Chapter 5 Pertemuan dengan Jeff the Hacker

Aku tak menyangka Tuan Jonah hapal nama, 
bahkan nama lengkapku. 
Padahal sebelumnya berkali-kali dalam setiap percakapan dia memanggilku ‘Bocah’.

Aku baru menyadari panggilan bocah 
kepadaku itu hanya untuk meremehkanku semata. 

Kalimat-kalimat terakhir yang diucapkannya, semuanya untuk mengancamku.
Dimulai dari keselamatan nyawaku sampai ke keluargaku.

Ketamakannya akan uang membuatnya menghalalkan segala cara.
Oh, 
jadi ini yang dimaksudkan dari kalimat Tuan Jonah pertama kali bertemu denganku, 
aku melakukan tugasku dan kamu melakukan tugasmu.

“Dia baru melalui masa sulit Tuan Jonah, 
tak perlu Anda ancam-ancam lagi,” ucap Mrs. Rose membelaku.

“Anda bukan manusia, Tuan Jonah!” 
aku berteriak dengan sisa keberanianku.

“Hmmmh, 
kau butuh ini? Terima!”, dengus Tuan Jonah sambil melempar segepok uang ke tubuhku, 
menimpa bagian dadaku.

Aku merasa sangat terhina.
Ikatan uang itu memantul dan jatuh ke lantai.

“Itu hadiah dariku 
untukmu, Bocah. 
Sebenarnya aku bisa saja menghukummu karena kelancanganmu, 
mau kusiksa kau habis-habisan, 
atau kutaruh kau 
tidur di salah satu sel di belakang, 
tetapi hari ini hatiku sedang senang 
dan…yah, 
aku jadi ingin bermurah hati padamu.
Bagaimana?” 
perkataannya datar 
seolah mengabaikan bahwa aku masih manusia.

Tuan  Jonah menyeringai, lalu dalam sekejap wajahnya berubah menjadi keras, kegeraman terpancar di wajah Tuan Jonah.
“Bawa dia pergi, Rose!”

“Moi, kita balik ke kamar, yuk,” ajak Mrs. Rose.Tangannya menarikku untuk turun dari tangga.

“Pastikan Rose, 
anak ini tidak berulah lagi. Bisa kan?” timpal Dragono tak kalah garang saat menatapku, 
dari sorot matanya nampak kemarahan yang ditahan.

Mrs. Rose mengangguk, seolah pasrah.
Aku menendang ikatan uang itu dan berlari keluar ruangan Tuan Jonah,
langkah sepatu Mrs. Rose terdengar berada di belakangku.

Aku bergegas menuju kamarku.

Aku membuka kunci kamarku, 
dengan jari-jariku yang gemetaran. 
Telapak tanganku sama dinginnya dengan pegangan pintu yang kupegang. 
Susah payah aku mendorong pintu kamarku.

Kelelahan dan ketakutan kembali merambati diriku.
“Moi, aku temani di kamarmu ya,” ucap Mrs. Rose.
Aku tidak menjawab, perkataan Mrs. Rose.

Aku merebahkan diri di kasurku. 
Perasaanku campur aduk antara ketakutan, 
kengerian dan bayangan kematian Degardo berkelebat lagi di pikiranku, belum lagi ucapan ancaman yang dilontarkan oleh Tuan Jonah.

“Ini gila Mrs. Rose, 
orang mati terbunuh di depanku. 
Dan darahnya…oh, Tuhan..” aku menutup sebagian wajahku dengan bantal.
“Ya Moi, aku mengerti perasaanmu,” ujar Mrs. Rose  teduh.

Sementara itu terasa air mataku mengalir lagi.
“Kau harus kuat Moi, inilah yang ada disini.”
“Dan..gelar Vicko itu 15 kali juara tak terkalahkan? Apakah maksudnya… sebelumnya…
telah ada 15 kali pertandingan dan berakhir dengan 15 kali pembunuhan di atas arena? 
Oh, tidak…
ini cuma mimpi kan? 
Ini mimpi kan, Mrs. Rose?”
Aku kembali terisak.

Aku sungguh tak mengira. 
Kengerian tempat ini jauh melebihi perkiraanku.Raungan kesakitan Degardo saat kakinya patah, 
serasa mengiang kembali di telingaku.

Aku menatap Mrs. Rose.Sorot matanya lembut dan penuh perhatian padaku. 
Aku mengerjap, 
“Maafkan aku Mrs. Rose. 
Aku larut dalam emosiku.”

“Istirahatlah Moi, 
hari ini kamu sudah melewati pagi yang sangat berat di hidupmu.”
“Tidurlah Moi, 
nanti siang aku bangunkan, kita makan bersama nanti ya.”Mrs. Rose berdiri 
dan beranjak pergi dari kamarku.

Aku mengangguk, 
dan siang itu aku hanya sanggup termangu-mangu 
di tepi ranjangku.

Sekitar dua jam kemudian Mrs. Rose datang lagi 
ke kamarku membawa nampan  berisi makan siang untukku.
“Makanlah Moi, supaya kamu tidak lesu seperti itu,” kata Mrs. Rose membuka percakapan.

“Aku belum lapar Mrs. Rose,” sahutku pendek.
Mrs.Rose duduk di sampingku, 
di tepi ranjangku, 
sementara nampan berisqi makan siang diletakkannya di atas lemari pakaianku.

“Oh ya,
empat hari lagi, 
Tuan Jonah akan kembali ke ibukota. 
Dia ambil cutinya tiga hari, lalu kembali kemari membawa logistik. 
Paling tidak dalam empat  hari ini kamu sudah punya catatan awal para penghuni pulau ini untuk dilaporkan kepada pimpinan Tuan Jonah, 
yakni Jendral Manton. 
Beliau adalah ayah Risty.Kalau ada barang-barang yang kamu butuhkan, 
kamu bisa titip dengannya.”

“Masih perlukah di data, Mrs. Rose? 
Bukankah tempat ini akan segera ditutup?”


“Itu kata Tuan Jonah, 
entah kebenarannya bagaimana aku tidak tahu.Yang pasti, 
saat ini tempat ini masih beroperasi. 
Itu berarti kita masih harus melakukan tugas 
tanggung jawab kita disini, bukan? 
Aku sudah menyusun jadwal untukmu. 
Sore ini kita berkeliling pulau ya, ditemani Pak No. Sekaligus sebagai terapi alam.”

Aku menggumam, “Terapi alam untuk menghilangkan efek traumaku ya Mrs. Rose?”
“Ya Moi, 
sekaligus sebagai refreshing, hehe.. 
Kita mulai dengan 
yang menyenangkan dulu ya Moi, 
karena jujur saja penghuni disini kasusnya berat-berat.”

“Mrs. Rose, 
saya butuh data psikologi mereka di masa lalu, adakah?” pintaku pada Mrs. Rose.

“Bisa diusahakan. 
Aku akan minta bantuan Jeff untuk mengakses data masa lalu mereka. 
Inilah kelebihan kita, Moi.Akses kita tanpa batas, karena akses negara. 
Data sekolah, 
kesehatan, 
wilayah yang pernah dikunjungi, 
keluarga, 
keuangan, pajak, 
apapun bisa kita dapatkan.
Semoga besok siang sudah tersedia. 
Oke.
Aku pamit dulu istirahat Moi. Nanti sekitar jam empat sore, kita keluar jalan-jalan ya, jangan lupa setelah ini makan dulu, 
aku sudah bawakan ke kamarmu.”
Mrs. Rose menepuk punggungku lembut 
lalu keluar dari kamar. 
Ia menutup pintunya dengan hati-hati dan perlahan.

Oh, Tuhan.
Tempat macam apa ini? Mengapa aku bisa berada di tengah-tengah kengerian yang tidak berujung, 
dan aku tidak mampu menghalangi ataupun berbuat sesuatu untuk mencegah peristiwa brutal yang terjadi di depan mataku.
Kepalaku terasa pening.
Aku tak bisa berbuat apa-apa untuk mengakhiri pembunuhan manusia di depan mataku, 
apalagi aku jelas tak mampu
menyadarkan Tuan Jonah, 
bahwa apa yang dilakukannya sangat mengerikan. 
Sebaliknya komandan tertinggi Chimera itu 
begitu yakin bahwa 
apa yang dilakukannya memprovokasi serta merekam pembunuhan, adalah hal yang benar 
demi kepentingan militer.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Gila. 
Ini gila.

***

Aku sudah siap kala jam empat sore, 
lagi-lagi Mrs. Rose datang tepat waktu. 
Aku diajak keluar dari kamar, 
bersama dengan dia terasa lebih nyaman bagiku, melewati beberapa prajurit, mereka menghormat pada Mrs.Rose dan aku, 
dari sorot mata mereka nampak melirik diriku.
Entah apa yang mereka pikirkan.

Aku melihat sosok bertubuh kecil, 
sedang berdiri mematung dihadapan kami, 
memakai kaos putih dengan handuk tipis nampak menggantung di lehernya, wajahnya yang datar seolah tidak mempunyai ekspresi.

“Pak No, 
tolong antar kami keliling pulau, Ya.” 
Ucap Mrs. Rose kepada pria yang berdiri mematung tadi, bertubuh sedang, 
berwajah polos berkumis tipis. 
Aku ingat dalam presentasi Mrs. Rose yang lalu disebutkan dialah Pak Johno, orang yang dipercayai menjaga kebersihan
dan tukang masak di pulau Chimera.


“Ya, Mrs. Rose, ya.” 
jawabnya seolah seperti orang menggumam.

Mrs. Rose membuka akses pintu gerbang dengan scan sidik jarinya, 

dengan pindai jari tangan Mrs. Rose, 

gerbang Chimera terbuka. Sebenarnya aku juga ingin mencoba pindai tanganku, apakah aku punya akses juga untuk membuka gerbang kengerian ini? 

Mungkin sewaktu-waktu 

aku perlu melarikan diri dari tempat mengerikan ini?

Saat pintu gerbang pertama terbuka, 

nampaklah si raksaksa gundul, 

Dragono sedang berbincang-bincang dengan dua prajurit yang menyandang senjata laras panjang di depan.

“Dragono, 

kami mau keluar, melihat-lihat pulau,” ucap Mrs. Rose.

Pria gundul tinggi besar itu menatap kami. “Hmm..ombaknya sedang besar, 

berhati-hatilah Rose, 

jangan terlalu dekat pantai.”

Mrs. Rose tersenyum 

dan melambaikan tangannya.

Terasa perhatian Dragono kepada Mrs. Rose 

saat menyuruh berhati-hati, dibandingkan sikap datar Dragono saat  Tuan Jonah marah besar di ruangannya tadi pagi…

ah, 

aku bisa menebak apakah Dragono menaruh hati kepada Mrs. Rose?

Kami mulai melangkah keluar, 

Mrs.Rose seperti tour guide bagiku, 

dia menjelaskan dengan rinci setiap apa yang kami lewati.

“Itu pembangkit listrik tenaga surya dan tenaga angin pulau Chimera, Moi. Pulau ini tak akan kekurangan energi listrik. Disana ada peternakan ayam dan sebelahnya kebun sayur organik. 

Penjaga-penjaga disini bergiliran mengelolanya.Tapi semua yang mengepalai tetap pak No. 

Ya kan, Pak No?”

“Iya, Mrs. Rose, iya. 

Disana ada peternakan sapi.Itu untuk mencukupi konsumsi kita. 

Tapi agak bau, ya bau.” 

ucap Pak No, masih dengan nada seperti menggumam, kepalanya banyak menunduk, 

tidak memperhatikan wajah lawan bicaranya.

Aku dan Mrs. Rose mengikuti langkah Pak No.

Aroma kotoran binatang tercium hidungku. 

Aku menutup hidungku dengan tangan. 

Setumpuk kotoran sapi ada di depan mataku, 

membujur setinggi pundakku.

“Pak No, apakah kotoran sapi  ini mau dijadikan kompos ya ? Mengapa kotorannya tidak dijemur saja supaya cepat kering dan tidak bau?” tanyaku.

“Ya, itu mau dijadikan prebiotik, ya.” sahut Pak No.

“Prebiotik, Pak No? untuk apa itu?” tanyaku terheran-heran.

“Itu nanti diolah lagi, itu dicampurkan ke rumput kering, 

jerami, proses lagi bisa jadi pakan ternak kering itu.

Ya, jadi pakan ternak lagi.”

Aku tidak bertanya lagi, sudah cukup banyak peristiwa di pagi tadi.

Oh iya, 

walau nampak pendiam namun aku masih dapat mengingat bahwa Pak Johno ini ahli dalam herbal, 

aku diam-diam kagum akan kecerdasannya, 

walau dia juga ditengarai mempunyai gangguan pada masa lalunya.

Terlihat di beberapa tempat di atas gundukan kotoran sapi itu tumbuh jamur-jamur bermekaran beraneka ukuran.

“Astaga, jamur.Oekk..,” aku nyaris muntah.

Mrs. Rose menarik tanganku untuk meninggalkan tempat itu.

Kami berjalan menuju pinggir pantai.

Ombak bergulung-gulung mencapai pantai.Deburannya serta hembusan angin laut membuaiku seolah saat ini kami berada di tempat wisata.

“Disana ada speed boat juga Moi. Itu speed boat inventaris pulau kita. Kuncinya ada di ruang Tuan Jonah, 

tapi bensinnya kosong.”  Tutur Mrs. Rose layaknya pemandu wisata kawakan.

Aku menatap  ke lokasi pinggir pantai, 

disitu tertambat perahu speed boat dalam posisi sudah di area yang tidak berair lagi, 

dengan lilitan rantai besi dan gembok, 

yang tampak kokoh menjaganya.

“Wah, 

tidak bisa kita pakai ya, buat keliling-keliling,” ucapku dengan nada tak bersemangat.

Pak No menjauhi kami dan memunguti kerang-kerang di pantai. 

Ia berjongkok seperti anak kecil lalu menundukkan kepalanya memandang pasir yang ada di sekitar kakinya, seolah aku dan Mrs. Rose tidak ada di situ.

“Bisa dong. Kita ambil kuncinya  dulu di ruang Tuan Jonah, 

terus ambil jerigen bensin di gudang logistik. 

Terus greeeng, 

kita bisa keliling deh. 

Tapi kamu yang nyetir ya Moi. 

Asal jangan terbalik lho, hahaha.” 

Mrs. Rose menghentikan tawanya, ia menoleh kepadaku yang diam tak merespon gurauannya.

“Moi? 

Kamu sakit?” tanya Mrs. Rose, ada nada kuatir di sana.

Aku menatap Mrs. Rose tepat di kedua bola matanya. 

Aku menggengam tangan kanannya dengan kedua tanganku.

“Mrs. Rose, 

bisakah tolong menjawab satu pertanyaanku, d

an aku minta jawablah aku dengan sejujur-jujurnya?”

Keriangan di wajah Mrs. Rose sirna. 

Ia  berdehem dan memhembuskan nafas perlahan. “Pertanyaan apa, Moi?”

Aku menarik napasku dalam-dalam 

dan keluarlah pertanyaan yang selama ini berkecamuk dalam jiwa dan pikiranku. “Pertandingan Vicko itu telah 16 kali dilakukan. 

Dan semua lawannya yang dikalahkan tentu mati di arena. 

Apakah…

papaku, 

Kapten Marinir Gepardi adalah salah satunya?”

Aku melihat mata Mrs.Rose sedikit membelalak, mulutnya dengan cepat menjawab pertanyaanku, selain terkejut, kutangkap kejujuran dalam raut mukanya saat ia menjawabku, 

“Tentu saja tidak Moi, bukankah papamu hilang saat tugas melawan separatis? 

Mengapa kau tanyakan hal itu kepadaku?”

Aku memalingkan wajahku sambil memandang ombak yang berdebur-debur, 

aku menjawabnya 

“Entahlah Mrs. Rose, mungkin aku kelelahan dan stress, sesudah peristiwa mengerikan hari ini, maafkan aku ya Mrs. Rose.”

Kami terdiam, 

aku berjongkok lalu duduk di pasir. 

Menatap deburan ombak sanggup membuat pikiranku agak tenang. 

Mrs. Rose berjongkok di dekatku, 

kami saling tidak bersuara beberapa waktu.

Aku memahami Mrs. Rose membiarkanku larut di pemandangan pantai.

Entah berapa lama aku menikmati pemandangan pantai,

Mrs. Rose menggamit lenganku, 

“Ayo Moi, 

kita balik kamar. Sudah mulai senja.”

Aku berdiri, 

bergandengan dengan Mrs. Rose berjalan menjauhi pantai. 

Pak Johno juga melangkah di belakang kami.

*****

Sesudah makan malam,aku balik ke kamarku, mempersiapkan diri untuk bertemu langsung dengan para penghuni Chimera esok hari.

Berkas pekerjaan kumasukkan dalam map plastik, 

aku rasa sudah cukup persiapan kerjaku esok hari. 

Aku merasakan kelelahan dan beban mental yang berat ada di pikiranku. 

