Chapter 13 Siapakah yang bisa kupercaya?

Vicko berteriak ke arahku, “Baliklah ke rumahmu! Sebelum semuanya terlambat, gadis cilik!
Kau dipilih bekerja disini, bukan kebetulan, 
seperti papamu, 
kau bakal jadi korban konspirasi!”

Ucapan Vicko seperti sambaran petir bagiku, namun perkataan selanjutnya tak terdengar, karena para prajurit sudah memberangus mulut serta menutup matanya dengan kain hitam.

Vicko digiring pergi sebelum sesi observasiku selesai.Lembaran formulir dan psikotestku belum diisi Vicko, berantakan di lantai.
Mrs. Rose sudah berdiri di sampingku.

“Dari kaca tadi aku lihat wajah Vicko seperti akan marah. 
Ekspresinya begitu serius juga seram. 
Aku khawatir kamu kenapa-apa. 
Jadi aku meminta 
Tuan Jonah menyudahi sesimu. 
Kamu tidak apa-apa kan, Moi?” 
Sepasang mata Mrs. Rose menatapku tajam, 
seolah memastikan aku tidak ketakutan.

Aku mengangguk, 
hari ini penuh dengan kejadian yang membuatku sulit untuk berpikir, 
perkataan Vicko sungguh mengguncangku.
Tidak boleh mempercayai siapapun disini.

“Aku baik-baik saja Mrs. Rose, 
aku rasa aku butuh istirahat segera
lalu mengejar seluruh tugasku 
sebelum kulaporkan pada Tuan Jonah besok sore.”

Mrs. Rose memegang lenganku, 
“Aku bertanya, 
karena aku peduli padamu, Moi. 
Jangan sampai Vicko mempermainkanmu. 
Jangan pula kamu terombang-ambing karena ucapan-ucapannya. 
Dia seorang master kejiwaan yang mempermainkan jiwamu, Moi.
Kamu bisa berbagi denganku. 
Aku temanmu. 
Kamu bisa percaya padaku.”

Kala ia terus mendesakku dengan pertanyaan-pertanyaannya, aku mengelak dengan mengatakan, 
“Sorry, Mrs. Rose. 
Moi harus kembali ke kamarku. 
Moi lelah sekali. 
Moi perlu merampungkan semua pekerjaan Moi
malam ini. 
Sampai ketemu besok pagi saja ya.”

“Hoi bocah, aku minta besok sore jam 5 sore, 
kau presentasikan laporanmu diruang pemeriksaan ini.” 
terdengar suara Tuan Jonah menggelegar lewat speaker di ruang pemeriksaan.

Aku terdiam sejenak, sebelum bertemu dengan Vicko Tuan Jonah meminta laporan saja, 
sekarang memintaku untuk presentasi ?
Aku mengganggukkan kepalaku ke arah ruang pengamatan, 
dimana Tuan Jonah berada.
Tidak ada gunanya beradu argumentasi dengan orang yang punya watak dominan dan berkuasa itu.

Aku membereskan berkasku dan meninggalkan 
ruang pemeriksaan. 
Saat ini pikiranku jenuh dan dilanda keraguan, 
belum bisa mempercayai siapapun di pulau ini.

Aku tahu Mrs. Rose
terus menatap punggungku sampai aku menutup pintunya. 
Aku menyadari bahwa dengan bertemu dengan banyak penghuni pulau ini laksana kepingan puzzle yang mulai.

Sesampainya di depan pintu kamarku, 
aku tertegun… 
Suatu pemandangan layaknya film bioskop terlihat di pikiranku.
Aku melihat Mrs. Rose, 
Tuan Jonah masih ada di ruang pengamatan, 
mereka nampak sedang berdiri berhadapan.

Kala itulah aku mendengar percakapan Mrs. Rose dengan Tuan Jonah 
“Vicko pasti mengguncangnya dengan mengatakan sesuatu, Rose,” ucap Tuan Jonah.

“Dia masih muda. 
Vicko yang dihadapinya, dimata Moira seperti dewa,” ucap Mrs. Rose.

“Seperti dewa? 
Apa maksudnya?” 
terdengar suara Tuan Jonah heran.

