul pundaknya.
Angel menghela napasnya, matanya yang besar melihat ke atas, 
kepalanya miring kekiri sebelum menjawab, 
nampak dia mencoba mengingat sesuatu.
“Moi, Angel sudah berkelana di masa lalu, 
ada suatu waktu dimana Angel melihat pendahulu Angel…
Lalu Angel terlempar jauh di mana masa dunia tercipta…
Kita ini satu kesatuan Moi…”

Aku merinding mendengar jawaban Angel, 
gadis ini ternyata telah berkelana jauh di masa lalu, bahkan mungkin masa yang tak pernah terbayangkan manusia.
Suatu perjalanan yang mistis, ajaib dan hanya Angel yang tahu.

“Saat itu Angel melihat kehampaan, gelap, sunyi, kosong… 
tiba-tiba ada suatu ledakan, dari ledakan Angel melihat suatu bola-bola kecil yang makin lama membesar 
lalu membelah…
Membelah menjadi suatu bentuk lain ada yang jadi dunia, air, pohon, manusia, hewan bermacam-macam mahluk hidup.”

Aku terhenyak, 
seumur hidupku 
belum pernah mendengar cerita yang ganjil seperti ini, 
namun dari tatapan mata dan wajahnya yang serius Angel nampaknya tidak sedang berbohong.
Apalagi dengan kejadian yang kulihat tempo hari, 
pak Iskandar seorang komisaris polisi mempercayai cerita Angel.

Aku mengelus-elus pundaknya sambil bertanya,
“Apa hubungannya hal ini dengan sensasi dan aroma tadi Angel ?”

“Justru itulah Moi, 
mengapa kita semua terhubung, 
ada materi di suatu benda itulah yang menghantarkan kita ke masa lalu, 
karena kita adalah bagian dari masa lalu, 
masa dimana kita menjadi satu.”
Belum selesai aku mencerna kalimatnya, 
Angel bertanya,
“Moi pernah tidak merasakan bahwa… 
Moi pernah mengunjungi suatu tempat…
Moi merasa sudah mengunjunginya?
Tetapi Moi belum pernah kesitu?”

“Oh itu istilahnya Dejavu, Angel.
Ya, Moi pernah merasakannya, 
bahkan saat tiba di sini Moi merasa familiar dengan tempat ini.” 
aku mencoba menerangkan apa yang diuraikan Angel dengan istilah.

“Nah, seperti itulah Moi, kemungkinan leluhur 
atau pendahulu kita pernah disini, jadi aroma, sensasi yang tepat memicu hal tersebut…
karena darah yang mengalir sampai ke otak kita, 
ke hidung kita,
saraf peraba kita, 
ke mata kita… 
sudah diwarisi hal tersebut.
Bedanya Angel semakin peka karena lebih sering pergi ke masa lalu.” 
terang Angel sambil wajahnya menunduk melihat lantai.

Aku terdiam, 
penjelasan Angel membuatku terbersit 
ingatan akan papa, 
apakah papa pernah menginjakkan kakinya ke tempat ini ?
Sehingga aku merasa Dejavu dengan tempat ini?
Karena susunan DNA kami sama, sehingga terkoneksi ?

Mulutku sebenarnya sudah ingin bertanya kepada Angel tentang papaku, 
namun kutahan, 
mengingat keadaan Angel yang selalu dalam kondisi tertekan, 
lagipula siapkah diriku bila mengetahui papa sudah… tiada?

Aku mengurungkan niatku untuk bertanya lebih lanjut, dan mengingat pekerjaanku yang masih banyak, 
n resiko bahwa hal yang terburuk mungkin telah menimpa papa, 
serta Angel bisa mengalami trance yang berat.

“Oke, Angel, 
terimakasih sudah bincang-bincang dengan Moi. 
Ini sudah larut malam dan juga Moi harus segera membuat laporan, 
sampai jumpa ya Angel.”
Aku merebahkan Angel 
ke tempat tidurnya 
lalu menyelimutinya, kuberikan lambaian tangan sebelum aku menutup pintu.
Angel hanya mengangguk sambil memeluk boneka gonzonya.