Aku duduk bersila di lantai.Aku merelaksasi diri, membayangkan diriku di tempat yang kusukai, mengingat hal-hal yang membuatku nyaman, ingatanku pada suasana masa kecilku membuat diriku tenang.

tetapi hal itu tak berlangsung lama, telingaku menangkap suara teriakan kesakitan di belakang sana , 

qqmungkin arah lorong sel, dekat The Arena.

Ada apa lagi di sana ?Mengapa terdengar teriakan seperti itu?

Aku merasa tidak nyaman lagi, 

aku membaringkan diri di tempat tidurku, 

kututup wajahku dengan bantal, 

supaya suara mengerikan tadi tidak terdengar, 

walau dalam hatiku ketakutan, akhirnya aku bisa terlelap juga.

***

Pagi ini Mrs. Rose menjadwalkanku untuk mengobservasi tiga orang penghuni berbakat Chimera. Jeff The Hacker, Henry 

serta Ronaldo.

Kami menghabiskan sarapan dengan cepat.

“Moi, selalu ingat bahwa tugasmu mencatat, 

bila perlu mengajukan beberapa test psikologi untuk beberapa penghuni disini, kau laporkan ke Tuan Jonah dalam bentuk softcopy, 

biar tim di belakang Tuan Jonah yang memberikan hasil dan interpretasinya,” ucap Mrs. Rose.

“Oh, ada tim psikologi juga di sekitar Tuan Jonah ya Mrs. Rose?” tanyaku keheranan.

“Ya Moi, 
mereka adalah para psikolog 
yang bekerja untuk negara, berikutnya beberapa berkas pengujian psikologi di sampaikan kepadaku via email, aku printkan untuk membantu pekerjaanmu.”

“Lalu buat apa peranku, 
bila sudah ada yang ahli di sekitar Tuan Jonah?” tukasku.

“Moi, bukankah proyek ini tinggal dalam hitungan bulan? 
Kamu direkrut dengan tujuan sebagai jembatan ke psikolog pemerintah, d
an saat kamu menyelesaikan tugasmu disini, 
kamu resmi menjadi pegawai pemerintah. Bukankah itu hal yang luar biasa bagimu?”
Aku terdiam, 
mencoba
memahami kalimat Mrs. Rose.

Ayo Moi, kita ke depan, 
Jeff seharusnya di sel 
di belakang, 
tapi ia saat ini ada di ruang mess penjaga, kepandaiannya membuat Tuan Jonah memberi kepercayaan kepadanya untuk mengelola transaksi pertarungan,” ucap Mrs. Rose.

Lagi-lagi terasa bahwa Tuan Jonah mempunyai kuasa yang besar di sini, 
bahkan
sangat mutlak dan absolut.

Aku berjalan di sisi Mrs. Rose, mengimbangi langkahnya yang ringan dan cepat.
“Prajurit, kami ingin bertemu dengan Jeff,” ucap Mrs. Rose.

“Silahkah masuk Mrs. Rose.Jeff ada di dalam,” sahut salah seorang prajurit penjaga.

“Pagi Jeff.Aku datang bersama Moira, nih,” sapa Mrs. Rose hangat.

Jeff, pria muda sebayaku, berkacamata mengenakan sweater tanpa lengan itu menoleh sejenak dari laptopnya,
“Hmm…pagi, Mrs. Rose.”qq

“Hello Jeff, aku Moira,” sapaku.

“Hmm..ya..,” sahut Jeff tanpa menoleh padaku.
“Ayo Jeff, 
Moira ini punya tugas untuk mendata dirimu 
kalau kamu kooperatif padanya, 
kamu bisa cepat bebas dari sini,” ujar Mrs. Rose.

“Bagiku berada dimanapun sama saja Mrs. Rose. 
Mau kapanpun bebas, q
aku oke-oke saja. 
Asalkan ada komputer serta internet seperti ini, 
aku sudah bahagia.
Ini data yang Anda minta Mrs. Rose. 
Berkas psikologi data lama, dari semua penghuni di pulau ini, ada di sini.Termasuk aku.” jawab Jeff sambil memberikan sebendel kertas.

Mrs. Rose menerima kertas-kertas yang diberikan Jeff padanya. 
“Trims, Jeff.”

“Moi, 
kamu duduk di depan Jeff. Jeff kamu matikan dulu komputermu dulu. 
Biar Moira bisa bekerja.”
kata Mrs. Rose halus kepada Jeff.

“Aduh, 
jangan lama-lama. 
Aku lagi repot,” desis Jeff.
“Applenya ditutup dulu,” ulang Mrs. Rose lembut.

“Pagi Jeff. 
Mohon maaf, 
aku Moira mengganggumu 
di tengah kesibukanmu. 
Aku ditugaskan untuk mendata dirimu dari sisi ilmu psikologi.”

“Data psikologiku sudah aku berikan kepada Mrs. Rose barusan. 
Data pribadikupun 
ada semua disana. 
Kurang apa lagi? 
Ayolah Mrs. Rose, 
diakan anak kemarin sore.”
protes Jeff.q

Aku tertegun, 
walau aku bertutur dengan hati-hati, 
nampak dari cara bicaranya Jeff tidak menyukaiku dan juga meremehkanku, 
“Semua data yang kamu berikan akan aku pertanggunjgwabkan dan aku rahasiakan seumur hidupku.
Maaf ya Jeff, 
biarkan saya mendata 
dan mencatat semua penghuni  yang ditugaskan oleh pemerintah padaku.”
Jeff menjawab sambil tetap asyik dengan Apple -nya.

“Yaa, 
kalau kamu bisa mendapat informasi 
kapan aku bisa lepas dari pulau ini, secara pasti, 
aku apresiasi dirimu.
Bisa berkumpul dengan keluarga lagi, 
lalu bisa ngelanjutin kuliah S2 ku lagi.
Nah itu baru info yang menguntungkan diriku.”

“Okey,  okeeey deh.
Kita buat ini menjadi mudah saja ya.Cepatlah tanya-tanya semua yang ingin kalian ketahui. 
Sebenarnya memang enak juga disini, bisa bantu negara. Tapi statusnya itu yang tidak jelas.” lanjut Jeff mencerocos seolah protes padaku.

Mataku beradu pandang dengan Mrs. Rose, 
rasanya enggan bicara lagi dengan Jeff, 
walau kami sebaya 
ternyata Jeff menjengkelkan.Sulit diajak bekerjasama. 
Mrs. Rose menangkap arti pandanganku.

Aku mengambil nafas panjang, 
lalu berdehem, 
dan memulai pertanyaanku.“Mengapa kamu meretas situs-situs negara, Jeff?”

Aku mendapatkan responnya, 
Jeff memandangku. 
Ia mengambil posisi duduk relaks dan menjawab. 
“Itu…demi pencapaian, Moi.Pencapaian.
Siapa sih yang tidak kepingin menjadi seperti George Hotz, Adrian Lamo, 
Jim Geovedi, 
Anonymous?
Itu semua obsesi kami.Menjadi hacker terhebat.”

Aku mengenal  nama yang disebutkannya. 
Mereka tak lain adalah hacker-hacker terkenal yang sulit dilacak keberadaannya.
Kemampuan mereka meretas sangat luar biasa, dan rupanya inilah 
yang memunculkan obsesi bagi Jeff, 
menjadi hacker yang handal.

“Saat mencoba meretas, kalau berhasil aku puas. 
Lalu aku mencoba membayangkan yang lebih tinggi lagi, 
sampai akhirnya tertangkap,” tambah Jeff.

“Maaf Jeff. 
Tolong jawab pertanyaan-pertanyaan ini ya, 
supaya aku bisa mendata status psikologimu saat ini.Tolong ya Jeff.”
Jeff menerima formulir daftar pertanyaan, 
bahan pengujian psikologi yang kuberikan.
“Ayo, dibuat sekarang, 
kita tungguin Jeff,” ujar Mrs. Rose.
“Hadeeh, Mrs. Rose seperti dosen saja.”

Dua jam berlalu.  
Kulihat Jeff dengan serius telah menjawab semua lembar pengujian yang kuberikan. 
“Oke Jeff, 
terima kasih atas waktunya. Aku pamit dulu ya. 
Ini ballpointmu, 
aku kembalikan,”  ucapku.

Jeff menerima kembali ballpointnya tanpa suara, 
dia memutar kursinya kembali menatap ke monitor komputer.
Rupanya ada dua layar monitor di situ, 
satu untuk komputer Jeff, 
satunya untuk pantauan CCTV pulau Chimera.

Rupanya Jeff juga punya akses untuk memantau seluruh pulau itu.
Belum lagi tablet Apple yang ada di meja kerja, 
wah benar-benar istimewa juga Jeff ini, 
dunia ada di genggamannya, walau dia terpenjara di Chimera.

“Yuk, kita ke belakang, 
ke selnya si ganteng Henry,” ujar Mrs. Rose sambil mencolek sikutku,
“Walau kelihatan 
tidak berbahaya, kemampuan Henry sanggup mengacaukan pikiran, Moi. Kamu perlu hati-hati lho.”
Wanita itu menepuk punggungku.

Tanpa dikatakan, 
Mrs. Rose mencoba menggugah semangatku untuk bertemu sosok pria terganteng di pulau Chimera.
Aku berjalan mengikuti Mrs. Rose, 
aku benar-benar berharap pertemuanku dengan Henry bisa menyegarkan, 
tidak seperti Jeff yang walau sebaya, 
tetapi nampak menyebalkan.

GLOSSARY

Terapi alam Atau dikenal sebagai Ecotherapy adalah salah satu dari terapi psikologi/ psychotherapy, 
dengan memanfaatkan alam sebagai media terapi.
Studi menyatakan bahwa melakukan kegiatan luar ruangan di alam menurunkan tingkat stressor secara memuaska

Chapter 4 Pertarungan yang Mematikan

Rombongan berikutnya yang memasuki The Arena, 

adalah dua orang prajurit yang mengawal seorang pria yang diberangus pada mulutnya serta kedua tangannya diborgol kebelakang. 

Tuan Jonah segera berdiri lalu menghampiri mereka.

Suara helikopter masih terdengar, 

semakin banyak orang-orang yang memasuki The Arena. 

Ada yang nampak seperti pangeran Timur Tengah, nampak dari sorban yang dikenakan, warna kulit serta bentuk wajahnya. 

Ada pria berambut pirang mengenakan kacamata rayban hitam yang berpenampilan seperti bos gangster, 

ada yang bermata sipit dan berbahasa mandarin. 

Dan berbagai macam orang-orang lain.

The Arena yang mirip stadion kecil ini nyaris penuh oleh para tamu 

yang duduk di lantai cor beton dibentuk 3 trap meninggi.

Aku ingat landasan di Chimera hanya cukup untuk 4 helikopter. 

Suara helikopter terus terdengar begitu riuh.

Jadi para tamu ini, 

yang berasal dari berbagai negara mendarat bergantian untuk menurunkan mereka, dan kemudian pergi terbang lagi karena arena pendaratan yang terbatas.

Terakhir nampak muncul Dragono berdiri di gerbang masuk The Arena.

“Aku lepas berangusmu sekarang. 

Jangan berulah atau kuhajar habis kau. 

Mengerti, Vicko?” ucap seorang prajurit. 

Berangus itupun dilepaskan oleh salah satu prajurit di belakang Vicko.

Oh, 

jadi inilah Vicko itu.

Vicko berdiri diantara dua prajurit, 

tangannya nampak diikat di belakang tubuhnya,

sementara sebuah kayu bulat panjang nampak diganjalkan horisontal di belakang punggungnya sampai naik keatas ketiak Vicko kanan menembus kiri, dua prajurit memegangi ujung kayu itu kanan kiri, sementara dua pundak Vicko juga dipegangi tangan-tangan prajurit tersebut.

“Itu idolamu, Moi. 

Dia Vicko,” bisik Mrs. Rose.

“Astaga Mrs. Rose, 

mengapa Vicko harus di berangus seperti itu?”

“Dia terlalu berbahaya, Moi, bahkan seluruh bagian tubuhnya sangat berbahaya dan bisa digunakan untuk menyerang orang.”

“Apa imbalanku Jonah? 

Siapa calon lawanku?” Tanya Vicko.

“Namanya Degardo, 

desersi karena bergabung dengan separitis,” sahut Tuan Jonah.

“Uhhm desersi. 

Pengkhianat itu akan kupatahkan tulang pinggangnya nanti,” ucap Vicko.

“Menangkan pertandingan.Kamu akan dapat makanan kesukaanmu, menu spesial.” ujar Dragono.

“Entertaint yang bagus Vicko! 

Tamu-tamu bayar mahal untuk pertunjukanmu.” 

Ucap Tuan Jonah.

“Sadarilah Jonah, 

kau juga Dragono, 

aku seorang patriotik idealis. 

Aku diperlakukan seperti hewan begini. 

Aku akan membalas semua perlakuan ini pada kalian berdua.” 

Vicko menggeram. 

“Akan tiba saatnya, 

aku akan meledak 

tanpa seorangpun dapat menghentikanku.”

Posisi dudukku cukup dekat untuk mendengar pembicaraan Vicko dan Tuan Jonah. 

Jadi, apa yang akan dilakukan Tuan Jonah? Walau aku sudah bisa mengira apa yang akan terjadi selanjutnya, 

tak urung aku bertanya juga, “Pertunjukan model apa ini Mrs. Rose? 

Mengapa ada ring seperti octagon disini?” 

“Ssst, Moi, ingat yaa, 

kita sebagai penonton saja disini. 

Nikmati saja ya,” suara Mrs. Rose terdengar lirih. 

Suara seorang prajurit beraut wajah keras dan nampak kasar, 

dagunya dicukur dengan jenggot mulai tumbuh lagi, 

nampak berbulu-bulu mukanya, memegang mic membahana ke seluruh 

The Arena. 

“Selamat pagi ladies and gentlemen. 

Selamat hadir di tengah pulau Chimera.

Pada pagi ini kami berikan sajian pertarungan istimewa untuk kalian semua, 

sajian kelas dunia yang tiada duanya!

Langsung saja, 

telah kita lihat memasuki ring arena, 

sang juara bertahan kita, VICKO THE CHAMPION!!”

Vicko yang mengenakan kaos singlet serta celana pendek, kakinya tanpa alas, memasuki ring octagon disertai prajurit yang masih mengikat tubuhnya dengan kayu bulat panjang 

dan tangan terborgol dibelakang punggungnya.

“Haa…ini, 

mau diapakan dia Mrs. Rose? 

Apakah Vicko akan…

adu duel beneran?” Badanku merinding membayangkan hal yang akan terjadi selanjutnya.

“Dengan 15 kali rekor tidak terkalahkan!! 

Dan penantangnya adalah Degardo. 

Desersi dengan tempaan bela diri karate dan judo.” Suara bass sang prajurit menggebu bak host acara pertandingan tinju internasional di televisi.

“Dan mari Tuan Jonah sekiranya memberikan sepatah, dua patah kata untuk sambutan yang segar di pagi hari ini.”

Tuan Jonah melangkah memasuki The Arena, 

dua trap tangga dilangkahinya dengan kepala tegak penuh percaya diri.

Dia membawa mic wireless di tangan kanannya.

“Disini tidak ada peraturan.Jadi bertarunglah sebaik mungkin. 

Pertarungan berhenti 

saat salah satu diantara kalian 

mati.” 

Ujar Tuan Jonah sang pemimpin Chimera di sisi prajurit yang menjadi host.

Mati…

Mati?

Oh Tuhan, 

adakah seseorang yang bisa menghentikan pertarungan ini?

“Tuan-tuan sekalian yang terhormat, 

disini peraturannya adalah diriku sendiri. 

Karena akulah yang berkuasa di pulau ini. 

Dan aku berdiri di tengah dua lelaki yang gagah ini.Buka tutup kepalanya, Don!”Perintah Tuan Jonah.

Aku tidak melihat kapan datangnya dua orang prajurit yang mengawal seseorang yang bertubuh besar dan kepalanya ditutup kain hitam, 

naik ke tangga The Arena.

“Di kanan saya, 

berdiri Degardo 

dengan berat 105 kg, 

tinggi 185 cm, 

gagah serta kuat, 

dan hari ini dia dalam kondisi terbaiknya. 

Berdiri di sebelah kiri, 

Sang Juara bertahan 15 kali tak terkalahkan. 

Tinggi 172 cm, berat 65 kg, 

karena ia nakal, 

maka siang kemarin adalah makan terakhirnya. 

Dalam kondisi kelaparan, lebih pendek, 

dan lebih ringan beratnya, 

mampukah juara kita bertahan dan menyandang juara 16 kalinya? 

Mari pasang taruhan anda, saya berikan 1 : 2 untuk Vicko.” Ujar sang prajurit host berapi-api.

Mr. Bruno bersuara keras mengagetkanku, 

“Aku beri cek $ 100.000 untuk Degardo.”

Pria flamboyant Edward juga turut bersuara, 

“Aku terima tantanganmu Mr. Bruno. 

Aku pegang Vicko, 

ini $ 50.000.”

Wanita genit disebelah Edward itu bergerak menggoda, 

“Kau pasti menang, sayang.”

Perutku menjadi mual, rasanya aku ingin muntah saat mendengar dan melihat semua hal ini.