“Yah, itu…
segala kemampuan yang dimiliki Vicko, 
di mata Moira begitu luar biasa. 
Kemampuan bertarungnya, keahlian biologi dalam membuat racun biologis, belum lagi keilmuannya yang sama dengannya di psikologi.” urai Mrs. Rose.

“Pastikan dia tidak diperalat Vicko, Rose! 
Vicko bisa membunuh kita lewat bocah itu. 
Bocah itu bisa dimanfaatkannya untuk melawan kita, 
entah dia dititipi racun biologis untuk membunuh kita atau di suruh oleh Vicko untuk menyelundupkan sesuatu.” 
Tuan Jonah berkata dengan tegas, raut mukanya nampak masam.

‘’’Saya rasa kita tidak perlu terlalu paranoid, 
Tuan Jonah. 
Tuan bisa melihat sendiri, mereka bercakap-cakap cukup lama tadi. 
Nanti, aku akan coba korek apa yang dikatakan Vicko kepada Moira.”

Penglihatan dan pendengaran itu tiba-tiba terhenti.
Aku terhenyak, 
suara dan penglihatan tadi terlihat dan terdengar jelas di benakku.
Aku membuka pintu kamarku dan segera masuk.

Aku sangat terheran-heran mengapa aku bisa mempunyai kemampuan baru tanpa kupelajari?
Long distance eyeless sight seeing atau melihat dari jarak jauh tanpa kehadiranku secara fisik, 
bahkan pembicaraan merekapun 
kudengar jelas.

Aku mengabaikan dulu bagaimana bisa kemampuanku muncul, 
saat ini aku harus fokus bagaimana menyelamatkan hidupku.

Aku jadi teringat, 
mengapa tadi Mrs. Rose ingin tahu semua yang kubicarakan dengan Vicko.
Mrs. Rose yakin sekali bahwa Vicko telah mengatakan sesuatu padaku. 
Ia ngotot agar aku berbagi informasi dengannya, 
yang kemudian pasti akan disampaikannya kepada sang bos Chimera, 
Tuan Jonah. 
Bah!
Dan aku harus kuat saat ini, Mrs. Rose bukan sahabat yang bisa dipercayai.

Setelah dua observasi dengan Leman serta Vicko hari ini yang begitu melelahkan, 
aku masih mengejar laporan untuk di sajikan besok pada Tuan Jonah.
Aku butuh menenangkan diri di kamar.

Di kamar, 
aku membaringkan tubuhku, beban pikiranku 
aku urai perlahan-lahan.
Aku focuskan diriku untuk merefleksikan siapa insan yang bisa kupercaya saat ini dari kejadian yang berkaitan dengan Vicko.

Pikiranku melayang ke Mrs. Rose. 
Ia begitu antusias bertanya apa yang diucapkan Vicko kepadaku selama sesi tadi sore. 
Ia juga penasaran mengapa aku berani berdua dengan Vicko.
Aku harus berani mengambil keputusan setelah hasil tes Vicko yang pertama menunjukkan kepribadiannya normal, tidak psikopat.
Aku berpikir Vicko memanipulasi hasil tes selanjutnya tentu mempunyai suatu tujuan.
Daripada aku mempercayai dan mengikuti saran 
Tuan Jonah, 
lebih baik aku mengambil resiko untuk mempercayai Vicko.
Membanting microphone di depan Vicko juga merupakan strategi supaya Vicko mempercayaiku.

Resiko kematian yang menghadangku, 
baik dari Tuan Jonah maupun Vicko sama saja bagiku, maka aku ambil resiko berpihak pada Vicko dengan menghancurkan microphone di hadapannya.

Dan kesadaran ku muncul, aku harus segera banyak bertemu dengan insan di pulau ini, 
menyaring info dari mereka, supaya benang merah ini segera terkuak, 
mengapa aku disini.

Sementara itu respekku kepada Mrs. Rose sudah jatuh. 
Ya, kepercayaanku kepada wanita cantik itu jatuh.
Bagiku, 
Mrs. Rose merupakan perpanjangan tangan 
Tuan Jonah penguasa pulau Chimera yang keji.