Aku melanjutkan pekerjaanku malam itu, interaksi dengan para insan berbakat di tempat ini membuatku benar-benar terbeban karena mereka komplek dengan segala kelebihan maupun permasalahannya.
Dan khusus Vicko aku harus bersikap tidak menjabarkan tentang manipulasi Vicko pada test psikologinya dimasa lalu, 
sehingga dia dinyatakan psikopat.

Esok paginya Mrs. Rose mengetuk pintu kamarku, aku terkejut, 
rupanya aku kesiangan.
Kubuka pintu kamarku, kututup mulutku dengan tanganku, 
maklum belum sempat mandi dan menyikat gigi.
“Maaf Mrs. Rose tunggu 
di ruang makan ya, 
aku mau bersih-bersih diri dulu sebentar.”

10 menit kemudian aku berlari ke ruang makan.
Mrs. Rose duduk di salah satu bangku.

Saat aku melewati bangkunya Mrs. Rose menyentuh pundak ku.
“Bagaimana tidurmu, Moi?” Sapa Mrs. Rose dengan ramah.
“Oh, aku hanya bisa tidur beberapa jam saja, 
sibuk mengejar laporan awal ke Tuan Jonah.
Tunggu ya Mrs. Rose, 
aku mau ambil makan dulu.”

Aku mengambil nampan 
dan mengantri sarapan pagi.
Mrs. Rose berdiri disampingku, ikut mengantri.
“Kamu hari ini bebas deh mau mengobservasi siapa.
Yang penting nanti sore kau presentasikan apa yang kau dapat selama disini.
Tuan Jonah minta jam 5 sore kau presentasikan di ruang interogasi.”

“Ya, Mrs. Rose.
Tolong dukung ya,
supaya presentasiku bisa diterima oleh Tuan Jonah.
Hari ini aku mau ketemu dan mengobservasi Ronald.”

“Kali ini biar Dragono yang mendampingi, Moi,” ucap Mrs. Rose.

Deg! 
Hanya mengobservasi bocah kecil, 
mengapa harus didampingi tangan kanan Tuan Jonah yang tinggi besar seperti kingkong, 
si Dragono itu? 
Aku bukannya mau mengobservasi Leman atau Vicko lho, 
pikirku dalam hati.

Tidakkah Mrs. Rose ingin mendampingiku seperti biasa? 
Apakah…
wanita itu kini menjaga jarak denganku?

Kesunyian melingkupi kami berdua. 
Kami masing-masing sibuk dengan sarapan kami.Rasanya canggung sekali.Posisi duduk kami saling berhadapan, 
namun seolah jarak diantara kami beribu kilometer jauhnya.

Tuan Jonah berhenti di meja kami sambil membawa nampan sarapan paginya. “Rose. 
Aku mau ke ibukota.
Tiga hari lagi aku baru pulang. 
Ada titipan tidak?”
Dadaku berdesir. 
Tuan Jonah akan ke ibukota, dan sepulangnya dari sana, ia akan mengadakan duel lagi, 
seperti ucapan Angel semalam.

“Oh, tidak, Tuan Jonah.Mungkin Moi, 
ada yang mau dibeli dari kota?”
“Tuan Jonah, 
Moi ada permintaan barang yang sudah kutitipkan ke mama. 
Semua barang titipan siap 5 hari dari sekarang. 
Sekarang Moi mau observasi Ronald dulu ya. 
Lalu Angel. 
Mari Tuan Jonah,” 
ujarku pamit untuk segera pergi menjauh dari kedua orang ini, dan balik ke kamarku.

Saat aku sedang berada di kamarku,
tiba-tiba suatu gambaran masuk ke pikiranku, 
gambaran yang nyata mirip dengan melihat film, 
atau mengalami mimpi. Anehnya ini di pagi hari dan aku serasa mengalami mimpi yang nyata.