“Aku wakil bandar dari Vicko, mana uang taruhannya?” seorang prajurit berseru dan bergerak diantara penonton.

“Aku dari bandar yang pegang Degardo, 

mana uang taruhannya?” seru prajurit lainnya.

“Mr. Jonah, kalau aku menang, apa hadiahku?” Tanya Degardo. 

Suaranya terdengar ke seluruh stadion, 

karena dekat dengan mic yang dipegang Tuan Jonah.

“Kau akan kuselundupkan ke negara tetangga. 

Identitasmu berubah, 

kau bebas menentukan nasibmu sendiri, Degardo. 

Maka dari itu, 

kamu harus menang. Pastikan itu,” ucap Tuan Jonah tegas sambil menatap wajah Degardo.

Aku sungguh tidak mengerti. Tuan Jonah mengharapkan Vicko menang, 

disisi lain ia juga menyemangati Degardo untuk menang. 

Sebenarnya Tuan Jonah di pihak mana?

“Ya, yang mau transaksi online lagi?” seorang pria, memakai kemeja berlengan pendek rapi yang dimasukkan ke dalam celana panjangnya, berkacamata, dan membawa tablet di satu tangannya, turut berseru dan berjalan di depan penonton.

“Aku, Nak,” ucap seseorang di depan tempat duduk kami.

“Itu Jeffry The Hacker kan, Mrs. Rose?” bisikku.

“Ya, dia dilibatkan untuk menangani transaksi online.Setiap perputaran uang disini 40% masuk untuk Tuan Jonah, Moi.” bisik Mrs. Rose menerangkan.

“Baik. 

Kita mulai saja pertunjukkan hari ini. 

Vicko versus Degardo.

Siaap prajurit!!! 

Lepaskan ikatan Degardo dan hati-hati… 

buka pelan-pelan 

borgol Vicko bersama dengan palang kayunya hati-hati… 

jangan sampai kalian diterkam Vicko, 

wahai para prajurit! “

instruksi Tuan Jonah, 

sambil berjalan mundur diikuti prajurit host tersebut, lalu terakhir Dragono beringsut turun sambil membawa gebuk tongkat tonfa ditangannya yang besar.

Para prajurit yang mengawal Degardo dan Vicko mulai melepaskan ikatan dengan hati-hati dan waspada, 

agar ada jarak yang aman,

supaya mereka bisa keluar satu-persatu dari The Arena, sehingga tinggal dua pria yang akan berlaga, 

ada di tengah The Arena.

Dua pria yang gagah nampak bergerak, 

pelan-pelan saling mendekati, 

nampak tinggi Degardo terlihat kontras dibanding dengan Vicko yang nampak lebih pendek dan kecil dibanding dengan Degardo.

“Habisi dia, Vicko!!” Teriak sang flamboyant Edward mengagetkanku.

“Sikat, Degardo!! 

Ayoo!!” 

Teriak Mr. Bruno menimpali.

Degardo maju dengan cepat dan langsung agresif menyerang. 

Pukulan dan tendangannya yang begitu kuat 

serta beruntun membuat Vicko nampak kewalahan.

Suara “Bug” 

“Dug” 

terasa menggetarkan telingaku, 

rupanya Vicko terkena serangan mendadak dari Degardo tadi. 

Sudut bibir dan hidung Vicko terlihat berdarah.

Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku, belum pernah aku melihat pertarungan secara langsung seperti ini, 

suara pukulan dan tendangan terasa begitu keras terdengar menghujam telingaku diiringi sorak-sorak dari tamu.

Wanita genit bergaun merah itu menutup matanya. Edward, pria flamboyant disebelahnya justru memeluknya, 

“Haha…tenang Misye, 

sudah kebiasaan Vicko. 

Dia sukanya pura-pura kalah lebih dulu, tapi lihat nanti…”

Degardo maju menerjang.Sepasang mata Degardo berkilat seperti mata binatang buas_bengis dan tak berperasaan. 

Wajahnya garang, 

dengan tatapan mata yang dingin, 

kejam dan tanpa ampun. 

Mulutnya mengeras, 

giginya sedikit menyeringai. 

“Matii kauuu, Vicko!!”

“Degardo !! 

Degardo!!”

Nama Degardo diteriakan menggaung di seluruh The Arena.

Ya Tuhan, 

pria-pria di stadion ini semuanya sudah gila. 

Dua orang pria di tandingkan bunuh-bunuhan 

seperti gladiator jaman Romawi kuno, 

tanding secara brutal…

dan penontonnya begitu antusias senang, 

bahagia menyaksikannya. 

Terdengar dari teriakan mereka membahana, menyemangati jagoannya masing-masing.

Vicko yang nampak terdesak masih sempat tersenyum, matanya terlihat dingin seolah mengejek musuhnya,

“Jangan terburu-buru, sobat.”

Saat Degardo melancarkan pukulan, 

Vicko menarik kaos Degardo, seiring dengan itu kaki kirinya menendang dada Degardo.

Vicko menjatuhkan tubuhnya ke lantai, 

tubuh besar Degardo melayang di atas kepala Vicko,

lalu jatuh terjerembab. Bantingan Vicko membuat kepala Degardo membentur lantai dengan keras.

qBletakk!!

Degardo cepat-cepat bangkit seolah tak merasakan 

sakit kepalanya.

“Ayo, Degardo, kalau kamu menang, kamu bebas,” 

sindir Vicko mengutip ucapan Tuan Jonah.

Mr. Bruno berseru tidak sabar, 

“Ayoo Gardo, habisi dia!”

Degardo dan Vicko 

kembali berhadapan.

Sekali lagi Vicko tersenyum, “Ayolah, Gardo. 

Cobalah habisi aku.”

Mereka berdiri dekat berhadap-hadapan,

tangan mereka saling memasang kuda-kuda 

siap memukul dan bertahan.

Tiba tiba Vicko berteriak, “Awas, pertahanan bawah.”

kaki kiri Vicko bergerak cepat membentuk 

tendangan lurus dan suara 

Kraakk!! 

bergema.

Tempurung lutut kiri Degardo terlihat bengkok, rupanya tendangan bola kaki Vicko telah mematahkan bagian lutut Degardo.

Degardo memekik kesakitan, belum sempat pekikan Degardo tuntas,

meluncurlah tinju kanan Vicko telak menghantam dagu Degardo, disambung tinju kiri, kemudian berturut-turut siku kiri dan kanan Vicko.

Vicko yang lebih pendek ternyata merangsek masuk, pertarungan jarak sangat dekat 

dilakukan Vicko, 

dia tidak memberikan kesempatan pada Degardo bahkan untuk bernafas sekalipun. 

Semua pukulan itu menghajar wajah Gardo dengan keras, 

terlihat Degardo mabuk serangan, 

mimik wajahnya kosong kena gempuran cepat 

dan telak dari Vicko.

Dari seluruh wajah Degardo mengucur darah, 

dari mulut, 

hidung dan mata 

terlihat genangan darah mengalir deras. 

Mengerikan!

Tuan Jonah menegakkan duduknya. 

Ia menyeringai puas. 

“Paling lama semenit lagi, Gardo mati.” 

disebelahnya duduk 

Dragono sedang membawa camera yang kelihatannya difungsikan sebagai video…

Ooh 

pertarungan ini di dokumentasikan oleh Dragono.

“Tuan yakin? 

Gardo itu tinggi, 

besar dan kuat,” sanggah Dragono sambil tetap melihat ke LCD camera yang dibawanya mengikuti alur pertandingan dua pria di tengah The Arena.

“Tidak ada yang setaktis Vicko,” ujar Tuan Jonah dengan bangga. 

Komandan tertinggi Chimera itu kelihatan sangat bahagia pagi itu, 

wajahnya sangat cerah.

Astaga, 

ditengah kejadian seorang meregang nyawa, 

wajah Tuan Jonah justru nampak bahagia, 

senyum tetap tersungging, 

bahkan dia terlihat ketawa saat serangan Vicko di wajah Degardo, 

Ooh 

ternyata pimpinan Chimera adalah orang yang sakiit….

dan seluruh pertarungan ini direkam oleh Dragono? Untuk koleksi pribadinyakah? 

Atau…

“Vicko!! 

Vicko !! 

Vicko!!”

Nama Vicko digaungkan. 

Aku tak sanggup melihat ke ring lagi. 

Seluruh wajah Degardo sudah bersimbah penuh darah. 

Pria besar itu nampak terduduk lemas di lantai. Vicko berdiri di belakang tubuh Degardo, 

tangan kanan Vicko mencengkeram rambut lawannya, 

bahkan rambut Degardo sudah basah oleh darahnya sendiri, 

seperti keramas darah.

Kepalanya yang besar 

ditarik oleh Vicko 

supaya tidak jatuh terkulai.

“Kau ingin aku apakan dia Jonah? 

Apa imbalanku?” teriak Vicko.

Tuan Jonah mengacungkan jempolnya lalu memutarnya ke bawah. 

“Selesaikan dia!! 

Dan tinggal 2 kontrak lagi, kau bebas Vicko.”

“Oke. 

Kau yang minta, Jonah. 

Aku tuntaskan dengan mematahkan pinggangnya.”

sahut Vicko tenang, 

tatapan matanya terlihat dingin dan santai.

Mematahkan pinggangnya?

Pinggang Degardo? 

Aku sungguh terkejut, 

tanpa sadar aku bangkit berdiri. 

Aku berteriak, 

suaraku terdengar parau 

“Ini gila. 

Apa-apaan ini?”

Mrs. Rose memegangku dan memaksaku untuk duduk kembali, 

“Tenang, Moi. 

Ayo, duduk lagi, Moi.”

Di tengah arena, 

dengan lincah gerakan luwes Vicko mengait lengan kiri Degardo lalu melompat kepunggungnya. 

Berat badan Vicko menekan punggung atas Degardo. 

Sekali lagi bunyi 

Kraakk!! 

bergema 

bahkan kali ini terdengar sangat keras.

Degardo terlihat langsung terkulai badannya, 

diantara dua kakinya sendiri, 

dan bentuk tubuhnya terlihat tidak simetris lagi, 

condong ke kiri, 

Vicko telah mematahkan punggungnya!

Tidak ada erangan lagi, 

tapi kulihat kedua kaki Degardo masih bergerak-gerak kecil 

seperti orang kejang-kejang, dan semakin lama semakin lemah.

“Selesai, Jonah!” seru Vicko.

The Arena serasa meledak karena kemenangan Vicko.Nama Vicko digaungkan.

“VICKO !! 

VICKO!! 

VICKOO!!!”

Nampak sang flamboyant tertawa keras dan mencium wanita genit di sebelahnya.

Empat prajurit masuk di pintu The Arena, 

mereka membawa tongkat tonfa, 

ada yang membawa seperti pistol yang ujungnya nampak ada bunga api listrik dan tongkat kayu bulat yang tadi digunakan untuk membawa Vicko, 

mereka menyuruh Vicko tiarap di lantai.

Setelah berhasil memborgol Vicko dan membawanya keluar. 

Dua orang prajurit berikutnya menyeret kaki Degardo yang telah terkulai lemas seperti pohon tumbang, keluar arena.Darah merah Degardo membekas memanjang dari The Arena ke sepanjang jalan.

Vicko kembali diberangus dan diborgol. 

Ia digiring keluar arena kembali ke selnya, 

rupanya sel Vicko tepat di ujung pertama berbatasan dengan gerbang The Arena. Sel yang tertutup rapat mirip pintu ruko tadi.

Orang-orang ini sungguh tidak punya hati.

Aku benar-benar tak tahan menyaksikan semua ini. 

Aku mual dan muak. 

Air mataku membanjir. 

Setelah beberapa saat bisa mengatasi kaki dan lututku yang terasa lemas, 

aku menguatkan diri untuk berdiri, 

walau langkah kaki ku berat tetapi aku mencoba berlari meninggalkan tempat dudukku, terasa lariku seperti gemetaran.

Aku berusaha untuk pergi secepat mungkin dari situ dan berlari keluar ruangan, kulewati Mrs. Rose,

Tuan Jonah dan Dragono serta pak Iskandar, 

aku tak peduli lagi.

“Anak bau kencur itu belum terbiasa. 

Biarkan saja dia.”Kudengar Tuan Jonah berkata saat melihatku melintas di depannya, tangan Mrs.Rose terasa mencoba untuk meraihku, tak kuhiraukan.

Saat melewati sel-sel yang berteralis terbuka,

kurasakan banyak pasang mata melihatku, 

aku sudah tak peduli lagi, 

ya aku harus segera pergi ke kamarku, 

menjauhi ruangan yang penuh kegilaan yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Terdengar Mrs.Rose berkata,” Jangan ikut-ikutan Henry!”

Terdengar suara dalam sel itu, 

“Lhoo, bagaimana aku bisa ikut-ikutan Mrs.Rose, 

aku kan terkurung disini.” 

Aku tetap terus berlari, 

tak peduli langkah Mrs. Rose yang kurasakan satu-dua langkah di belakangku, 

saat kulewati dua prajurit yang menjaga di perbatasan gerbang sel, 

aku merasakan wajah-wajah meremehkan dari pandangan mereka.

Masih terdengar di belakangku, 

The Arena yang masih gegap gempita karena perhitungan taruhannya, 

lariku akhirnya terhenti, tubuhku ambruk.

Napasku terasa sesak, 

pikiranku berkecamuk, 

bahkan kurasakan aku tak bisa melihat lagi, karena banyaknya air mataku di pelupuk mataku, 

tubuhku gemetaran 

dan lututku terasa lemas, 

tak sanggup menyangga tubuhku lagi, 

aku menyandarkan tubuhku ke dinding, 

mengatur napasku, 

di depanku ternyata ruangan Tuan Jonah yang kemarin aku masuk ke dalamnya. 

Suara sepatu Mrs. Rose terdengar mendekatiku, 

aku tak peduli, 

aku mencoba menguasai tubuhku yang lunglai, 

nafas ku tersengal-sengal, 

kucoba untuk mengaturnya.

Mrs.Rose sudah duduk disampingku, 

tangannya dilingkarkan ke pundakku, 

ia memijat-mijat pundakku.

Beberapa tamu-tamu yang keluar dari The Arena melewati kami, 

mereka hanya berbisik-bisik, 

ada yang tersenyum simpul sambil melewati kami, 

aku sudah tidak sanggup bergerak saat itu, 

terlalu lemas, 

hanya sesenggukan tangisku yang terdengar susul-menyusul dengan deru nafasku, 

belum pernah aku mengalami menangis sehebat ini.

Sang pria flamboyant berdiri tepat di depanku.

“Hei, gadis kau baru pertama kali ini ya, melihat pertunjukan seperti itu.” 

Kalung emasnya berkilat tertimpa cahaya lampu penerangan ruangan.

Aku mengusap air mataku dengan tangan.

“Jangan menangis sayang, kan ada kak Edward disini, ayo ikut kak Edward saja, sudaaahlah, 

nanti kujadikan kau istri daripada stress disini.” rayunya.

Aku meliriknya dengan sebal. 

Tanganku menutupi wajahku, 

hhh… 

tidak punya hati, 

aku yang sedang ketakutan masih mau dirayu-rayu. 

Saat itu sang wanita genit bergaun merah menariknya untuk berjalan lagi. 

Anehnya wanita berbaju merah tersebut nampak biasa saja

bahkan mata dan mulutnya terlihat nyinyir, 

saat melihatku tersandar di tembok ditemani Mrs. Rose.

Pria flamboyant itu menepiskan tangan wanita itu. 

Sang wanita tetap menggelendot di pundak Edward, 

pandangan mata wanita genit tersebut, 

menunjukan ketidak-sukaannya kepadaku.

Pria ini dengan gerakan lembut menghapus air mataku dengan jari-jarinya.

“Cup…cup….kamu takut ya ngeliat yang tadi?” Ujarnya. Kemudian Edward meletakkan salah satu tangannya di dinding, 

di sisi kanan tubuhku. 

Setelah itu ia lebih membungkuk. 

Wajahnya mendekat ke wajahku. 

Aku bisa mencium parfum tubuh serta wangi rambutnya. 

Aku terbelalak. 

Pria ini hendak menciumku! Aku bergerak ke kiri menghindar. 

Bibirnya yang berkumis menyentuh pipiku sekilas.

Mrs.Rose menepis tubuh Edward sambil berkata,”Sudahlah Edward dia masih ketakutan,

jangan kau ganggu dia.”

Edward tertawa, 

gerakannya terhenti. 

Pria itu menoleh ke arah Mrs. Rose. 

Wajahnya mundur menjauh dari wajahku. 

Pria ini sungguh binatang yang buas, 

tidak mempedulikan penderitaan orang

Brbbrbr…sebuah suara-suara helikopter terdengar datang dan menjauhi Chimera.

Edward menegakkan tubuhnya dan memasukkan tangannya ke dalam saku.

“Ya, Rose aku pergi dulu, bisnisku sudah menunggu, orang kaya macam aku, harus menghargai waktu.”

Edward berdiri sambil mulai melangkah. 

“Sayang sekali aku harus pergi. 

Kapan-kapan kita ketemuan lagi ya, honey?”

Aku mendengus, 

tak lama ke dua pasangan tersebut menjauhiku untuk keluar dari benteng Chimera.