Aku harus berjuang untuk diriku sendiri, 
aku berjalan menuju ruang dimana Jeff bekerja, 
aku membutuhkan banyak referensi tentang seluruh kemampuan metafisika dari penghuni pulau ini, 
supaya presentasiku logis dan sesuai keilmuanku.

***

Jeff sedang duduk di ruang monitor di depan, nampaknya dia menyadari kedatanganku, 
terbukti dia tidak terkejut saat aku membuka pintu.
Mungkin layar yang menampilkan CCTV memperlihatkan sosokku menuju ke ruangannya.

“Hmm ada perlu apa?” 
kata Jeff datar, 
sementara wajahnya masih asik dengan tablet yang ada di tangannya.
“Aku butuh koneksi internet Jeff, untuk menyelesaikan tugas dari Tuan Jonah.
Banyak referensi yang harus ku unggah, aku minta password-wifinya.””Kau butuh berapa lama?password-nya berubah secara sistem, 
besok pukul 6 pagi.
Ini standard keamanan disini, kalau lebih dari esok 
jam 6 pagi kau minta lagi kepadaku.
Paham?” jelas Jeff sambil menyodorkan secuil kertas berisi password WiFi.

“Okay Jeff, paling nanti malam saya kebut supaya selesai, selamat petang.” jawabku kubuat sehalus mungkin, 
mengingat aku membutuhkannya dalam akses internet.
Jeff tidak menjawabku, wajah nya kembali tenggelam dalam tabletnya.
Aku pergi meninggalkannya.

Aku membuka laptopku, menunggunya menyala.
Kembali, pikiranku berputar-putar. 
Vicko mengenal papaku. Segala ucapan Vicko sungguh mencengangkan dan melelahkan, 
ibarat bermain catur Vicko sudah memikirkan 5 langkah ke depan, 
sementara aku hanya selangkah dua langkah ke depan.

Tok..tok…tok…
seseorang mengetuk pintu kamarku.

“Moi, boleh aku masuk?” 
itu suara Mrs. Rose.

“Aku mau istirahat dulu, 
Mrs. Rose,” sahutku tanpa membukakan kunci pintu kamar.

“Lelah banget ya, hari ini?”

“Ya, Mrs. Rose. 
Nanti malam ketemu di ruang makan ya.”

“Oke deh.Sampai nanti ya, Moi.” terdengar suara Mrs. Rose lirih.

Aku sangat lega, 
karena Mrs. Rose tak memaksa untuk masuk kamarku.

Bayangan-bayangan kembali berkelebat cepat dalam pikiranku, bak film yang diputar.

Ucapan Rado, 
“Tapi ketahuilah bocah, kamu ada di tempat serta waktu yang salah.”

Ucapan Leman, 
“Khamu salah jhalan. Pulanglah selagi masih bhisa!”

Ucapan Vicko, 
“Sadarilah gadis cilik, 
kamu ada dalam konspirasi besar. 
Pikirkan mengapa
kamu sampai berada disini.”

Mengapa aku berada disini?Tentu saja karena aku cumlaude dan Chimera dengan perantaraan Mrs. Rose merekrutku. 
Bahkan dosen pembimbing skripsiku Prof. Julian merekomendasikan Chimera untukku.

“Dengan menandatangani kontrak ini, 
kamu bukan hanya calon abdi bangsa. 
Kamu adalah
calon patriot, Moira.” 
Begitu ucapan Mrs. Rose waktu itu.\

Lalu ucapan Prof. Julian saat menelpon, 
“Ya, dia sudah ada disini.”
Dia yang dimaksud tentu saja aku.

Astaga, apa-apaan ini.Semuanya seolah mengenalku.
Semua tertuju padaku, pikiranku menjadi kacau.

Baik Leman maupun Vicko mengetahui sesuatu. 
Mereka berdua memintaku meninggalkan tempat
ini. 
Ah…
Vicko…
orang itu belum menjawab pertanyaanku. 
Benarkah papaku ada di sini juga, mungkinkah beliau… Pernah mengunjungi, menjaga atau… 
bahkan menempati salah satu sel di chimera?
Aku menepis pikiran negatifku, pikiranku kembali menerawang.