Aku melihat dengan jelas 
di ruangan kantor 
Tuan Jonah, 
ada Tuan Jonah 
dan Mrs. Rose sedang duduk berhadap-hadapan.
Tiba-tiba mereka berbicara
“Anak ini mulai apatis denganku Tuan Jonah”, 
kata Mrs. Rose.

“Dia tetap tanggung jawabmu, Rose, 
awasi dia terus,”
kata Tuan Jonah sambil berkacak pinggang.
“Maka dari itu dia pagi ini bersama dengan Dragono.”Kata Mrs. Rose.
Gambaran dan pendengaran tiba-tiba menghilang…

Aku terhenyak 
Ini terjadi lagi…
melihat dan mendengar percakapan mereka.
Jadi di belakangku, 
Tuan Jonah dan Mrs. Rose terus membicarakan diriku.

“Moi, sst Moi…” 
suara Henry bergema 
di pikiranku.

Aku memusatkan pikiranku untuk berkomunikasi lewat telepati dengannya, 
“Hi, Henry bagaimana kabarmu?” sapaku.

“Aku hampir gila Moi, semalam darah keluar dari hidungku, 
ada pembuluh darah yang pecah di dalam hidungku.
Gara-gara aku adu kuat telepati dengan seseorang disana, 
dia mencoba blok lalu lintas telepati yang terjadi, 
saat aku berusaha masuk.”

“Hah, 
sekarang bagaimana kondisimu Henry ?” 
tanyaku cemas.

“Sudah tidak berdarah lagi, kepalaku seperti ada yang mencengkram saat itu, kekuatan pikirannya semakin meningkat dari hari ke hari.” ujar Henry.

“Siapa dia Henry? 
Mengapa dia tidak mengizinkan kau berkomunikasi dengannya?” aku tercekat ketakutan dan kebingungan atas peristiwa ini.

“Aku tidak tahu Moi, 
mereka banyak orang, 
ada yang bernama Alfa, 
Beta, Charlie dan seterusnya, 
tidak tahu berapa orang… tetapi mereka banyak.
Mereka menyamarkan identitasnya dengan nama panggilan.”
jelas Henry lewat telepati kepadaku.

“Kau harus hati-hati Henry, apa yang sempat kau dengar dari mereka?” tanyaku penasaran..

“Mereka bersekongkol mau segera melaksanakan rencana, 
mereka bilang plan A harus segera jalan.
Entah apa yang dimaksud dengan plan A itu, 
mereka mengetahui gelombang pikiranku mendengar telepati mereka, langsung aku diserang.
Moi, hidupku bergantung padamu.”

“Trims, sobatku Henry 
yang baik. 
Kau harus kuat 
supaya aku tidak lemah.
Sorry, kemarin aku membentakmu.” 
kataku mencoba menghiburnya.

“Tidak apa-apa kok. 
Lupakan sajalah yang sudah berlalu. 
Aku orangnya tidak mudah tersinggung kok, 
asal kau hari ini datang ke selku.”

“Hari ini aku repot Henry, sore nanti presentasi dengan kemampuanku yang minim.
Aku diharuskan presentasi oleh Tuan Jonah.
Omong-omong, 
kamu sudah sarapan?” tanyaku.

“Aku ngg…belum nafsu makan.” 
kata Henry seolah ogah-ogahan.
“Oh Henry. 
Apa yang akan kita lakukan selanjutnya? 
Kamu harus makan. 
Kalau kamu terus-terusan tidak makan minum, 
kamu bisa bertahan berapa hari? 
Angel bilang, 
enam hari lagi akan ada duel lagi. 
Ada dua petarung datang.
Leman juga ikut di adu.Mungkin saat itulah moment kita untuk kabur. 
Aku yang bawa jerigen bensin dan kunci untuk membuka rantai speed boat.
Kau yang atasi penjaga.
Kondisimu harus fit, Henry. Siapa tahu kita harus berlari cepat, 
atau sedikit dorong-dorongan 
dengan penjaga.” 
aku mencoba membuatnya bersemangat.