Aku memejamkan mataku dan memegangi perutku yang mual.

Brrbr…

kudengar sebuah helikopter lagi terdengar terbang menjauhi Chimera.

“Ayo balik ke kamarmu Moi , aku antar yuk,”

kata Mrs.Rose lembut tangannya berusaha menarikku supaya bangun.

“Iya” ucapku lemah, 

terus terang aku juga malu menangis sehebat itu sampai tidak bisa menguasai diri lagi, 

aku harus cepat-cepat kembali kekamarku, 

walau badanku masih terasa lemas.

Saat itulah di sisi sana, 

aku melihat Tuan Jonah serta Dragono memeluk dua buah karung coklat. 

Karung yang aku tahu isinya tanpa harus membuka ikatannya. 

Uang.

Tiba-tiba aku mendapat kekuatan , 

amarahku menggejolak menggerakkanku, 

aku bergegas mendekati mereka.

“Tuan Jonah,” panggilku keras.

Mrs. Rose terkejut. 

“Tunggu Moi! Kamu mau apa?”

Tuan Jonah dan Dragono telah masuk ke ruangannya.

Aku menyusul masuk ke ruangan Tuan Jonah yang terbuka.

Mrs. Rose seolah bisa membaca pikiranku, 

ia memegangi lenganku erat. “Moi, sabar Moi…”

Kala aku masuk ke ruangan Tuan Jonah, 

daun pintu kudorong cepat, 

tumpukan uang dollar memenuhi seluruh meja kerja Tuan Jonah.

Komandan tertinggi Chimera itu berdiri dibelakang meja kerjanya, 

mengacungkan sepucuk pistol kepadaku.

“Lain kali kalau masuk ruanganku, 

ketuk pintu dulu. 

Untung tidak kutembak kepalamu.” katanya sambil menaruh pistol ke dalam laci meja kerjanya, 

sesaat terdengar derit laci ditutup olehnya.

“Aku tidak perlu mengetuk, pintunya sudah terbuka,” sahutku ketus.

“Kamu harusnya bisa menjaga dia Rose,” tukas Dragono.

“Jadi Anda melakukan kegilaan hanya untuk ini Tuan Jonah? 

Semua uang ini?” ucapku dengan geram. 

Betapa ingin aku mengobrak-abrik tumpukan uang darah itu.

“Moi, kita keluar sekarang ya,” bujuk Mrs. Rose, tangannya berada di pundakku.

“Biarkan dia dulu, Rose,” ucap Tuan Jonah.

“Satu orang telah mati mengenaskan. 

Dan Anda mendapat uang ini.”Aku menggeram dan marah sekali.

“Aku berjanji, 

dalam 2 pertarungan lagi Vicko akan bebas. 

Yah, dia akan bebas sesuai janjiku. 

Dia sang juara bertahan 16 kaliku. ” Tuan Jonah tiba-tiba tertawa.

“Anda sakit, Tuan Jonah.”Ucapku marah.

“Ini proyek siluman, bocah. Semua dana di pulau ini dana siluman, 

bahkan dana yang dialokasikan untuk mendanai proyek penelitianmu ini, 

juga dana siluman. 

Dan aku yakin dalam waktu singkat, 

proyek ini akan ditutup. 

Aliran dana akan berhenti.

Kamu dengar itu bocah. 

Aku sudah memberitahu satu rahasia terpenting di Chimera. 

Proyek ini akan ditutup. 

Sangat disayangkan sebenarnya. 

Dengan proyek ini harusnya militer kita bisa menjadi yang terkuat di dunia.”Nampak sekali Tuan Jonah berusaha sabar menghadapiku.

“Kalau Anda yang mati bagaimana, Tuan Jonah?Degardo juga manusia.” timpalku gemas.

“Kematian Degardo tidak sia-sia, bocah. 

Dengan pengorbanannya, aku bisa mendapat ini.” 

Tuan Jonah mengambil lalu melambaikan kameranya.

“Dari video rekaman ini 

bisa dipelajari bagaimana gaya serta tehnik bertarungnya oleh tentara-tentara kita. 

Jadi yang dilakukan Degardo tidak salah. 

Ia melakukan hal yang semestinya dilakukan oleh seorang tentara. 

Berkorban mati…

Mati untuk bangsa negara kita.”

Terasa wajahku memanas, betapa ingin aku menghajar pria paruh baya abnormal dihadapanku ini.

Tuan Jonah meraup tumpukan uang,

lalu menaiki anak tangga ke sebuah pintu kecil di atas ruangannya. 

Dengan satu tangannya, 

Tuan Jonah membuka pintu itu, 

membuka brankas dan memasukkan uang ke dalamnya. 

Aku mengikuti Tuan Jonah naik tangga mendekati ke ruangan kecil di atas ruangan kerjanya, 

dari perbatasan tangga 

aku melihat Tuan Jonah menata uang ke brankas kecil itu, 

ternyata di ruangan kantor Tuan Jonah ada ruangan bertangga besi seperti itu,

tangga besi hanya cukup untuk dilewati satu orang saja dengan pegangan besi di salah satu sisinya, 

sementara sisi lain adalah tembok.

Jadi ruangan atas, 

ala rumah pohon itu 

digunakan untuk mengamankan uang hasil pertarungan. 

“Bagaimanapun juga, Degardo pada akhirnya akan mati. 

Dia tentara yang membelot, pengkhianat negara. 

Saat dia membelot semestinya rekannya atau pimpinannya yang mengeksekusinya

saat itu juga.” 

katanya seperti mencoba berlaku tidak bersalah, sambil tetap asyik menumpuk uang ke brankas.

“Anda sungguh keterlaluan, Tuan Jonah.” sahutku tetap mencercanya.

“Inilah kehidupan disini, bocah. 

Bangun, 

dan sadarlah serta nikmatilah pertunjukanku. 

Atau silakan pulang kembali ke pelukan dada ibumu.

Ah, 

aku lupa satu hal. 

Kau tidak bisa pulang seenaknya. 

Kau sudah menanda-tangani surat kontrak kami bukan? Kau ingat kan, bocah?”

sahut Tuan Jonah dengan nada perlahan-lahan,

tetapi matanya memincing ke arahku. 

Bibir bagian bawah Tuan Jonah nampak turun seolah mendukung menistaku.

Aku mengatur napasku yang terasa sesak di dada, kemarahan yang memuncak, membuat napasku tersengal-sengal lagi.

“Bocaah…bocah…

Tempat ini memang kecil.Namun nikmat. 

Aku sekarang 53 tahun, 

dan aku butuh pensiun,” lanjut Tuan Jonah sambil tersenyum tipis seolah-olah mengejekku.

“Dua pria beradu, 

saling bunuh-bunuhan seperti gladiator. 

Ini Anda sebut sebagai kenikmatan. 

Anda sungguh-sungguh sakit, Tuan Jonah.” entah bagaimana saat itu raut wajahku, 

namun tak terasa ketakutan sedikitpun saat berbincang dengannya, 

mungkin luapan emosiku sudah sampai batas kesabaranku, 

aku kalap.

Tuan Jonah tersenyum, 

atau lebih tepatnya menyeringai, 

wajahnya yang keras seolah-olah menikmati adu argumen denganku. 

“Chimera ini dijaga 24 jam, serta kekuasaan penuh ada di tanganku. 

Benar-benar nikmat duniaku, bocah. 

Dan ah, 

aku bahkan bisa mengatur nasib keluargamu.

Ayahmu, 

si Gepardi 

hmm…

Aku bisa minta status Gepardi dijadikan desersi, bukan tentara yang loyal pada kesatuannya. 

Kau tahu nantinya, pensiunan ayahmu akan stop. 

Adikmu juga bisa kehilangan beasiswanya.

Dan kau! 

Ya Kau!! 

Aku bisa atur nasibmu, mayatmu akan ditemukan mengambang di laut. 

Tanpa ada yang curiga 

sebab kematianmu apa!

Karena aku yang berkuasa disini! 

Camkan itu baik-baik di benakmu, Moira Gepardi!”

Chapter 3 Para Tamu Yang Istimewa

Dari helikopter yang terbang tinggi, pulau itu nampak kecil.
Semakin mendekat, aku bisa melihat sebuah bangunan yang besar, berbentuk benteng kotak memanjang di tengah-tengah pulau.
Bangunannya nampak kuno dengan tembok yang tebal. Helikopter yang mengangkut kami mulai terbang perlahan,
kelihatannya mulai mempersiapkan untuk pendaratan. Helikopter melewati bangunan yang berbentuk mirip benteng tersebut.
Sesudah melewati bangunan benteng, kulihat ada lahan mirip pertanian dan lahan untuk perternakan.
Nampak kaca-kaca berkilat …

oh! Rupanya solar cell, untuk menyuplai kebutuhan listriknya.
Aku menajamkan penglihatanku berusaha mengamati pintu gerbang depannya.
Deg!
Darahku serasa berhenti mengalir.
Logo segitiga itu…
ada logo segitiga besar terukir disana,
ditengah pintu gerbangnya. Persis logo yang kulihat di mimpiku!

Aku menghela napas dalam-dalam.
“Kamu kenapa,Moi?
Phobia ketinggian?” tanya Mrs. Rose halus.
Aku menggeleng. “Bangunannya yang kelihatan kuno dan kolonial
mengingatkanku sejarah jaman penjajahan,
mungkin ditempat semacam ini para pejuang yang dianggap pemberontak diasingkan.”

Mrs. Rose tersenyum tipis. “Semua penjara bangunannya sama, Moi.
Kelabu, tanpa warna. Beda sama Disneyland yang meriah penuh warna.
Di Chimera nanti kamu akan bertemu dengan orang-orang yang telah kupresentasikan.”

Helikopter terbang semakin rendah dan pelan, hingga akhirnya mendarat di landasan agak jauh dari lokasi benteng tadi.
Aku mengikuti Mrs. Rose turun dari helikopter.

Seorang pria bertubuh tegap dan besar, berkepala gundul berdiri di sana, menyambut kami bersama dua prajurit di belakangnya.
Baik si raksaksa gundul dan prajurit mempunyai seragam yang sama. Seragam berwarna krem dengan lengan tergulung di bahu dan ada kancingnya, berikat pinggang hitam.Yang membedakan adalah atribut kepangkatan mereka di dada dan di pundak.
Dua prajurit itu segera membantu menurunkan berbagai barang dari helikopter.
Aku tertegun saat si raksaksa gundul mendekati kami, ingatanku akan presentasi Mrs. Rose segera berkelebat cepat.
Pria besar ini adalah Dragono, kepala sipir penjara Chimera.

“Selamat datang di Chimera, Bocah.
Namaku Dragono. Aku kepala sipir disini.”
Pria itu mengulurkan tangannya.
Aku memperkenalkan diri,
“Selamat pagi, Pak Dragono. Aku Moira Gepardi.”
Aku mencoba berbicara dengan tenang.Itu cukup sulit, karena aku merasa gentar dengan postur tubuh, suara serta ekspresi Dragono.
Lingkungan baru, suasana pulau yang sunyi mencekam, membuatku merasa terintimidasi.
Untunglah Mrs. Rose ada di sebelahku.
Kehadirannya di dekatku telah mensupport mentalku.
Aku mengulurkan tanganku untuk menjabat tangannya.Tangan Dragono luar biasa besar, berat dan kasar.
Aku merasakan tanganku begitu kecil dalam genggamannya.
Berhadapan dengan Dragono, tinggiku hanya setinggi dadanya.
Aku harus mendongak padanya untuk dapat memandang matanya saat berbicara dengannya.“Senang berjumpa Anda, Pak.”
Aku tersenyum padanya.
Dragono tidak membalas senyumanku. Mungkin ia sudah lupa bagaimana caranya tersenyum, pikirku.

Pria besar itu bahkan menatap tajam kearah mataku.
“Ingat satu pesanku, Bocah.Jangan ikut campur urusan di pulau ini.
Prioritaskan untuk melakukan tugas-tugasmu saja.Catatlah data dan evaluasi penghuni pulau ini secara keilmuanmu.”
“Ya, oke. Siap, Pak Dragono.” Sahutku perlahan.
Suaraku agak tercekat. Dari kalimatnya tersirat Dragono mencurigaiku atau akan membatasi gerakku.

Huuufht…penyambutan awal yang mencekam, sangat jauh dari welcome yang aku harapkan sebagai tim kerja.
Aku lihat Mrs. Rose memberikan sesuatu ke Dragono.
Pria itu menyeringai dan menyimpannya di sakunya lalu mendahului berjalan di depan kami.
“Jangan terpengaruh dengan tubuh besarnya, Moi.
Dragono tidak semenakutkan penampilannya kok,” bisik Mrs. Rose.
“Benarkah itu, Mrs. Rose?” tanyaku ikut berbisik.
“Dragono suka coklat.Tadi aku barusan ngasih dia coklat.
Di sini tidak ada minimarket, Moi.Kebutuhan remeh seperti coklat sulit didapat di sini.
Jadi mendapatkan coklat bagi Dragono rasanya seperti mendapat harta karun, Moi.”

“Mrs. Rose perhatian sekali ya.”
“Dia orang yang baik, tegas, dan patuh pada pimpinannya.Nantinya dia akan banyak membantu kita saat kita mengobservasi tiga obyek terberat kita yakni Leman, Rado juga Vicko.”
Kami berjalan menapak jalan aspal melewati lahan solar cell,
kebun pertanian dan perternakan.
Kulihat ada berbagai ternak disana.Ayam, kambing, juga ada beberapa ekor sapi.
Kandang binatang ini berdekatan.
Rupanya pulau ini mencukupi kebutuhannya sendiri untuk makanan dan daya listriknya.

Aku berjalan mendekati gerbang kayu dengan logo metal yang kulihat tadi di helikopter.
Gerbang besar kokoh dengan logo segitiga di tengahnya.Aku membayangkan truk-truk militerpun bisa masuk ke dalamnya.
Beberapa prajurit nampak berjaga.
Semuanya terlihat jelas dan nyata, tanpa kabut atau apapun seperti yang muncul di mimpiku.
Logo segitiga dengan ukiran kepala singa, kambing serta naga di tiap sudutnya itu nampak jelas, menjulang di hadapanku.
Bulu kudukku meremang.Selain hawa sejuk juga angin dingin yang kencang membuatku menggigil.

Aku kembali teringat akan mimpi-mimpiku.
Berdiri di depan gerbang itu, hawa kengerian terasa menyusup ke seluruh pori-pori tubuhku.
Kakiku yang terbungkus dengan sepatu pantofelku menjadi dingin.
Aku melangkah perlahan-lahan untuk mengatasi kegentaranku.
Apakah sebaiknya aku meminta kepada Mrs. Rose untuk dipulangkan kembali pakai helikopter?
Sebelum terlambat?

Dragono berjalan di depan kami.Punggungnya yang besar dan kekar membelakangi kami.
Tak lama pintu itu terbuka dengan otomatis.
Ada mesin scan sidik jari tertempel di dindingnya. Rupanya Dragono mengaksesnya untuk membuka pintu.Kedua prajurit yang membawa barang masih ada di belakang kami.
Dragono berdiri di tengah pintu besar yang telah terbuka. Dua prajurit ada di samping pintu gerbang, mereka menyandang senapan laras panjang. Para prajurit itu menatap kami dengan sikap siaga.
Aku menebar pandanganku ke segala penjuru.
Di sebelah sana ombak berdebur-debur menghantam pantai.
Pasir putih bersih yang terhampar luas, begitu mengundang untuk dijelajahi.

Sesuatu benda menyentuh lenganku!
“Aaaa!” Aku menjerit.
“Moi! Ada apa? Ini aku.”
Mrs. Rose menatapku.
Rupanya tangan Mrs. Rose yang menyentuh lenganku.
“Oh, sorry, Mrs. Rose. Maafkan aku.”
“Para prajurit ingin mendapatkan scan sidik jarimu supaya kau punya dari pintu ini akses untuk masuk dan keluar.”
“Maaf Miss, silahkan letakkan jari-jari Anda disini.” Seorang prajurit berbicara padaku.

Aku meletakkan jari-jariku persis seperti yang diminta prajurit.
“Pindai jari anda Miss, ini nanti berguna sebagai akses pembuka pintu,” ujarnya.

Mrs. Rose mempersilakan aku mencoba membuka pintu dengan pindai jari tanganku.
Aku meletakkan telapak kananku di monitor kecil di alat pemindai, lalu satu prajurit lagi mengetik sesuatu di tabletnya.

Sementara itu, dua prajurit yang membawa koper barang kami, berjalan mendahului kami.
Aku kembali menarik napas dalam-dalam.
Mempersiapkan hati serta mentalku.
Aku memaksa kakiku melangkah masuk melewati gerbang.

Bangunan Chimera adalah bangunan kuno yang dipadukan dengan kecanggihan tehnologi dan ddrrtt secara otomatis segera menutup kembali di belakangku.
Sekarang aku berada di dalam bangunan berdinding tinggi kelabu dengan penerangan yang cukup.
Saat aku mendongak, aku bisa melihat kamera-kamera CCTV tertempel di segala penjuru. Ada dua prajurit berdiri dengan alat detektor metal di tangannya, menunggu kami.