Lalu ucapan Henry, 
“Akan ada banjir darah disini.”Henry mendengar sesuatu dengan kemampuan telepatinya.
Kengerian demi kengerian seolah tersusun semakin memuncak saat aku tiba di pulau ini.

“Aduh, 
mengapa aku yang harus berada disini?Jangan-jangan…
benarkah aku sudah dipilih
dari awal 
untuk masuk ke Chimera ini, baik aku cumlaude maupun bukan? 
Kalau iya, mengapa?”Kepalaku berdenyut. 
Aku memaksa otakku terus berpikir.

Bayangan segitiga dengan tiga gambar binatang yang berbeda di tiap sudutnya melintas.
Logo Chimera yang misterius.

“Apa hubungannya semua ini dengan mimpiku yang begitu nyata? 
Apakah aku…
Sebenarnya memiliki kemampuan untuk meramal lewat mimpi?” 
Aku menggeleng, 
menepis pemikiran ajaibku sendiri. 
“Ah…itu tidak mungkin kan
Atau ada seseorang yang bisa memanipulasi otakku?”

Aku tercekat, aku jadi teringat Henry, 
dia…
dia…
mampu berteleportasi dengan diriku, 
tetapi tidak mungkin dia yang mengirim mimpi itu, karena vibrasi kami 
belum sama dan tidak saling kenal saat itu.

Ucapan Vicko, 
“Saranku tinggalkan pulau ini, sebelum kamu terbunuh, Gadis Cilik!”
terngiang lagi dengan seluruh intonasi ucapan Vicko.

Ini terlalu gila. 
Aku sudah dipilih sejak awal.
Pikiranku mendakwa diriku sendiri.

“Kapten Gepardi? Hhmmm..aku mengenal dia, Gadis Cilik.” ucapan Vicko kembali bergaung.

“Ada benang merah dalam konspirasi ini, 
tapi apa?” 
Aku memaklord of sa kepalaku terus berpikir.

Segalanya berputar membingungkan.

“Moi..Moira…uhuui…” 
Henry memanggilku dengan suara telepatinya di kepalaku.

“Jangan ganggu aku sekarang, Hen. 
Kumohon, 
aku harus menyelesaikan tugas dari tuan Jonah malam ini,” ratapku.

“Jangan memaksamu berpikir terlalu keras, istirahatlah,” pinta Henry.

“Bisakah kamu diam dulu.Jangan menggangguku dulu, Henry!” bentakku.

“Oh, maaf…maaf ya…,” 
suara Henry menghilang 
dari kepalaku.

Barusan aku membentak Henry dengan kasar. 
Padahal pria itu justru menasihati aku untuk istirahat dengan baik padaku.

Ah,
lain waktu aku akan meminta maaf padanya. 
Saat ini aku benar-benar ingin sendirian. 
Tugas dari Tuan Jonah benar-benar berat, sekarang dia memintaku untuk presentasi besok sore.
Huuft…

Ucapan Mrs. Rose berputar dalam benakku, 
“Kamu sudah dipilih. 
Tidak ada kata mundur
Kita bisa melewati ini bersama.”

Ucapan Tuan Jonah yang mengintimidasi keluargaku kembali terngiang dan menyakitkan hatiku, 
“Kau, Ibumu yang guru bimbel, serta adikmu yang kurus, little Bill akan 
aku adu dengan Vicko.”

Baik Mrs. Rose maupun 
Tuan Jonah telah mengenal dengan baik seluruh keluargaku.
Mereka mempelajari aku, ayahku dan keluargaku 
dari awal, 
bahkan ancaman mengerikan juga ditujukan pada keluargaku.

Oh…
Aku terguncang. 
“Mengapa aku tidak menyadarinya kalau dari awal, dan kini…
aku ada di tengah konspirasi maut ini? 
Artinya keluargaku juga menjadi taruhan. 
Mamaku beresiko tidak punya pensiunan apabila papa dinyatakan desersi.
Nama baik Papa akan rusak, serta adikku akan berhenti kuliah karena beasiswanya dihentikan.