“Kok dorong-dorongan Moi, mereka itu prajurit terlatih.
Aduh Moi, 
dari aku duduk di taman kanak-kanak, 
aku tidak pernah berkelahi dengan orang lain. 
Paling cuma adu mulut saja.Bertarung fisik sama sekali bukan keahlianku.” 
protes Henry.

“Bukan keahlianku juga. Waktu aku sekolah, 
aku cuma dua kali tarik-tarikan rambut sama temen SMP. 
Kalaupun kita bisa melarikan diri kita berdua saja.
Ah alangkah senangnya andai aku memiliki kemampuan super untuk bisa membuat tubuhku tak kasat mata,” sahutku.

“Lhah…
Kamu terlalu banyak nonton film kartun, Moi.” 
tukas Henry seolah gemas, terdengar di pikiranku.

Senyumku merekah, memang kuakui 
masa kecilku kulewati dengan banyak menonton film kartun karena hiburan favoritku.

“Aku jadi merinding. Kabur dari sini bukan sesuatu yang mudah dilakukan, Moi. 
Kalaupun kita berhasil kabur dengan speedboat, 
bisa-bisa kita ditembaki.
Kalau aku bisa memanipulasi pikiran seorang pilot helikopter tamu yang datang, 
mungkin lebih praktis. 
Kita tinggal menyelinap masuk, 
lalu…
bbrrr….
sukses deh pelarian kita.”

“Ssst..Hen, 
Dragono mendekatiku.”
Dragono, sang pria raksasa itu mendatangiku dengan langkahnya yang lebar dan cepat. 
Suara sepatu botnya terdengar berdebum-debum menggetarkan lantai.
Sosok besarnya sungguh mengintimidasiku.

“Mengapa kamu memilih Ron untuk kunjunganmu, Bocah?” ujar Dragono membuka percakapan.

Aku sungguh tidak suka akan panggilan ‘bocah’ ini.
“Namaku Moira, 
pak Dragono
bukan bocah,” 
sahutku sambil menghembuskan nafas.

Dragono menatapku lekat. 
“Hmm…
Kau memang bocah, 
lihat saja perawakanmu kecil dan kurus seperti itu.
Ayahmu yang tentara harusnya malu punya anak seperti kau.
Dan harap kau tidak mengatur diriku
karena kau bukan atasanku.”

Aku menarik napas. 
“Maksud Moi, 
Pak Dragono mungkin memiliki pekerjaan lain yang lebih penting. 
Moi rasa menemani Moi mengobservasi Ronald, 
lalu Angel akan sangat membosankan bagi bapak.”

Dragono melipat kedua tangannya di depan dada. “Tidak. 
Aku ditugaskan untuk mendampingimu, bocah.
Kau tahukan di militer, otoritas dan kepatuhan adalah nomor satu. 
Walau tidak suka dengan perintah pun harus dijalani, bahkan bila resikonya tewas.
Permintaanku satu,
kau harus fokuskan mencari tahu bagaimana Ronald bisa indigo, 
kemampuan anak itu harus kamu kuak misterinya, bagaimana itu bisa terjadi.”

Aku tersenyum, 
“Indigo adalah bakat alami seseorang sejak kecil, Pak Dragono. 
Bukan hasil rekayasa atau ciptaan manusia.”

Ekspresi Dragono nampak seperti hendak menelanku.“Kuak tabir itu, 
supaya militer bisa mempunyai kemampuan tersebut.” tukasnya seolah tidak sabar.

“Perlu waktu Pak Dragono.Moi harus mengobservasi mendalam tentang fenomena Indigo ini. 
Lalu mengapa kemampuan indigo bisa menarik untuk dipelajari oleh militer, Pak Dragono?”