“Barang-barang Anda akan kami periksa dulu.” ujar salah seorang prajurit tersebut.
Aku mengangguk, “Silahkan.”
Prajurit petugas keamanan tersebut memeriksa tubuh dan koper-koperku. Di sudut yang lain Mrs. Rose nampak berbicara serius dengan Dragono.
“Maaf, Ms. Moira, silahkan letakkan jari-jari Anda disini.”
Aku meletakkan jari-jariku persis seperti yang diminta petugas.
“Pindai jari tadi di depan sudah dapat untuk akses pembuka pintu, Ms. Moira,” ujarnya.
Kemudian kami melangkah ke pintu kedua.
Mrs. Rose mempersilakan aku mencoba membuka pintu dengan pindai jari tanganku.
Aku meletakkan telapak kananku di monitor kecil di sisi kiri pintu.
Dan srttt …

pintu kedua terbuka.
Di balik pintu berdiri dua pria berseragam tentara, mereka nampak siaga saat pintu terbuka.Pentungan besi tonfa nampak di samping pinggang mereka masing-masing.
Mereka berdua memberi hormat kepada Mrs. Rose dengan meletakkan tangan kanannya di kepala, khas penghormatan a la prajurit.
Sang kepala sipir, Dragono berdiri tegak menjulang dengan melipat kedua tangannya di dadanya yang membusung berotot.

“Sekali lagi aku ingatkan, kamu jalankan tugasmu disini, Bocah.
Dan aku menjalankan tugasku.Lebih dari itu, kamu berhadapan denganku.”Ucapnya tegas.

Aku mendongakkan wajahku ke atas, “Iya, Pak Dragono.Aku mengerti.Mohon bimbingannya, Pak,” sahutku.
Aku gagal menjawab dengan lepas.Suaraku yang keluar sedikit gemetar.Sungguh rasanya sangat tidak nyaman.Baru beberapa menit bertemu, kalimat-kalimat Dragono terdengar sangat keras menusuk perasaanku.
“Jaga kelakuanmu disini, ya,” ucapnya lagi. Kemudian ia membalikkan tubuh dan menjauhi kami.
“Ikuti saja apa yang diinginkannya, Moi,” Mrs. Rose kembali berbisik.

“Sumpah mati Mrs. Rose, aku tidak akan mencari-cari masalah dengannya,” ucapku yakin.
Mrs. Rose menahan tawa.

Saat itu Mrs. Rose sungguh nampak cantik.Melihatnya tertawa, aku terhibur.
Paling tidak kami sesama wanita akan saling mendukung.
Rasa ingin tahuku timbul.
Mrs. Rose ini sudah menikahkah?Sudah memiliki anak-anakkah?Umur Mrs. Rose aku taksir sekitar 33-40 tahun.
Lalu berapa lama sudah Mrs. Rose bekerja..ups, terkurung disini? Penampilan Mrs. Rose secara keseluruhan modis dan modern.Parfumnya harum dan lembut di hidungku.
Sepatu boot hitam semata kaki yang dipakainya hari ini, aku tahu sepatu yang dipakainya bermerk, pasti mahal. Namun ia terisolasi dari berita televisi, medsos serta dunia luar.
Aku menyadari tak semua orang merasa nyaman bila ditanyakan seputar kehidupan pribadinya.
Aku berhasil mengunci mulutku dan terus melangkah mengimbangi langkah-langkah Mrs. Rose.

Kami sampai di sebuah pintu.
Mrs. Rose mengetuk pintu beberapa kali, lalu membuka pintu itu dengan memutar gagang pintunya.
“Tuan Jonah?” Mrs. Rose menyapa seorang pria paruh baya, berwajah keras ekspresinya kaku tak bersahabat, rambut dipotong cepak, sorot matanya seperti….harimau? Yah, harimaulicik yang mengintai mangsa.

Pria itu duduk di kursi hitam bersandaran tinggi.Kedua kakinya diletakkan menyilang di atas meja.Aku sungguh tidak suka dengan kesan pertama pertemuan kami.Pria ini bahkan tak terpikir untuk menurunkan kakinya karena kedatangan kami.Sungguh tak sopan, pikirku sebal.
Tangannya tetap diletakkan di sandaran kusi besar yang didudukinya,
kelihatan sekali pagi itu dia sedang menikmati waktunya di ruangan tersebut

“Moi, aku perkenalkan dengan pemimpin di pulau ini, Tuan Jonah.
Tuan Jonah, ini Moira, sarjana psikologi yang akan mendokumentasi di pulau ini.”

“Selamat siang Tuan Jonah, perkenalkan, saya Moira.” Aku mengulurkan tanganku kepadanya,
Tuan Jonah tidak menyambut tanganku,
bahkan kedua belah tangannya yang juga berotot walau tidak sebesar Dragono, terangkat lalu diletakkan dibelakang kepalanya untuk dibuat sandaran santai,
alis matanya berdiri dan matanya melirik memincing kearahku,
pandangannya terasa nyinyir bagiku.
Pria itu menatapku lewat sudut matanya,namun akhirnya dia angkat bicara,
“Seperti yang Rose sudah bilang, aku Tuan Jonah.
Aku yang bertanggung jawab di sini.
Selama kamu disini, kamu kerjakan apa pekerjaanmu, aku juga kerja.
Kita sama-sama kerja.
Kau jangan mengusik pekerjaanku.Bisa kan bocah?”

Kamu kerjakan apa pekerjaanmu,aku juga kerja, kau jangan mengusik pekerjaanku. Ucapannya begitu mirip dengan Dragono, jangan ikut campur urusan di pulau ini, kamu mengerjakan urusanmu,
aku mengerjakan urusanku, selebihnya kamu berhadapan denganku.
Lagipula siapa coba yang mau mengusik urusan ataupun pekerjaan Tuan Jonah atau Dragono?
Tidak bisakah mereka berdua sedikit ramah lalu mengatakan selamat datang?

Aku menarik tanganku yang menggantung hampa perlahan-lahan,
lalu aku membuat sebuah senyuman,
kutarik bibirku untuk memaksakan sebuah senyuman tipis pada pria arogan dihadapanku dan mengangguk,
aku sudah tidak sanggup berkata-kata saat itu,
lututku terasa lemas mengalami sambutan yang paling tidak nyaman yang pernah kualami sepanjang hidupku
“Tenang saja Tuan Jonah, Moira dalam pengawasanku.” Ucap Mrs. Rose.

***
Aku melangkah dari ruangan Tuan Jonah, terasa gontai dan berat langkahku, namun aku bersyukur telah keluar dari ruangan tuan Jonah.

“Tenang saja Moi,
memang Tuan Jonah wataknya harus seperti itu,
harus tegas, tidak kompromi,
untuk itulah ia dipercaya mengelola di pulau Chimera ini,
karena yang di penjara di sini orang-orang yang spesial,
butuh maximum security,
okay kutunjukan kamarmu, sebelahan kok kita nantinya ,
tenang saja, be happy Moi”, cerocos Mrs.Rose menenangkanku.

“Mengapa ia dipanggil Tuan Jonah Mrs.Rose?” tanyaku ingin tahu
“Ooh itu sudah lama, dan ia memang menyukainya,
mungkin itu sebagai pembeda antara dia dengan seluruh prajurit termasuk Dragono,
dia pernah berkata,
kata Tuan membuat perbedaan kelas ,
supaya ia lebih dihargai dan karena memang dia yang punya otoritas tertinggi disini.” jawab Mrs. Rose
Kami berjalan kembali ke arah depan.

Kamarku sederet dengan gerbang pertama dimana disisi luarnya dua prajurit bersenjata laras panjang ditempatkan, aku amati semua prajurit yang kutemui, sesudah pintu ke dua tidak ada yang bersenjata api, mereka hanya membawa pentungan tonfa dan belati tergantol di sabuk samping pinggang mereka masing-masing.
Pintu kamarku bersebelahan dengan Mrs. Rose ,
rasa aman mulai timbul di hatiku,
aku menarik nafas pelan untuk merelaksasikan tubuhku dan menghalau ketidaknyamanan penyambutan dua pria tadi.
Kunci kamar telah tergantung diluar,
aku memutar untuk membukanya,lalu kudorong pintu tersebut, bahannya kayu biasa yang standar perumahan tentara mirip asrama militer saat aku kecil,
aku masuk dan menggotong bawaanku yang telah diletakkan di pintu luar kamarku,Kamar mrs. Rose ada di samping kiriku, dia juga masuk ke kamarnya setelah mebuka kuncinya.

Saat ini akhirnya aku sendirian di dalam kamar.
Tak banyak perabotan di kamar ini.Hanya sebuah ranjang dengan kasur busa berukuran single serta sebuah lemari kecil tempat menyimpan pakaian.
Di ujung kamar terdapat kamar mandi.
Mirip kamar kost adikku di luar kota, pikirku. Tak ada AC disini, namun kamar ini sudah terasa cukup dingin.
Aku mendongak ke langit-langit serta sudut kamar.Bagus, jadi di kamar ini tak ada kamera CCTV.
Aku bisa mempunyai privasi di kamar ini.
Aku membongkar pakaianku dan menyusunnya di lemari.
Tanganku menggenggam sebuah benda tabung seukuran jari telunjuk.
Aku senang aku membawa lipstik Adrian.
Aku menimangnya.Lipstik ini menjadi terapi bagiku, setelah seharian berjumpa dengan pria-pria kaku, tak bisa tersenyum tak pula bisa beramah tamah. Pikiranku teringat Adrian,apakah Adrian rela melihatku diperlakukan ketus oleh dua pria berotot tadi? Apakah dia bela aku atau hanya melongo saja?
Uuh, tentunya dia menggandengku dan membawaku menjauh dari dua pria kasar tadi, membawaku dalam gandengannya, mungkin sedikit pelukan untuk menentramkanku.
Apakah akhirnya aku jatuh cinta pada Adrian? Ah tidak…. selain aku, masih ada puluhan wanita yang menikmati candaan dan tawa Adrian. Adrian cukup disukai teman-teman, baik wanita maupun pria. Tapi selain aku…apakah ada wanita lain yang diberi hadiah lipstik olehnya?

Aku mencharge ponselku. Memang disini tak ada signal untuk ponsel, namun aku masih bisa membuka galery foto serta video yang tersimpan disana.
Adrian, betapa inginnya aku berbagi cerita pengalamanku hari ini dengannya.
Aku menatap tiga foto close-upnya. Pria yang manis dan selalu memiliki persediaan senyuman yang melimpah.
Saat menatap ke enam foto Kitty,
aku mengeluh mengapa Adrian justru mengirim foto-foto Kitty sebagai bekalku. Andai yang dikirim adalah foto-foto dirinya itu jauh lebih baik buatku saat ini.
“Aku janji tak akan menyebutmu narsis lagi, Ad,” bisikku.
Kamarku begitu sunyi sepi.Bolehkah aku memasang lagu atau musik di sini?
Rasanya tak ada larangan bukan?
Aku menyalakan lagu-lagu dari ponselku dengan volume terkecil.Walau demikian suaranya terasa begitu keras bergema ke seluruh dinding kamar.
“Ayo, Moira, kamu harus bersemangat,” ujarku menyemangati diriku sendiri.
Bibirku bersenandung lirih mengikuti lagu.
Tanganku bergerak menyiapkan berkas bahan pengujian psikologi untuk pekerjaanku esok hari.
Aku teringat wejangan Mama, ‘Jangan banyak bercanda, jaga wibawamu Moira.’
“Ya Ma, disini aku tidak akan banyak bercanda. Bukan untuk menjaga wibawa Ma, tapi memang disini bukan tempatnya untuk bercanda.
Disini adalah penjara.
Tempat tentara berkumpul, serius dan bekerja.
Suasana disini juga seram.Setiap lorongnya sunyi dan panjang.”
Aku teringat Mrs. Rose.
Akan lebih baik bagiku, andai aku bisa satu kamar dengannya.Berada seorang diri di kamar ini rasanya menakutkan.Aku menyusun berkas-berkas menjadi satu tumpukan.
Hari itu kulalui dengan sibuk di kamar baruku yang sempit,
sesudah siang hari, Mrs. Rose mengajakku makan siang dan aku tetap kembali ke kamar lagi ,demikian juga malamnya,
aku juga perlu menata diriku untuk menghadapi esok supaya kebal terhadap cibiran dan perlakuan sinis dua pria keras tadi.

Menjelang malam aku merenung, semoga besok menjadi hari yang lebih baik.
Ah, mungkin saja dua pria tadi mengetes mentalku untuk lebih kuat dilingkungan penjara yang keras ini.
kumatikan lampu kamar,
kemudian aku menarik rapat-rapat selimut ke tubuhku sampai ke kepala, aku merasa ketakutan juga malam itu karena suasana yang mencekam ,
angin yang terasa dingin mengejar sampai kekamarku,
samar-samar kudengar deburan ombak menghantam karang,
sesekali terdengar lenguhan ternak dan serangga mengerik.

Dan malam itu….
mimpiku lebih seram dari malam-malam sebelumnya.
Suara pria dan wanita aku dengar menjerit.Tangan-tangan terulur meminta tolong.
Dan genangan darah ada dimana-mana….
aku menjerit dan terbangun.

Tok..tok..tok…
seseorang mengetuk pintu kamarku, “Moira?”
Sesaat aku berpikir aku berada dimana? Kamar ini gelap sekali, dan rasanya aku tidak berada di kamarku.
“Moira..?” suara itu memanggilku lagi dengan keras.
Ah, kesadaran tiba-tiba kembali ke kepalaku.
Itu suara Mrs. Rose.
Aku turun dari ranjang_nyaris jatuh mencium lantai karena terlilit selimut yang masih menempel di kakiku, menyalakan lampu dan membuka pintu.

“Pagi, Mrs. Rose,” sapaku.
Mrs. Rose pagi itu mengenakan jas terusan panjang berwarna krem.
Roknya yang berwarna senada jatuh begitu manis di tubuhnya.
Mrs. Rose mengenakan sepatu boot hitam semata kakinya lagi. Wanita ini memang keren dan modis.
Ia menatapku.
“Habis mimpi buruk, ya?Jeritannya mantap sekali tadi.”
“Uh,…ya, Mrs. Rose. Maaf, aku membuat keributan ya.”
“Mm…maklum lah far away from home and family, di tempat yang terpencil lagi. Nanti juga lama-lama terbiasa.Ayo Moi, kita sarapan.”
“Aku..mau mandi dulu, Mrs. Rose.”
“Okay aku tunggu ya Moi,
kamu selesai ketok balik pintu kamarku,ya.”
Setelah selesai mandi dan berdandan, aku membawa beberapa berkas kerja, kertas dalam satu map,
lalu aku mengetok kamar Mrs.Rose,
dia dan aku berjalan menyusuri kamar dan lorong menuju ruang makan
“Pagi, Mrs. Rose,” ucap seorang prajurit sambil memberikan hormat khas prajurit
Mrs. Rose membalas sapaan prajurit tersebut.
Prajurit tersebut menganggukkan kepalanya padaku.
Aku membalas dengan senyuman.
“Sebelah kananmu ruang konseling.Bisa kamu pakai Moi.Terus di sebelah kirimu ruang baca.”
Kata Mrs.Rose memanduku mengenal lingkungan.
“Ruang baca?
Ada perpustakaan juga ya Mrs. Rose disini?”
“Ow, tentu dong. Mau lihat-lihat perpustakaannya?”
Kami berbelok ke kiri, ke ruangan yang disebut perpustakaan.
Aku mendorong pintunya.
‘Ruang perpustakaan’ itu hanyalah ruangan dengan sederet sofa lama serta beberapa lembar koran-koran.
Aku sangat senang membaca, dan bayanganku semula perpustakaan Chimera adalah tempat dimana rak-rak yang tinggi menjulang ke langit ruangan dan penuh dengan aneka buku-buku fantastis yang menantang untuk dinikmati.
Aku melirik Mrs. Rose yang sekali lagi menahan tawa di wajahnya, melihat ekspresi kekecewaan diwajahku.
Aku menutup pintunya.Berdehem dan berkata_dengan lagak berwibawa, “Yuk, kita sarapan, Mrs. Rose.”

***

Kami sampai di ruang makan.Ruang makan itu adalah ruangan dengan bangku-bangku serta beberapa meja panjang.
Kulihat Tuan Jonah sedang duduk dan bercakap-cakap dengan beberapa prajurit.Hidangannya berderet di sisi kanan.
Untuk nasi, kami boleh menyendok sebanyak-banyaknya, namun untuk lauk pauknya ada petugas penjara yang melayani kami.
“Maaf, pak tanpa jamur ya,” ucapku.
“Oho, sama denganku Moi. Aku juga tidak boleh makan jamur.Aku alergi jamur, Moi.”
“Alergi yang sama denganku Mrs. Rose.”
Aku meletakkan nampanku dan duduk berhadapan dengan Mrs. Rose.
“Aku mau mengambil minum.
Mrs. Rose mau minum air putih atau teh hangat?”
“Aku air putih saja. Trims, Moi.”