Bahkan mungkin bisa jadi lebih buruk dari itu. 
Aku harus jalan terus. 
Tidak ada kata mundur 
dan saat ini tidak ada satupun orang yang bisa 
aku percayai. 
Akan kutunjukkan bahwa aku, Moira Gepardi 
adalah sosok yang kuat 
dan mandiri.”

Setelah memotivasi diriku, aku memaksa tubuhku untuk bekerja malam itu.
Akses internet di pulau Chimera sangat baik.
Aku baru menyadari data-data sebesar apapun sangat cepat kubuka dan 
ku download, 
ternyata akses internet militer sangat hebat.

Tapi ada hal yang mengherankan, 
setiap aku tidak menggerakkan mouse 
atau keyboardku, 
dalam jeda waktu beberapa menit, 
tampilan laptopku kembali ke awal, 
dimana aku harus membuka dengan password lagi.

Aku cemas bahwa apa yang aku akses di mata-matai oleh Jeff.
Ah, kalau ini berkaitan dengan pekerjaanku mengapa aku harus takut?

Aku juga berbelanja barang kebutuhanku di situs online dan ku alamatkan ke rumah mama, 
supaya nanti bisa dibawa oleh Tuan Jonah 
6 hari lagi.
Lalu aku meminta sapu tangan papaku untuk di bawakan kepadaku.
Saputangan papa…
Ya, 
harapanku Angel Curly 
atau Risty siapa tahu bisa mengetahui keberadaannya,
masih hidupkah papa ?
Ataukah sudah…

Aku beralasan kepada mama
bahwa saputangan papa untuk menguatkanku disini, selain untuk mengobati rinduku kepada papa juga membesarkan mentalku
karena aku anak prajurit.

Aku email mama tentang keadaanku dalam kondisi baik dan sehat serta bahagia supaya beliau tidak sedih, bila tahu anak perempuannya diperlakukan keras setiap hari.

Oh mama,
betapa aku ingin pulang, kalau saja aku bisa lepas dari pulau yang sangat mengerikan ini.
Tak terasa air mataku mulai bercucuran.
Aku rindu mama, 
rindu William adikku, 
rindu rumah…
Aku menghapus air mataku, aku mulai fokus untuk mengevaluasi apa yang kudapat dari hasil pengamatan tentang insan-insan yang istimewa di Chimera.
Aku mulai melanjutkan lagi pekerjaanku.

Beberapa jam kemudian pintu kamarku diketuk, 
Tok..
Tok..
Aku membukakan pintu kamarku kulihat Mrs. Rose berdiri dengan nampan berisi makan malam.
“Hi, Moi.
Ini sudah larut malam, aku bawakan jatah makan malammu sebelum dapur kosong, 
dan tidak ada makanan di dapur.” Sapa Mrs. Rose manis.

“Oh, merepotkan ya 
Mrs. Rose, 
maaf Moi baru input data serta mengolah presentasi Moi tentang para berbakat yang ada di sini.”
kataku sambil menerima nampan makanan.

Aku berjalan dan menaruh nampan itu di atas lemari bajuku.
Mrs Rose masuk ke kamarku dan duduk di tepi ranjang ku.
“Masih banyak ya Moi, pekerjaanmu ?” tanya Mrs. Rose pandangan matanya tertuju ke laptopku yang masih menyala.

“Iya, Mrs. Rose 
masih banyak, 
dan sangat berat bagiku.
Sekali praktek yang dihadapi komplek.
Aku lanjut ya.” 
Jawabku lalu aku duduk melanjutkan pekerjaanku di laptop.

Kami berada di kamar berdua, Mrs. Rose tidak berbicara lagi sesudah itu.
Aku serius dengan laptopku, Mrs. Rose duduk sambil kakinya sesekali bergoyang-goyang kecil.

Sekitar setengah jam kemudian Mrs. Rose berdiri
“Okay, 
aku tinggal dulu ya Moi, selamat bekerja 
dan jangan lupa makan supaya tidak sakit dan pusing.
Selamat malam.”
Dia berkata sambil menutup pintu kamarku dengan perlahan.
“Selamat malam Mrs. Rose, terimakasih sudah ditemani.” kataku sambil menoleh ke arah pintu.