“Bakat seperti Ron ini sangat berguna. 
Antara lain bila militer bertempur akan sangat mudah untuk membedakan mana musuh, 
mana teman, 
terlihat dari aura orang yang yang berbuat jahat akan langsung kelihatan.
Bersembunyi di balik tembok, pohon pun 
akan ketahuan dari aura yang dipancarkannya. 
Belum lagi kemampuan mendeteksi penyakit yang didapat dari efek indigo, 
lalu membedakan mana makanan yang bermanfaat bagi tubuh, 
mana yang tidak.”

“Karena Ron punya gangguan perkembangan, dia hiperaktif, 
maka hari ini Moi akan coba masuk ke alam bawah sadar Ronald, Pak Dragono.
Dengan hipnoterapi memudahkan Moi untuk lebih banyak waktu
Melalui hipnoterapi. 
Hanya saja Moi harus mendapat kepercayaannya secara penuh. 
Disinilah perlunya hati 
yang tulus dari Moi, 
supaya tidak kena 
mental blocking dari Ron. 
Pak Dragono mohon bantuan untuk tenang dan support ya, saat nanti Moi terapi Ronald.”

Aku tersenyum pada dua tentara yang bertugas di pos jaga, 
“Selamat pagi.
Moi mau ke tempat Ronald.”

Salah seorang tentara berdiri dan mengantarku ke kamar Ronald. 
“Silahkan, Miss.”
“Terima kasih ya, 
pak Rupert.” 
Balasku setelah membaca nama di dada tentara itu.
Rupert membalas dengan hormat.

“Hallo Ron, selamat pagi,” sapaku.
Ronald sedang berada di ranjang 
Ia sedang membaca sebuah buku.
Dragono mengikutiku masuk kamar Ronald. 
Ia menyilangkan tangannya di depan dada dan berdiri dalam diam. 
Baguslah.

“Baca apa, Ron?” tanyaku.
Ronald posisi duduk di ranjangnya, 
ada bantal yang menyangga punggungnya.
Aku beringsut mendekati Ron lalu duduk di sampingnya. 
Kupandang kamar Ron cukup bersih, 
syukurlah, 
kebersihan di Chimera ini rupanya cukup mendapatkan prioritas.

“Ini kisah tentang nelayan tua, Kak Moi.”
“Oh, Kak Moi pernah baca juga buku itu. 
Mari kita baca bersama-sama.
Laut itu memang luar biasa sumber dayanya ya?” kataku antusias.
“Dan gelombang samuderanya sungguh tidak terbatas kekuatannya,” 
balas Ron.

“Ron, andaikan bisa, 
kira-kira Ron mau tidak mendapat kekuatan samudera? 
Nanti Kak Moi beri permainannya, Ron.”
ujarku memancing perhatiannya
“Permainan laut, Kak Moi? Assiik.Aku mau, Kak.”
“Oke. 
Ron coba duduk tenang, ya.Kak Moi pinjam bukunya sebentar dulu, ya.” 
Aku mengambil buku di tangan Ron. 
“Sekarang Ron pejamkan mata. 
Anggukan kepala Ron saat Ron suka dengan kalimat kak Moi.
Bayangkan Ron sedang melihat pantai yang indah di pagi hari. 
Pasirnya putih bersih. 
Aneka kerang tersebar di seluruh penjuru pantai.Pohon-pohon nyiur yang tinggi bergoyang-goyang 
di terpa angin. 
Ron berlari mendekati tepi pantai itu. 
Pantainya teduh dan sejuk.Matahari sedang bersembunyi di balik awan.”
Ron memejamkan matanya, nampak mengikuti instruksiku membayangkan segala perkataanku, 
terbukti berkali-kali dia mengangguk. 
Bibirnya juga mengembangkan seulas senyum.
“Air lautnya berwarna biru muda, sepasang kaki Ron menginjak pasir yang lembut dan basah. 
Nikmati jalan-jalanmu, Ron.Indah ya Ron?”
“Indah, Kak Moi,” sahut Ron.
Aku melirik Dragono. 
Pria besar itu melipat kedua tangan di depan dada. Sepasang matanya dingin dan mengawasiku.