Saat aku sedang mengangsurkan gelas ke dispenser,
terdengar suara Bbrrtt…brtt….brrt diatas atap ,
bayangan beberapa helicopter berkelebat di antara jendela yang terpasang tinggi dekat digenting atasku,
begitu dekat kedengarannya dengan bangunan ini.
Aku membawa dua gelas air putih ke meja kami.

“Ada heli datang, Mrs. Rose,” ucapku dengan nada setengah bertanya.
“Tamu-tamu Tuan Jonah datang.
Hari ini bakal banyak tamu Moi,” ucap Mrs. Rose dengan berat,
terlihat dari raut muka mrs.Rose agak menekuk ke dalam tanda tak suka.
Banyak tamu? Dari ekspresi muram Mrs. Rose,
tamu-tamu tersebut tentu bukanlah tamu yang menyenangkan.
Kami mulai menyuap makanan,
nasi goreng campur orak arik sayuran dan telur dengan rasa hambar.
Makanan khas penjara seperti ini ya rasanya, pikirku.
“Ayo Moi, cepat sudahi makannya kita sambut tamu tamu Tuan Jonah.” ajak Mrs. Rose ketika melihat Tuan Jonah melangkah pergi meninggalkan ruang makan.

Aku dan Mrs. Rose bergegas menyusul.
Di ruang depan tempat penjaga bersenjata api laras panjang ,
Tuan Jonah berdiri tegak didampingi Dragono,
tangan Tuan Jonah nampak berkacak pinggang seolah menunjukkan bahwa dialah penguasa pulau ini.
Beberapa pria berjalan mendekat, kemudian
seorang pria berkumis tipis berambut cepak dengan rambut diminyaki berseragam perwira tinggi polisi menghormat pada Tuan Jonah
“Iskandar, siapa yang kamu bawa?” tanya Tuan Jonah sambil membalas hormat padanya.

“Namanya Degardo, Jonah,” sahut Iskandar.
“Apa kemampuannya? Kita lawankan dengan Leman atau Vicko?” tanya Tuan Jonah lagi.
“Aku kira Vicko saja.Kemampuan karate Degardo tinggi di kesatuannya.”
Aku dan Mrs. Rose berdiri agak jauh ,
namun kudengar jelas suara mereka bercakap -cakap.
Aku melirik Mrs. Rose, wanita itu nampak menyimak pembicaraan tersebut.
“Gardo ditugaskan untuk memberantas separitis,
tapi ternyata dia membangkang.Dia terbukti pro separitis.
Karena membahayakan dia dianggap saja hilang di tugasnya biar merasakan duel disini.” pak Iskandar menyeringai.

Deg!
Dianggap hilang di dalam tugas ?Biar merasakan duel disini?
Kemarin Mrs. Rose menyebut nama papaku. Nampaknya istilah hilang dalam tugasatau missing in action, bisa jadi disingkirkan oleh suatu konspirasi petinggi baik militer atau aparat polisi ?sekilas aku berpikir negatif,
apakah papa juga disingkirkan dalam suatu pertempuran?
Ah, tidak
karena papaku seorang yang jujur dan patuh pada pimpinan serta jiwa nasionalisme tidak perlu dragukan lagi,
segera kutepis pikiran negatifku.

Dua orang tentara bersenjata Laras panjang tadi, mempersilahkan pak Iskandar meninggalkan pistolnya di tempat itu,
pistol tersebut dimasukkan ke loker didepan dekat pintu masuk utama disertai tanda terima.
Nampak dari jauh orang-orang turun dari helikopter mereka berombongan seperti semut keluar dari sarangnya,
namun aku justru tertarik mengamati perilaku Tuan Jonah, kulihat senyumnya terus mengembang, saat tamu-tamu itu mulai jalan mendekat.
Seorang pria bertubuh gemuk, bertampang culas, mengenakan pakaian santai bermotif baju hawai bercelana pendek memakai sandal gunung, menghisap cerutu memasuki ruangan.Kancing-kancing baju hawainya nya nampak berusaha keras tetap terkancing di perutnya yang gembul berlemak. Pria gemuk itu mengingatkan aku akan tokoh mafia kaya dan licik seperti yang di film bioskop.

Di belakang pria itu berdiri seorang pria, bertubuh tinggi besar,
berambut panjang lurus, mengenakan jas hitam yang rapi. Kelihatannya pria itu mungkin pengawal pribadi orang itu.
Tuan Jonah nampak berdiri di samping pintu gerbang tadi, gayanya nampak memuakkan bagiku,
kulihat raut wajahnya berseri-seri senyum tersungging di bibirnya,
baru kali ini kulihat dia sangat berbahagia,
tersenyum-senyum terus.
“Pak Bruno, selamat datang, bagaimana kabarmu?” sapa Tuan Jonah dengan ramah.
Ah, tenyata Tuan Jonah mengenal keramahan juga rupanya!
Dragono berdiri kokoh disisi Tuan Jonah tak bergeming, namun matanya mengawasi tamu-tamu yang datang..
Nampak jelas, Dragono adalah tangan kanan sekaligus pengawal utama Tuan Jonah.
“Strokeku belum sembuh benar, Jonah.Tapi aku harus datang kesini bukan?Aku tak mungkin melewatkan pertunjukkan yang berharga ini bukan?”

Sahut pak brumo kerassambil menghembuskan asap cerutu dari hidung dan mulutnya.
Bruno dan Tuan Jonah tertawabersama.Tawa mereka entah mengapa terdengar begitu tidak nyaman di telingaku, semacam tawa jahat.
Aku melirik Mrs. Rose.
Mrs. Rose berdiri disampingku nampaknya tenang, namun aku melihat kedua tangannya terlipat di dada seolah-olah terkunci,
hmm terlihat dia juga tidak cocok dengan peristiwa tersebut,
bahasa tubuhnya nampak defensif.

“Barang berharga, hp dan senjata taruh disini, tuan-tuan,” ucap seorang prajurit yang menyandang senapan laras panjang,
di depannya ada meja stainless dengan nampan plastik tertumpuk,
satu nampan plastik diambil kemudian ditaruh diatas meja.
Bruno berkata,
“Taruh senjatamu disitu Romano,
ayo kita segera masuk cari tempat duduk yang enak untuk menonton pertandingan.”
Orang tinggi besar berambut panjang yang dipanggil Romano tersebut meletakkan ponsel serta senjatanya, kulihat pisau komando serta pistol dikeluarkan dari jas pria tersebut lalu diletakkan di nampan plastik di depannya,
mereka berjalan satu-persatu mengarah ke tempat aku dan Mrs.Rose berdiri.
Heran, di negara yang melarang kepemilikan pistol oleh swasta mengapa pengawal yang bernama Romano bisa mempunyainya?
Pengawal warga sipil ini bebas membawa pistol kemana-mana untuk mengawal tuannya?
Pistol yang bila ditembakkan akan menghilangkan nyawa orang lain.
Apakah dia memiliki ijin kepemilikan atas senjata tersebut?

“Ya, ayo silahkan masuk,
seperti biasa langsung ke The Arena ya, pak Bruno, nanti kususul.”
kata Tuan Jonah ramah dan tangannya menepuk-nepuk bahu pak Bruno.

Lalu datang berjalan seorang pria bertubuh atletis memakai jas yang nampaknya keluaran desainer mahal, berkalung emas, potongan rambutnya rapi disisir ke belakang. Wajahnya cenderung bulat, berpenampilan menarik dan kelihatan berkelas dan disampingnya, seorang wanita muda berpakaian ketat berwarna merah, sebatas lutut dan terbuka di bagian dada, nampak menempel pada pundak pria itu,
mereka seperti pasangan yang kasmaran,
tangan pria tersebut ada di pundak wanita berbaju merah tersebut seolah dunia hanya milik mereka berdua,
lalu mereka berdua melangkah dengan santai.
Pria tersebut beradu pandang denganku dan mengedipkan sebelah matanya.
Aku terpana.
Astaga, genit sekali orang ini.
“Hallo Rose o..o..o.. kau punya teman baru yaaa disini ..
kenalkan dong gadis cantik ini”, tiba-tiba pria tersebut menyapa Mrs. Rose, sambil berjalan mendekati kami
“Hallo Edward , bagaimana kabarmu,
ini Moira, pegawai baru disini” sahut Mrs.Rose.
Tangan pak Edward terulur menyalami ku,
aku menyalaminya, sepersekian detik tanganku dibawa kemulutnya,
duuh punggung tanganku diciumnya,
terasa risih sekali karena barusan bertemu,
antara keramahan dan ketidaknyamanan telah ditimbulkan oleh pria ini.
“Aku..aku..Moira..”
kataku terbata-bata karena shock akan perlakuan genitnya.
“Senang berkenalan denganmu cantik, kapan kita berlibur bersama,
kau suka dimana, pasti aku turuti,”
lanjut pak Edward, sambil matanya menatapku lekat, dengan senyum tersungging dibibirnya yang berkumis sedang .
Aku merasa sangat risih tatapan dan wajahnya begitu dekat denganku,
jarak personalku dimasukinya,
aku menarik diri mundur selangkah ke belakang supaya lebih nyaman,
gila, baru kenal sudah sangat berani dia.
“Sudahlah Pak Edward, dia anak baru disini,
dia baru boleh pulang saja setengah tahun lagi” kata Mrs. Rose.
“Oh hohoho kutunggu kau cantik, akan kujadikan kau merasakan kenikmatan dunia ini.” katanya sambil berlalu, namun matanya masih melekat memandang wajahku.

Rombongan berlanjut, berbagai orang berjalan melewati kami, rasanya dari berbagai bangsa kulihat disana,
karena berbagai bahasa kudengar dari percakapan mereka ,
ada kurang lebih sepuluh orang lagi melewati kami.
Sesudah para tamu selesai melewati kami,
Tuan Jonah dan pak Iskandar berjalan melewati kami, mereka bercakap-cakap akrab dengan para tamu dan seolah tidak mempedulikan aku dan mrs.Rose.
Dragono juga nampak berdiri mengawasi di ujung meja pemeriksaan ,
kelihatannya masih menunggu lalu lalang rombongan tamu tersebut.
Tanpa berbicara banyak Mrs. Rose berjalan mengikuti rombongan tamu Tuan Jonah dan Iskandar sambil menggamit tanganku,
walau kulihat ada beberapa prajurit sedang mengawal seseorang yang berbadan tinggi besar beberapa meter jauhnya dari aku dan Mrs. Rose berdiri
“Kita mau kemana Mrs. Rose?”
“The Arena.”Jawab Mrs. Rose lirih
“The Arena?Seperti gelanggang olahraga?” tanyaku.
Mrs. Rose meletakkan jarinya di bibir, memintaku untuk diam, suatu isyarat supaya jangan banyak bertanya.
Aku mensejajari langkah Mrs. Rose yang melangkah dengan cepat.
Setelah menyusuri lorong,
dan melewati beberapa pos penjagaan kami sampai di sebuah pos terakhir di belakang bangunan, dimana ada dua prajurit sedang berjaga, mereka segera berdiri menghormat Tuan Jonah serta pak Iskandar yang berjalan melewati mereka.

Pintu yang terbuka membuatku melihat di hadapanku nampak sel berderet ,
nampak sekilas beberapa pasang mata ada di dalamnya, yang nampaknya juga sedang mengamati kami,
aku menundukkan kepalaku sambil mengikuti jalan Mrs. Rose, aku melangkah menempel tubuh Mrs. Rose supaya terlindung tubuhku dari tatapan beberapa pasang mata yang ada didalam sel,
aku merasa takut kepada sosok-sosok yang ada di kurungan sel disampingku, aku berjalan melewatinya, jarak cukup jauh, ada sekitar tiga meter disamping kananku
dari batas aku berjalan sampai tepi sel tersebut, namun tetap kurasakan beberapa pasang mata seolah mengintai aku dan Mrs. Rose,
pada hampir ujung deretan sel kulirik ada dua sel yang tertutup, tidak berteralis seperti beberapa yang barusan kulewati, namun langsung tertutup plat besi sampai keatas,
nampaknya dua sel terakhir, sel yang punya keistimewaan khusus, terbukti dari bahan plat besinya tanpa teralis ,
seperti pintu besi ruko nampaknya.
Akhirnya setelah melewati deretan sel tadi setelah melewati pintu gerbangnya,
kami sampai di suatu tempat yang cukup besar.
Ada empat lajur tempat duduk yang terbuat dari beton yang melingkar.
Di tengah-tengah ruangan itu terdapat ring, mirip ring octagon Mix Martial Art tertutup oleh pagar kawat yang tinggi,
mungkin tingginya sekitar 3,5 meter, diatasnya diberikan kawat berduri melingkar-lingkar bergerigi tajam.
Oh inikah yang disebut The Arena?
Aku ngeri,
ring itu didirikan mirip ring octagon MMA,
dimana dulu papa sering melihat pertarungan di televisi tentang pertarungan MMA di octagon,
bedanya octagon yang disini, ada pagar kawat berduri di atasnya?
Apakah akan ada pertarungan MMA disini?
Beberapa orang kulihat sudah duduk menyebar.
Mrs. Rose duduk di lajur bangku belakang, aku duduk disebelahnya. Dari tempatku duduk dan Mrs. Rose masih nampak dari kejauhan,
sel-sel yang barusan kulewati,
nampak ada orang-orang yang bertelekan pada teralis masing-masing sedang memandang ke arah kami duduk.
Aku serasa masuk ke dunia lain, dunia yang belum pernah aku masuki.
Para tamu mulai menempati bangku beton The Arena,
aku, Mrs. Rose,
pak Iskandar dan Tuan Jonah kami duduk sederet didepan, dekat The Arena,
aku ada ditengah tengah kawanan yang baru,
asing dan menyeramkan,
belum lagi suasana The Arena yang mirip lapangan basket indoor ,
dengan lampu temaram dan cahaya matahari yang sedikit menerobos dari atas jendela kaca yang terletak tinggi mendekati atap beton yang menjulang tinggi membuatku merinding
Telapak tangan dan kakiku terasa dingin.
Apakah aku saat ini sedang masuk ke dalam dunia mimpi lagi?
Segala yang nampak di depanku nampak seperti film-film, bukan seperti kenyataan.
Aku menggosok-gosokkan punggung tangan kananku yang masih terasa bibir Edward disitu,
rasanya menjijikkan. 

GLOSSARY

Solar cell  atau sel surya atau sel fotovoltaik, adalah sebuh alat semi konduktor yang terdiri dari sebuah wilayah-besar semi konduktor dimana dengan adanya cahaya matahari dapat menciptakan energy listrik yang berguna. Pengubahan bentuk energy ini diebut efek fotovoltaik.Sel surya memilik banyak aplikasi.
Mereka terutama cocok untuk digunakan bila tenaga listrik dari Negara tidak tersedia, seperti diwilayah terpencil, satelit pengorbit bumi, pompa air, dll.

Mixed Martial Arts (MMA) adalah olahraga kontak yang memperbolehkan berbagai teknik pertarungan seperti pergumulan, tendangan, dan pukulan.Di dalam MMA, masing-masing praktisi dipacu dan dilatih untuk mengkombinasikan teknik dari berbagai cabang seni bela diri untuk melumpuhkan lawan.Wlaupun termasuk pertarungan bebas, banyak peraturan ketat yang harus diikuti parap praktisi, jika tdak ingin terkena dikualifikasi.

Chapter 2 Insan-Insan yang Berbakat

Insan-Insan yang berbakat

Dua hari aku memikirkan tawaran pekerjaan yang diajukan Mrs. Rose.

Persis seperti dugaanku, mama 
mendukungku untuk menerimanya.

Menjadi pegawai pemerintah adalah hal yang luar biasa, menurut mama. 
Akupun memutuskan untuk menerimanya.

Pagi itu, aku berangkat ke kampus menemui Profesor Julian untuk menyampaikan jawabanku.

Aku datang tepat waktu sesuai jam yang disepakati.

Aku tidak menduga ternyata Mrs. Rose sudah ada di sana.
Sepasang matanya tajam mengikuti langkahku memasuki ruangan Prof. Julian.

Sebuah map bersampul hitam ada di pangkuannya.

Saat aku datang, Prof. Julian sekilas tersenyum padaku. Setelah mempersilahkan aku duduk, 
beliau beranjak keluar ruangan, meninggalkan aku dan Mrs. Rose berdua.

Mrs. Rose bangkit berdiri, menyalakan laptop dan LCD proyektor. Perlahan layar LCD yang tergulung di atas, turun membentang di depanku.

Wanita cantik itu menyerahkan seberkas dokumen padaku.

“Dengan menandatangani surat kontrak ini, kamu bukan hanya calon abdi pemerintah,
namun kamu adalah calon patriot, Moira,” 
ujar Mrs. Rose.

“Siap Mrs. Rose. Aku juga siap merelakan jiwa ragaku untuk negara,” sahutku mantap sambil menandatangani dokumen tersebut.

Jiwa nasionalisku terasa membuncah seiring ingatanku pada papaku, Kapten Marinir Gepardi yang dinyatakan missing in action dalam melaksanakan tugas negara.