Setelah lewat tengah malam aku baru memakan makan malamku, setelah itu aku keluar dengan nampanku untuk kembalikan ke dapur.

Setelah mengembalikan nampan, aku berjalan menuju ke ruangan tengah, ke kamar Angel.
Saat kubuka kamar kulihat Angel duduk di bawah, posisinya sedang meringkuk dengan mendekap
boneka gonzo, 
pandangannya kosong melihat lantai.

“Angel, kok duduk 
di bawah lagi…dingin, 
ayo bangun… 
Moi temani di kasur yuk.” sapaku, 
sambil mengangkat tubuhnya Angel.
Angel beringsut, 
dengan perlahan 
aku membimbingnya untuk duduk di ranjang, 
kami duduk bersisian di tepi ranjangnya.

Kala aku duduk bersisian dengan Angel, 
gadis itu bertanya.
“Diantara Mrs. Rose 
dan Moi, 
sedang ada masalahkah?”

“Apa? 
Diantara kami? 
Ngg…ya…
sedikit beda pendapat saja, Angel.” Ujarku berhati-
hati memilih perkataanku.

“Hubungan kalian 
tak sehangat biasanya.” 
kata Angel perlahan, pandangan matanya tertuju ke tembok.

Aku berpikir, 
memang berinteraksi dengan insan berbakat lebih baik terbuka dan jujur apa adanya, 
karena Angel bisa melihat ke masa lalu, 
aku merasa dia sudah bisa melihat kejadiannya.

“Saat Moi memegang Angel, kejadian tadi… 
terlintas di pikiran Angel.” lanjut Angel seolah mengetahui keherananku.

Aku memejamkan mataku.Perasaan Angel sangat peka. “Kalau Angel mau,
boleh menggunakan kemampuan Angel lalu menyentuh tanganku atau tubuhku bagian mana saja deh. 
Moi lelah menjelaskan semua padamu, Angel.”

“Angel juga capek Moi, 
capek menyeberangi jembatan masa lalu 
yang kadang tiba-tiba hadir begitu saja dan menguasai mental Angel.” 
katanya lirih.

Aku balas menatapnya, tersenyum. 
“Maafkan Moi, Angel, 
telah ikut membebanimu.
Angel tahukan Moi selalu tulus padamu. 
Saat ini Moi sedang banyak pekerjaan.
Moi sungguh capek menghadapinya. 
Angel, bebanmu sudah berat. 
Jangan ditambah lagi dengan memikirkan Moi dan Mrs. Rose.
Paling besok kami sudah bergurau, 
bukankah masalah membuat kami saling menghargai dan lebih berhati-hati dalam bersikap.
Angel istirahat ya sekarang.” ujarku lembut.

“Ya….
Angel mengerti, 
setiap orang perlu privacy. Dan semua manusia juga berhak memilih dengan siapa ia akan berteman dan percaya. 
Angel memutuskan percaya pada Moi. 
Angel mau berbagi sebuah info denganmu.”

Aku melingkarkan tanganku ke pundak Angel, 
“Info?
Info apa Angel, 
Moi layak dipercaya kok.”

Angel menunduk, 
boneka gonzo didekapnya lebih erat, 
kakinya disilangkan rapat-rapat, 
terlihat ada suatu beban dalam dirinya.
“Setelah Tuan Jonah 
pulang dari ibukota, 
yaitu seminggu lagi, 
maka pagi harinya akan ada duel lagi.”

Aku tercekat, 
begitu mudahnya Tuan Jonah mendapatkan petarung untuk di adu sampai mati, 
seminggu lagi…

“Angel mengetahui ini saat opsir Rupert yang mengantarkan makananku hari ini, 
tanpa sengaja Angel tersentuh tangannya. 
Angel bisa melihat Rupert turut hadir dalam rapat Tuan Jonah. 
Rapat itu membicarakan duel, ada dua petarung yang telah disiapkan, 
seminggu lagi.
Mereka melawan Vicko dan Leman.”

Aku merasa badanku meremang.
Dua petarung…
Seminggu lagi… 
Itu artinya lebih banyak banjir darah manusia terulang lagi.
Mendadak aku merasa tubuhku lemas tak bertulang.