“Ron merasa tenang di pantai itu. 
Coba Ron ambil napas dalam melalui hidung. 
Yaa, rasakan kesegarannya.Disana penuh kedamaian. Ron hembuskan napas pelan-pelan ya…”
“Ron menyukai alam, 
masuk, 
semakin relax.
Semakin Ron berada di pantai itu semakin relax.”

Aku memandu Ron dengan perlahan, 
kulihat mata Ron terpejam, 
di bibirnya terlihat segaris senyum tipis.
Ron terlihat menikmati kondisi tersebut.

“Sekarang Ron mendengar tepuk tangan dari Kak Moi, 
Ron harus patuh apa yang dikatakan Kak Moi. 
Ron paham? 
Anggukkan kepala Ron bila Ron paham. 
Setiap Ron mendengar tepuk tangan dari Kak Moi, 
seperti ini. 
Maka Ron harus patuhi Kak Moi.”
Aku berkata-kata sambil bertepuk tangan, 
nampak bahwa Ron respon dengan proses ini, 
diamengangguk saat kusuruh mengangguk.

Waktu berjalan, 
dan Ron dalam kondisi yang tenang, walau matanya terpejam dia selalu mengikuti sugesti yang kutanamkan.

“Okay Ron sudah mulai segar sekarang, 
ya…makin segar. 
Dan mulai hari ini Ron semakin tenang, 
semakin tenang tingkahnya, semakin baik.
Ya, semakin baik.
Dan pada hitungan ke 3, 
Ron buka mata kembali. 
1..
2…
3! 
Bagaimana Ron? 
Enakkan badannya?”

“Ya, Kak Moi, 
Ron merasa lebih fresh badannya.”
“Kak Moi pamit dulu ya, Ron.Pagi ini cukup dulu. 
Sampai besok ya. 
Daah…”
“Daahh, Kak Moi,” balas Ron sambil melambaikan tangannya.

Aku dan Dragono meninggalkan ruangan Ron, dan kami bercakap-cakap, berdiri di ruang tengah.

“Kau apakan anak itu tadi?” tanya Dragono segera.
“Moi pasang anchor, 
Pak Dragono. 
Supaya sewaktu-waktu Moi mau tanya jawab, 
tidak memakan waktu lama karena Ron
sudah patuh dengan Moi. 
Moi tanam anchor supaya Ronald tidak hiperaktif, 
mudah dikendalikan 
dengan tepukan tangan dari Moi. 
Kalau tidak ada anchor, 
Moi harus berulang kali melakukan pendekatan yang memakan waktu lama untuk menterapi Ron. 
Anchor juga berguna biar Ron bisa duduk tenang, bicara dengan Moi. 
Disitu Moi bisa masuk ke potensi yang Ron punya. Bertanya masa lalu Ron, selanjutnya biar dia bercerita sendiri tentang apa yang dialaminya.

Mata Dragono terlihat datar, nampaknya dia sedang mencerna informasi dariku, “Kami dukung kau semaksimal mungkin, 
ada beberapa bahan penelitian yang sudah kami lakukan juga kepada mereka. 
Kau bisa buat untuk referensi supaya dataku juga makin lengkap.”

“Data?
Data apa, Pak Dragono?” tanyaku ingin tahu.
“Nanti aku bisa bawakan dalam bentuk flashdisk.
Kita perlu banyak diskusi untuk hal ini, Bocah. 
Kalau kamu butuh akses internet, kamu bisa minta Jeff. 
Ingat, apa yang kamu akses terpantau oleh dia. 
Jadi jangan macam-macam.”
tukas Dragono, 
sorot matanya tampak mengerikan bagiku.