“Kami yakin kamu siap, Moira. Sistem rekrutmen kami sangat ketat. Ada tinjauan psikologis disana.
Sekarang aku terangkan sedikit tentang tempat kerjamu, insan yang bakal menjadi obyek penelitian serta pendataan, juga latar belakang Chimera Project oke, ya?”
pungkas Mrs. Rose membuyarkan lamunanku tentang papaku.

Aku menganggukkan kepalaku.

Jemari Mrs. Rose bergerak lincah diatas laptop dan logo segitiga itu muncul dalam layar LCD di depanku.

Menatap logo segitiga itu sekali lagi dadaku berdebar-debar resah.
“Okay Moi, sebelum aku mulai menerangkan kepadamu, aku tegaskan apa yang kupresentasikan saat ini adalah rahasia negara.
Kau tidak boleh membocorkannya kepada siapapun juga termasuk kepada keluargamu.
Kau jaga rahasia ini sampai kapanpun. Bila keluargamu atau siapapun bertanya tentang pekerjaanmu,
katakanlah bahwa kau mendapatkan penempatan kerja sementara di luar pulau yang terpencil, kau paham Moi?” tegas Mrs. Rose.

“Aku paham Mrs. Rose, 
baik selaku pendidikanku sebagai psikolog,
aku memang harus bisa menjaga rahasia,
apalagi ini rahasia negara,” 
aku menjawab dengan semangat.

“Okay, aku lanjutkan ya.
Chimera Project adalah proyek rahasia pemerintah yang ditujukan agar di masa depan negara kita semakin disegani. Kata Chimera berasal dari legenda binatang yang kuat, perpaduan antara singa, naga dan kambing.”

“Visi kita adalah membangun suatu negara yang kuat. Dan untuk menjadi negara yang kuat, kita perlu sumber daya manusia yang hebat. Adapun misi kita adalah menghasilkan laskar militer yang kuat tak terkalahkan dari proyek ini.”

Aku tertegun, sungguh suatu kehormatan bagi anak marinir sepertiku untuk menjadi bagian dari misi rahasia demi kemajuan bangsa.

Tangan Mrs. Rose bergerak, klik! 
Layar LCD berganti menjadi sebuah pulau di tengah laut dengan bangunan besar di tengah-tengahnya.
Bangunan suram berkabut menyerupai benteng yang berdiri kokoh.

“Luas pulau Chimera Project hanya kurang lebih 10 km. Pulau ini terletak di tengah-tengah lautan, dengan jarak tempuh 3 jam untuk kapal laut dengan kecepatan sedang.
Bila menggunakan helikopter jarak tempuhnya hanya 30 menit saja.
Hanya helikopter yang memungkinkan untuk mendarat di pulau ini, dan maksimal 4 helikopter saja.”

Mrs. Rose melanjutkan,
“Dalam pulau Chimera terdapat 20 orang penjaga penjara, seorang sipir penjara, seorang pharmacyst, seorang dokter penjara,
lima orang pembantu penjara, seorang suster perawat yang mendapat cuti selama 3 hari penuh selama 3 bulan dan mereka berjaga bergiliran setiap hari.”

Gambar di LCD terus berubah-ubah sesuai dengan penjelasan Mrs. Rose.

Aku merasakan antusiasmeku muncul berkobar-kobar. Rasanya tak sabar menantikan penjelasan Mrs. Rose mengenai pekerjaan baruku ini selanjutnya.

“Sekarang aku mau memperkenalkan siapa saja yang ada di Chimera Project. Yang pertama….,”

Klik..klik..jari Mrs. Rose bergerak.
Layar LCD sekarang menampakkan wajah seorang wanita muda berambut keriting pendek, kulitnya gelap, berbibir tebal, berpipi chubby dan kelopak matanya half moon eye seperti yang dipunyai Prof. Julian.

Bedanya bola matanya besar sehingga dari sorot matanya aku melihat wajah yang nampak sedih, seperti habis menangis atau wajah yang kelelahan sesudah habis menangis.
Sosok yang nampak lugu namun kelihatan menderita.

“Ini Angel. Panggilannya Curly, karena bentuk rambutnya. Sekarang umurnya 20 tahun. Dia ini clairvoyant masa lalu, artinya Curly bisa melihat kejadian masa lalu.
Ia bisa masuk ke obyek yang dilihat, apa yang dirasakan obyek, Curly akan ikut merasakan.”

Aku menatap foto Curly sambil meresapi menjelasan Mrs. Rose, antara bingung, heran juga takjub menyelimuti pikiranku.

“Kemampuan Curly menyiksa dirinya sendiri, Moi. Setiap saat, bila ia berada di suatu tempat,
tempat itu akan bercerita tentang apa yang terjadi disitu.Terutama hal-hal yang mengerikan yang terjadi.”

“Misalnya Curly pernah melihat seorang pria yang menusuk seorang wanita dengan pisau. Darah korban menyembur dari dadanya.
Curly kecil tertekan dan sangat ketakutan, karena dia mengalami penglihatan tersebut lalu menjadi histeris.”

“Dengan media barang milik seseorangpun Curly sanggup menembus dimensi masa lalu seseorang. Misalkan dari sapu tangan yang ditemukannya, Curly bisa tahu kalau pemilik sapu tangan tersebut telah meninggal.”

“Yang parah, Curly sendiri bisa menjadi medium dari seseorang atas kejadian di masa lalu. Ia bisa berteriak, ‘Tidak…jangan bunuh aku, pisaumu menembus jantungku.’ Padahal hal itu tentu saja tidak terjadi nyata pada dirinya.”

“Keluarga Curly sangat malu akan kondisi jiwa anak perempuannya itu. Di sekolahpun Curly bisa tiba-tiba menangis, histeris dan akhirnya dikeluarkan dari sekolahnya.”

“Papanya seorang pengangguran. Ia bekerja saat ada panggilan kerja sebagai tukang batu, dan suka mabuk-mabukan. Papanya menjuluki Curly anak gila. Papanya juga kerap memukuli Curly dengan tongkat kayu hingga Curly berteriak kesakitan.”

“Curly menikmati bangku sekolah hanya sampai SMP kelas 1. Tidak ada sekolah yang mau menerimanya karena sering membuat kehebohan. Teman-teman sekolahnya menjauhinya dan mengira Curly sering kesurupan. Curly alias Angel sekarang sudah dewasa, namun tingkahnya masih kekanak-kanakan, Moi.”

“Mamanya di mana Mrs. Rose?” tanyaku menyela.

“Mama Curly sebenarnya menyayangi Curly dan menerima keadaannya. Sayangnya karena tekanan hidup yang serba kekurangan, ditambah sifat suaminya yang keras serta mudah untuk ringan tangan, maka mereka sering bertengkar.
Mama Curly meninggal karena sakit beberapa tahun yang lalu,
mungkin tekanan psikis keluarga membuatnya tidak mampu bertahan hidup.
Curly yang sebenarnya berbakat , kami ambil dari keluarganya, daripada dia dipukuli terus oleh papanya.”

“Saat kami ambil Curly, papa Curly tidak kami jebloskan ke penjara karena kekerasan yang dilakukannya atas Curly. Sebagai kompensasinya, Curly dipelihara oleh negara.”

Hatiku diliputi kekaguman atas kemampuan luar biasa Curly, tetapi hatiku merasa ikut pedih, bahwa dibalik kehebatannya Curly memiliki beban berat atas kemampuannya tersebut. Ditambah lagi ibunya yang menyayanginya telah meninggal, sementara ayahnya sangat keras padanya.

Aku mendesah, “Ah, Curly yang malang.”

“Aku lanjutkan ya, Moi.”

Klik!

“Ini penghuni lainnya. Namanya Ariesty. Panggilannya Risty.”

LCD menampakkan foto seorang wanita muda, bertubuh kurus, nyaris tinggal tulang,
berambut tipis lurus nyaris gundul.
Ia nampak lemah berbaring di ranjang dengan selang infus di tangannya.
Matanya menyipit seperti memicing mirip orang yang kesakitan.
Kepalanya sangat besar seperti anak yang menderita hidrochepalus 
yang pernah aku therapi di akademi okupasi tempatku magang dalam rangka pembuatan skripsiku.

“Risty kebalikan dari Curly. Dia ini seorang pre cognition, pelihat masa depan. Kemampuan Risty diketahui teman-temannya, beberapa waktu yang lalu , sebelum sakit Risty semakin parah. Sekarang umurnya 23 tahun.”

“Saat ini dia menderita demam berkepanjangan yang menyebabkan rambutnya rontok dan badannya kurus kering. Dulunya ia gadis yang cantik. Bahkan sangat cantik. Sayangnya ia divonis dokter menderita tumor otak, ada benjolan di otaknya, Moi.”

“Pre Cognition? Pelihat masa depan? Oh, maaf, kukira dia menderita hidrochepalus,”
gumamku terus terang.

Klik! 
Slide menunjukkan foto Risty muda sebelum menderita sakit. Gadis muda yang ceria dan sangat cantik, menurutku sangat sempurna kecantikannya.

Hidungnya mancung. Kulitnya putih. Matanya indah dengan alis yang terbentuk rapi serta bulu matanya lentik. Sangat kontras dengan slide sebelumnya, di mana semua kecantikannya nyaris tidak nampak lagi.
Benar-benar mengenaskan !

“Cantik sekali dia Mrs. Rose. Malang sekali keadaannya sekarang,” kata-kataku tercekat.

Mrs. Rose mengangguk, “Dengan kemampuannya Risty bisa tahu kalau 3 hari lagi akan ada pesawat jatuh dan semua penumpangnya tewas, lalu saat seorang teman pria mengejeknya tentang rambutnya yang mulai menipis, Risty membalas perkataan pemuda itu bahwa rambutnya lebih baik, daripada tubuh pria itu yang seminggu lagi akan terbaring di aspal dan nyawanya terlepas dari tubuhnya.”

“Ucapannya terbukti, teman pria itu tertabrak mobil, darahnya menggenang di aspal.”

Aku kembali tercekat, dibalik fisiknya yang lemah, tersimpan begitu besar potensi metafisikanya.
Aku bergidik ngeri karena membayangkan kejadian yang menimpa pemuda tersebut. Kemampuannya memprediksi masa depan sanggup menghadirkan kengerian,
nasib manusia lain,
seolah sudah diketahui sebelumnya olehnya.

Klik!
Gambar di layar LCD berubah lagi.

“Ini MRI penampang otak Risty. Dilihat dari atas. Hasil MRI ini diambil seminggu yang lalu. MRI menunjukkan pembesaran otak dengan masa otak membesar, ditandai dengan pelipatgandaan sel secara abnormal. Dengan alasan untuk pengobatan yang lebih baik, kami membawa Risty ke Chimera. Sekitar 3 bulan lagi Risty akan dibawa ke luar negeri untuk pengobatan yang lebih baik. Saat itu, aku harap laporanmu untuk dia telah selesai.”

“Aku akan berusaha yang terbaik, Mrs. Rose,” ucapku.

“Risty saat ini usianya sepantaran denganmu, Moi tahun ini usianya 23 tahun, mestinya kalian bisa akrab nantinya.”

“By the way, Mrs. Rose mengapa Risty bisa sampai ke pulau Chimera? Apakah mengetahui masa depan merupakan kesalahan sehingga ia yang dalam kondisi sakit bisa disana?” Rasa ingin tahuku menyeruak.

“Oh, Risty ini anak tunggal dari Jendral Manton. Beliaulah yang menyandang dana sekaligus pelindung dari pulau dan project ini.
Risty sendiri memiliki tim kesehatan khusus untuk merawat dia.”

Klik!
Jemari Mrs. Rose bergerak. “Selanjutnya ini Henry.”

Aku melihat foto seorang pria muda, cukup tampan, tubuhnya tegap berisi serta penampilannya sangat rapi dan trendy.
Senyum manisnya mengingatkanku akan Adrian.

Senyum yang menunjukkan bahwa pemilik senyum itu orang yang bersemangat, ceria, usil dan senang bercanda, seolah di dunia ini tak ada satupun masalah dalam hidupnya, walau kenyataan sebenarnya tentu saja tak seperti itu.

Tak banyak orang yang tahu, namun ada suatu waktu dalam kehidupan Adrian juga jungkir-balik dilanda badai. Pria periang itu bahkan satu kali pernah menangis tersedu-sedu di depanku kala curhat tentang beban masalah pribadinya dengan metode hipnotherapiku saat kubongkar masa lalunya.

Henry ini, seperti apakah pribadinya?

“Ia disapa pesolek. Umurnya 30 tahun. Henry seorang ahli telepathy. Ia bisa berbicara hanya dengan kekuatan pikirannya. Ia juga mampu memanipulasi suara hati seseorang.
Ia menggunakan keahliannya untuk menipu beberapa pengusaha dalam transaksi bisnis.
Kejahatannya sulit dibuktikan.”

“Demi menghindari kejaran serta target dendam dari orang-orang yang ditipunya,
kami menyembunyikannya di pulau Chimera. Mungkin kau pernah mendengar pengusaha Mc. Pherson yang nyaris bangkrut karena dananya dipindah ke beberapa rekening yang telah disiapkan Henry.
Ya , inilah Henry penipu yang tidak bisa dibuktikan kejahatannya. Walau namanya tidak pernah muncul di media masa,
namun pihak inteligen dan perbankan mengetahui hal itu. Kejahatan Henry tak terbuktikan saat itu.”

Aku terhenyak. Wajah tampan dengan setelan baju yang necis disertai kemampuan hebat telepathy, namun sifatnya penipu membuatku heran, terpana dan juga terpesona.

“Negara ingin mengembangkan kemampuan telepathy seperti Henry ini untuk tentara. Bayangkan Moi, kalau tentara kita dapat saling berkomunikasi tanpa perlu frekuensi radio ataupun alat-alat elektronik, koneksi internet,
tanpa batas waktu dan wilayah serta aman tak terdeteksi musuh, maka komunikasi lewat telepathy ini sangat praktis sekali bukan?”

“Maksudnya tanpa batas wilayah bagaimana, Mrs. Rose ?“ tanyaku.

“Oh, maksudnya begini, apabila kita punya prajurit di luar negeri, maka lalu lintas percakapan mereka,
tidak akan terdeteksi pihak asing,
bisa untuk kegiatan spionase, infiltrasi ke wilayah musuh,” jelas Mrs. Rose.

“Gimana, Moi? Tampan kan? Sense of humornya tinggi. Penampilannya sopan.
Hati-kati kamu Moi, jangan sampai kamu kena manipulasi telepathynya, ya,”
goda Mrs. Rose mengejutkanku.

Aku melihat senyum mengembang di wajah Mrs. Rose saat dia menggodaku.

Aku balas tersenyum dan merasa rileks.
Semula aku membayangkan betapa tidak enaknya bila bekerja sama dengan seseorang yang kaku serius sepanjang waktu. Mendapati Mrs. Rose ternyata memiliki rasa humor, sungguh menyejukkan hatiku.

“Mrs. Rose, aku merasa sangat kecil melihat orang-orang dengan bakat luar biasa seperti ini. Sungguh suatu kehormatan bagiku untuk bisa berinteraksi langsung dengan mereka, walau dalam hatiku sendiri aku merasa takut juga.”

“Itu baru sebagian, Moi. Masih banyak penghuni lainnya dengan bakat mereka masing-masing yang berbeda dan unik.”

Klik! Gambar berubah.
Kali ini menampakkan seorang anak laki-laki.
Aku menebak, mungkin seusia pelajar SD.

“Namanya Ronald. Panggilannya Ron.
Umurnya 11 tahun.
Anak ini mengidap gangguan ADHD alias anak hiperaktif. Ia punya bakat indigo.
Ia bisa melihat aura dan hal-hal mistis secara nyata.

Saat menjalani terapi, therapistnya dikejutkan oleh bakatnya.
Pada pandangan Ronald, tubuh manusia terdiri dari spektrum warna,
selain nampak secara fisik.

Ia bisa mengatakan bahwa therapistnya punya suatu penyakit di perutnya karena di pori-pori tubuh di area itu mengeluarkan kabut pucat berwarna hitam keabu-abuan.”

Mataku mengerjap, teringat sebuah film science fiction yang mana tokoh aliennya memiliki kemampuan seperti Ronald.

Aku sungguh tidak mengira, bahwa ada orang sungguhan yang memiliki kemampuan seperti itu, dan sebentar lagi aku akan berjumpa dengannya.

“Ronald juga mampu melihat dunia lain sejelas dunia nyata.”

“Maksudnya anak ini bisa melihat roh-roh yang bergentayangan?”

Mrs. Rose mengangguk.

“Lalu, mengapa anak sekecil ini bisa ada di Chimera, Mrs. Rose?” tanyaku.

“Bukankah anak yatim dan orang terlantar dipelihara oleh negera, Moi?
Ronald dianggap tidak bisa diatur oleh keluarganya.
Anak ini impulsif, tantrum dan dianggap terlalu aneh untuk ukuran anak normal.”

“Seluruh keluarganya merasa bisa hancur bila mempertahankan Ronald dalam keluarga,
maka negara mengambil alih pemeliharaannya. Tentu alasan utama yang sebenarnya kamu sudah tahu kan, Moi?” jelas Mrs. Rose.