“Terima kasih Pak Dragono,
Moi semalam sudah minta dibuka akses internetnya dari Jeff, 
untuk mengambil referensi sebagai bahan kerja Moi.
Setelah ini kita ke kamar Angel,
mohon untuk Angel,
Moi butuh ketenangan.
Angel mudah tertekan.” kataku perlahan dan lirih.

Kamar Angel di sebelah kamar Ron, 
aku membuka pintunya dengan perlahan.
“Pagi Angel,” sapaku.
Angel tidak merespon matanya menatap lurus ke tembok.
Kulihat syalku orange tergeletak di ranjangnya dekat dengan bantal.
“Bagaimana tidurmu, Angel?Nyenyak tidak?” lanjutku meminta perhatiannya.

“Moi duduk disini ya, Angel.”Aku melirik Dragono. 
Pria itu berdiri tak jauh dariku, 
tangannya kembali terlipat di dadanya yang membusung berotot.

Aku menatap Angel. 
Wajah gadis itu nampak kuyu dan lelah.
Mungkin semalam setelah aku pamit, 
Angel kurang tidur.

Aku bisa memahami Angel menghadapi banyak tekanan di masa lalu.
Juga siksaan dari ayahnya, belum lagi bullying dari teman-temannya. 
Angel menjadi pemurung.

“Sudah sarapan, Angel? 
Enak tidak sarapannya hari ini?” sapaku dengan nada ceria.

Aku harus tahu dimana Angel bisa mendapatkan tempat yang nyaman. 
Dalam penanganan trauma masa lalu, 
aku sebelumnya pernah menghipnoterapi mencari safe place. 
Safe place bagi seseorang individu berbeda. 
Ada yang menyukai gunung.Ada yang laut, seperti Ronald. 
Tempat masa kecil, gendongan/pelukan ibu, dan sebagainya. 
Seperti barusan Ron, 
bocah indigo, 
safe placenya adalah laut yang mengantarkan ombak yang tenang. 
Saat sudah masuk ke 
safe place, 
aku akan memasukkan sugesti.
Ron kuberikan motivasi untuk tenang, supaya agresifitasnya teredam. 
Ada lagi yang motivasi juara, ingin berprestasi, ketenangan batin
terapis membimbing dan mensugesti semakin kuat semakin giat dalam berprestasi dan mencapai tujuannya.
Seperti yang pernah kupraktekkan dengan teman-temanku kuliah.

“Angel, Moi ingin menjadi sahabatmu.” 
pintaku padanya.
Mata Angel berkedip perlahan seolah meresapi perkataanku, 
bulu matanya lentik terlihat bergerak-gerak perlahan. 
“Bukannya kita sudah jadi sahabat?” 
Angel balik bertanya, 
matanya tertuju pada boneka gonzo yang dipeluknya.

“Hanya Moi yang mau memanggil Angel, 
sementara yang lain sering menjuluki Angel dan memanggil Angel sebagai Curly…
Moi menghargai Angel.” 
kata Angel sambil memeluk boneka tersebut lebih erat.

“Mungkin mereka memanggilmu Curly karena Angel cantik, 
sangat cantik karena Angel unik, 
dan setiap insan punya kelebihan 
Angel Taheytappi.” 
kataku menyebut nama lengkap Angel.

“Bahkan Moi hapal nama lengkap Angel… ” 
kata Angel seolah menggumam.

Aku tersenyum, data yang dipasrahkan kepadaku selalu kumanfaatkan untuk menarik empati, 
bahkan seminggu lagi Angel berulang tahun pun aku tahu dan sudah kubelikan kado yang kubeli online kemarin saat akses internet satelit dibuka oleh Jeff.

Aku menggenggam tangan Angel, 
Angel merespon menggenggam tanganku perlahan lalu berangsur menggengam tanganku semakin erat.

“Ada sesuatu, Angel?” tanyaku heran, 
saat genggaman semakin kuat, 
mata Angel terlihat melirik ke tanganku.s“Angel bisa merasakan kebahagiaan Moi. 
Betapa bahagianya, 
kamu dan keluargamu..
Ooh, 
Angel lihat dirimu ada di kursi sofa yang empuk. 
Kursi warna hijau, keteduhan, kehangatan keluarga, keamanan. 
Suasana yang nyaman. 
Moi tidur nyenyak disana, walau orang tuamu sibuk bekerja, menimang adikmu.”
Aku tertegun, 
lewat genggaman tangan yang erat yang terjadi, ternyata Angel berjalan ke masa laluku, 
masa kecilku.
Aku justru mendapatkan gambaran dimana safe place Angel bisa didapat.

“Angel mau kebahagiaan Moi, tidak? 
Angel pejamkan mata ya.
Santai saja.
Sekarang bayangkan di toko mebel ada sofa hijau yang empuk. 
Bayangkan Angel ada di sofa hijau itu. 
Yaa, Angel rasakan empuknya sofa hijau itu.Angel merasa aman disana.”

Angel dengan matanya yang terpejam nampak bahagia. Bibirnya membentuk seulas senyum tipis.
“Angel setiap kali menarik nafas, 
bertambah nyaman, ya. 
Rasakan kedamaian di tempat itu. 
Angel, ambil napas pelan-pelan, 
keluarkan pelan-pelan. 
Rasakan kedamaian saat Angel mengambil napas dan menghembuskannya.
Dan perasaan Angel semakin damai. 
Semakin dalam ya Angel. 
Ya, masuk lebih damai lagi.Rasakan kedamaian disana, Angel.”

“Saat Angel melihat sofa hijau atau benda berwarna hijau, 
Angel ingat ya…
bahwa Angel sudah punya kedamaian. 
Angel punya rasa aman juga kebahagiaan.”

Air mata Angel perlahan merebak dan mengalir jatuh di pipi Angel. 
Air matanya laksana kristal mengalir turun ke pipinya yang berwarna sawo matang dan chubby.
Air mata bahagia.

Kulihat Dragono memegang dagunya. 
Ekspresinya serius menatap kami berdua bergantian.
Aku memeluk Angel,
badannya terasa hangat, 
kurasakan air matanya yang hangat menetes ke pundakku, 
mungkin Angel sudah lama tidak merasakan kasih sayang, 
dia sangat haus akan kasih sayang.

Hampir 2 jam sudah aku berada di kamar Angel.
Aku senang dengan kemajuan yang di dapat.Angel nampak lebih tenang dan bersemangat sekarang.
Sorot matanya nampak berbinar, dan bibirnya nampak senyuman tipis.

“Sekarang Angel merasa nyamankan, 
mau lihat televisi atau dengar radio?
Moi harus pergi,
karena Moi ingin menyelesaikan tugas Moi.
Okey Angel, 
Moi balik dulu ya, 
sampai jumpa lagi.”
Angel mengerjapkan matanya dan menyeka pipinya, 
“Ya, Moi. 
Sampai jumpa lagi. 
Terima kasih ya sudah mau menjadi sahabat Angel.

Saat kami keluar dari kamar Angel, 
Dragono berkata, 
“Kamu hebat juga, Bocah.Belum pernah aku lihat Curly setenang dan tersenyum seperti itu.”
“Angel sudah terlalu lama menderita, Pak Dragono. Sepanjang hidupnya ia selalu dibayangi ketakutan dan menderita. 
Tadi Moi terapi agar 
jiwanya damai dan masa lalunya yang pahitnya bisa hilang.
Terimakasih mau mendampingi Moi, 
pak Dragono.
Selanjutnya, Moi olah data dulu ya, Pak Dragono.”
Aku mengangguk lalu berjalan menuju kamarku.

GLOSSARY

Skizofrenia ditandai dengan pemikiran atau pengalaman yang nampak tidak berhubungan dengan kenyataan, ucapan atau perilaku yang tidak teratur dan penurunan partisipai dalam aktivitas sehai-hari.kesulitan dalam berkosentrasi dan mengingat.