Aku mengangguk,
“Ronald merupakan obyek bagus untuk penelitian anak indigo.
Demi kepentingan militer.”

“Oh, good girl. Kau sangat pandai, Moi.
Okey kita lanjutkan ya,” puji Mrs. Rose.

Klik! Layar LCD menampakan seorang pria muda berkacamata, mengenakan pakaian kemeja lengan panjang yang rapi,
vest rajut yang senada dengan kemejanya, dan raut wajahnya menunjukkan kecerdasan atau kutu buku.

“Namanya Jeff. Julukannya Jeff The Hacker.
Umurnya 22 tahun. Ia jenius di bidang komputer. Ia dulunya mahasiswa yang meretas jaringan komputer inteligen dan badan keamanan nasional”

“Demi keamanan negara, ia diambil oleh negera dan disembunyikan di Chimera. Dialah satu-satunya orang yang bisa mengakses komputer satelit di pulau Chimera.”

Duuh, ada juga yang jagoan komputer di pulau itu dan kecerdasannya di atas rata-rata. Sayangnya memiliki riwayat perbuatan kriminal di masa lalunya.

Sebentar lagi aku akan berada di antara orang-orang berbakat ini.
Umur mereka tidak jauh dariku. Aku berharap kami bisa bersahabat baik nantinya .

Klik!
Gambar di LCD menampakkan seorang pemuda kurus ramping, berbibir tipis yang merengut. Bibirnya setengah terbuka.
Tulang pipinya menonjol. Rambutnya tipis gimbal berantakan sebahu.
Di atas kepalanya tidak tumbuh rambut, sepertinya kebotakan melanda bagian atas kepalanya.

Dan anehnya aku amat, ternyata pemuda ini tidak mempunyai alis dan bulu mata.
Giginya renggang kehitaman. Saat melihat tampilan giginya, aku teringat slide waktu aku kuliah tentang gangguan terkait dengan pecandu narkoba jenis kokain.

Wajahnya mengingatkanku akan anggota geng motor yang senang membuat keributan di jalan-jalan. Berani, masa bodoh serta sorot matanya nampak seperti orang mengejek, liar.

“Dan ini Rado. Usianya 18 tahun. Di balik penampilannya yang mirip gembel,
ia memiliki kemampuan elektrokinesis,
alias mampu menimbulkan energi listrik dari tubuhnya.”

“Lebih dari setahun yang lalu , saat wanita yang disukainya mengadakan pesta ulang tahun,
ada seorang pemuda yang membuatnya cemburu. Rado membuat kekacauan dengan elektrokinesisnya.
Pemuda malang yang membuatnya cemburu itu dipanggang oleh Rado dengan kemampuan elektrokinesisnya.Dalam kemarahannya,
Rado juga membakar habis restaurant, tempat ulang tahun gadis itu dirayakan.”

“Beberapa orang menjadi korban meninggal di sana.
Mereka terbakar karena terjebak kebakaran yang ditimbulkan oleh Rado.
Namun karena kemampuan seperti Rado ini langka,
maka pemerintah membarter hukuman mati Rado dengan mengasingkannya ke pulau Chimera, Moi.”

Aku menutup mulutku dengan tangan.

Aku sungguh terkejut.

Rado ini…
ia kejam dan menakutkan.

Mampukah aku menghadapi orang seperti Rado ini?

Di balik tampilan a la gembel ternyata tersimpan sifat sadistic.

Aku juga teringat berita tentang kejadian lebih setahun lalu saat sebuah restaurant terbakar habis 
dimana ada muda mudi sedang merayakan pesta ulang tahun dan dinyatakan oleh polisi bahwa korsleiting penyebabnya…
oh rupanya Rado penyebabnya.

“Karena hal itulah Rado masuk di pulau Chimera kita.”

“Kau tentu bisa membayangkan bagaimana jadinya dunia ini bila orang seperti Rado berkeliaran di jalan-jalan lalu semisal tersenggol pengguna jalan lain, kemudian tersulut emosinya bukan?”

“Hukuman mati layak untuknya, namun perbuatannya sulit dibuktikan di pengadilan.
Hukum akan sulit mempercayai bahwa kemampuan Rado seperti ini nyata,
pihak militer mengintervensi, pers tidak boleh memberitakan bahwa Rado yang menyebabkan kebakaran,
polisi tidak boleh melanjutkan penyelidikan,
maka sebagai kompensasi hukuman mati Rado dibawa ke pulau Chimera,”
tambah Mrs. Rose memecah pikiranku.

“Selanjutnya, aku rasa kau bakal ngefans dia, Moi.
Dia seorang doktor psikologi,” gurau Ms.Rose.

Aku terhenyak badanku sampai terdorong ke depan, 
tak terasa mulutku terucap :

”Doktor psikologi??”.

Pikiranku berkecamuk bagaimana mungkin seorang doktor dengan jurusan yang sama denganku ada disitu?

Aku rasa bakal banyak kesamaan antara diriku dengan dirinya karena bakat dan minat yang tinggi pada psikologi.

Klik!
Klik! 
Suara panel yang dipegang Mrs. Rose mengejutkanku.

Seorang pria tegap, bertubuh besar berotot, nampak di layar LCD.

Sorot mata pria itu tegas dan seperti mengancam.
Bentuk rahangnya kokoh persegi.
Jenis pria yang berbahaya. Aku jadi teringat tokoh-tokoh antagonis dalam fim-film action yang pernah ku tonton.

“Namanya Vicko Sunhelin, desersi marinir.”

“Keahlian beladirinya sangat tinggi,
bahkan seorang trainer beladiri terbaik saat dulu.
Namun karena komandan kesatuan Vicko bertentangan prinsip dengannya, 
maka Vicko memutuskan pergi dari ketentaraan dan melarikan diri dari kesatuannya.”

“Statusnya desersi saat itu.
Beberapa prajurit berusaha menangkap dia namun tewas karena kemampuan beladiri Vicko.”

“Karena telah desersi dan menyebabkan beberapa dari tim penangkapnya gugur,
maka Vicko dinyatakan sebagai orang yang tidak beridentitas, dianggap telah tewas saat itu,
dan tentu saja ini merupakan rahasia negara.”


“Vicko juga sarjana biologi.
Dia bisa menggunakan materi biologi seperti spora, lumut, tanaman-tanaman menjadi senjata biologi.
Teralis di sel Vicko di pulau Chimera sudah beberapa kali dibiakkan jamur yang bersifat korosif dan membuat teralis menjadi lapuk.”

“Untunglah percobaan melarikan dirinya sejauh ini dapat digagalkan oleh kami.”

Doktor psikologi?

Marinir?

Orang yang tidak beridentitas?

Sarjana biologi ?

Ahli dan trainer beladiri militer terbaik?

kepalaku menjadi pusing saat mendengar info bahwa begitu hebat dan kompleksnya tentang seorang Vicko Sunhelin…….

“Bagiku Vicko ini seperti dewa Mrs. Rose. Kemampuannya sungguh luar biasa.” aku memuji pria dengan kemampuan hebat itu.

“Tidak Moi. 
Vicko bukan dewa.
Dia seorang yang sangat pandai , IQ Vicko 162.Itulah yang menyebabkan dia sangat pandai dengan berbagai kemampuannya.
Tapi dia punya sifat psychopath.”

“Ahli bela diri yang sangat taktis, handal dengan berbagai keahlian beladiri , baik dengan tangan kosong maupun penggunaan senjata.
Bahkan tulang musuh yang akan dipatahkan oleh dia dapat diprediksi dengan tehnik apa olehnya.”

Waduh ,
dengan presentasi tentang Vicko ini ,
aku kira sosok Rado adalah sosok paling bengis,
ternyata Vicko orang yang paling mengerikan di Chimera, pikirku.

“Okay ,Moi ? Aku lanjutkan ya.”

Klik!

Gambar LCD menunjukkan seraut wajah pria bertubuh agak kurus,
namun tegap berotot nampak liat berurat,
berkumis,
kulitnya coklat kehitaman, nampak rambutnya berantakan,
awut-awutan mungkin tidak pernah terbilas shampoo berhari-hari.

Sorot matanya tanpa ekspresi,
sekilas pikiranku mengatakan bahwa ia mirip orang gila yang berkeliaran di jalanan.

“Ini Leman. Usianya 50 tahun. Mantan tentara.
Keahlian bertempur Leman adalah berkelahi dengan jurus binatang.
Ia bisa bertarung dengan jurus harimau, jurus ular, 
jurus monyet,
jurus rajawali
dan lain sebagainya.

Leman saat ini sering mengalami trance, karena labil jiwanya sejak motor yang dinaiki istri dan anaknya tertabrak bis di depan rumah dinas mereka.
Istri dan anaknya meninggal di tempat.”

“Leman mengalami PTSD ,
Post traumatic stress disorder . Leman muda menghabisi sopir bis itu dengan sekali tembakan, walau sopir tersebut sudah bersimpuh memohon maaf pada Leman,namun emosi sesaat yang memuncak membuat Leman lepas kontrol.
Akibat perbuatannya Leman dikeluarkan dari kesatuan tentara.
Ia pun semakin depresi.”

“Ah ya, Leman punya ilmu fakir. Kamu tahu fakir, Moi?”

Aku mengangguk.

“Fakir?” 
“Oh iya ya….. 
Fakir itu seperti orang kesurupan yang bisa makan pecahan beling, lalu berdiri diatas paku-paku tajam tanpa terluka itu kan Mrs. Rose?”

Mrs. Rose mengangguk.

“Leman bisa makan sampah, tapi ia tidak sakit perut.
Telanjang , namun tidak masuk angin.
Ia juga pernah tidak mau makan berhari-hari tapi tidak lapar.
Sering kehilangan orientasi diri.”

“Ia seperti orang gila yang tidak kenal lelah.
Seperti itulah kondisi Leman.”

Leman yang malang.

Kehilangan anggota keluarganya di depan mata kepalanya sendiri,
belum lagi kehilangan jabatannya dalam satu peristiwa yang tidak sana sekali tidak terduga olehnya.

Kepalaku menjadi pusing akibat terlalu banyak hal yang baru dan mengejutkanku.

Presentasi Mrs. Rose tadi menampilkan beragam fenomena metafisika yang sekilas pernah kubaca dan juga kupelajari di buku psikologi serta literatur,
namun sekarang, semuanya itu nyata tersaji di hadapanku.

Aku mendapati semangatku meningkat.
Aku akan berinteraksi dengan mereka semua dalam waktu dekat.
Mereka semua pribadi-pribadi nyata dengan kemampuan hebat masing-masing.

Sayangnya mereka juga memiliki gangguan kejiwaan yang berbeda satu sama lain.

Mengingat hal tersebut kepalaku berkedut, pening.

Suara Mrs. Rose terhenti.
Wanita itu menatapku.

Kelihatannya dia memberi jeda padaku untuk sejenak santai.

Matanya indah mirip kucing Persia.

Di balik kacamata bulat berlensa tipis memandangku,

nampaknya dia mengerti, bahwa aku butuh waktu untuk memahami presentasinya.

Aku balas menatapnya seolah tak sabar ingin mengetahui presentasi selanjutnya.

Seperti biasanya, rasa ingin tahuku selalu menerobos meminggirkan rintangan,
walau kepalaku terasa seperti mengambang

“Lanjuut Mrs. Rose,” pintaku.

“Dan….
aku sendiri,
aku adalah seorang psikiater dengan kemampuan psikokinesis.”

Mrs. Rose menunjukkan kemampuannya dengan menerbangkan kertas-kertas serta segala peralatan tulis di meja sesuai dengan arahan tangannya.

“Aku bisa membuat benda-benda melayang hanya dengan kekuatan pikiranku, Moi.”

Rahangku terasa seperti mau jatuh,
mungkin bila di foto mulutku akan nampak melongo lebar.

Tak kusangka wanita cantik ini seorang psikiater, 
belum lagi dia punya kemampuan mirip sulap yang kulihat di televisi,
perpaduan kematangan usianya, kepandaian ,
kecantikan dan kemampuannya membuatku semakin takjub.

“Oh, wow! 
Keren sekali, Mrs. Rose,” 
Pujianku, dan aku mulai bertepuk tangan.

“Dan aku satu-satunya orang yang bebas di sana, Moi.
Walau aku juga obyek penelitian,
aku bebas keluar masuk di sana ,
karena statusku juga pegawai pemerintah.
Aku juga memberi obat jika ada rekan atau penghuni pulau, anggota prajurit yang depresi.
Aku juga ikut meneliti lho, Moi.”

Beberapa obyek yang melayang mulai turun,
aku menatap teman baru sekaligus rekan kerja di hadapanku dengan kagum.

“Mrs. Rose sungguh luar biasa.”

“Kemampuan metafisika Mrs. Rose ini benar-benar tak terbayangkan dan yang kutahu cuma jadi literatur dalam ilmu psikologi.
Antara ada dan tidak ada , namun hari ini kulihat dengan mata kepalaku sendiri.
Amazing !”

Mrs. Rose tertawa.

“Aku senang sekali bisa berjumpa dan bekerja sama dengan Mrs. Rose nanti..ckck..
luar biasa!“
Aku bertepuk tangan semakin keras tanda kegirangan melihat kehebatan tersebut.

“Aku sungguh tersanjung,
terima kasih, Mrs. Rose.”

“Pekerjaanmu adalah mendata , memberikan paparan dari sisi psikologi 
tentang masing-masing insan yang diteliti ini , 
engkau juga dapat memberikan saran , therapi , konseling pada mereka.
Selain itu kau coba temukan bagaimana fenomena metafisika ini bisa timbul.
Lakukan tugas negara ini dengan baik, Moi.
Jangan membelot, ataupun mundur. Dalam waktu 6 bulan,
negara juga akan menaikkan pangkat ayahmu yang hilang dalam misi.” ucap Mrs.Rose .

Aku terkejut,
“Mrs. Rose mengetahui tentang papaku?”

“Bukankah sudah kubilang, semua datamu rinci ada di dalam data negara.
Kita memiliki tim penyeleksi yang lengkap.
Bukan hanya nilai akademis, keluargamu,
kebiasaanmupun sudah diamati dan dievaluasi sebelum kami merekrutmu.”

“Berkas tentang pendidikanmu sejak taman kanak-kanak, 
kita juga cermati berkas lengkap tentang seluruh keluargamu juga.
Termasuk ibumu serta adikmu satu-satunya.”

Aku terdiam.

Ada tim penyeleksi?

Gadis yang baru dinyatakan lulus skripsinya telah diseleksi diam-diam ?
sejak aku kecil?
Oleh tim?

Oh, selain menyeleksi nilai-nilaiku, tim juga sudah mengakses data keluargaku secara keseluruhan.

Tidak ada yang tidak diketahui, termasuk Mrs. Rose yang mengetahui data-data tersebut tentang kehidupanku.

Aku nampak begitu transparan di hadapan Mrs. Rose.

“Moi, persiapkan dirimu.
Dua hari lagi kami akan jemput kau dengan mobil, lalu kita ke pulau Chimera naik helikopter.
Disana tidak ada akses hp, internet, kecuali yang dipegang Jeff.”

Aku terdiam.

Tidak ada akses hp, internet?

Itu berarti selama 6 bulan, aku tak akan bisa menelpon dan bercanda ria ataupun sekedar mengobrol via chat WA dengan Mama serta Adrian. Tapi rasanya itu semua seimbang. Aku bisa bertemu dengan insan-insan yang unik, berbakat serta sangat terhormat menjadi pegawai pemerintah.

Rasa ingin tahuku akan menggali info tentang mereka bisa terpuaskan.
Apalagi barusan melihat kemampuan Mrs. Rose yang luar biasa berlangsung di depan mataku.

“Oke. Siap Mrs. Rose,” ucapku mantap.

Mrs. Rose memegang bahuku dengan lembut,

“Selama 6 bulan, kamu juga tidak bisa pulang. Jaga mentalmu. Pekerjaan ini, 
aku tidak bilang mudah untuk dikerjakan.
Namun kita akan bekerja sama. Kamu tidak sendirian.”

“Kita lakukan tugas kita yang terbaik ya, Moi.
Sekarang kamu bisa pulang, berkemas-kemas dan berpamitan pada keluargamu.”

“Ya, Mrs. Rose.”

“Sampai ketemu 2 hari lagi.” Mrs. Rose mencabut flash disk di laptop ,
mematikan laptop dan dengan remote di tangannya.
Layar LCD ruangan Prof.Julian tergulung perlahan.
Ia mengemasi map hitam,
laptop dan perkakasnya. Kerjanya sangat taktis dan sigap, pikirku.

Tanpa menoleh kepadaku, Mrs.Rose melangkah keluar meninggalkanku berdiri sendirian.
Citra misterius terbawa seiring langkah kakinya.

Aku menatap sosok punggungnya dari belakang.

Bunyi ketak-ketuk high heels Mrs. Rose bergema ke seluruh ruangan.

Tidak diragukan, Mrs. Rose adalah sosok wanita yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi,
nyaman dengan dirinya, hangat, sekaligus berwibawa namun juga supel.
Wanita yang anggun, menarik dan hebat…
semoga ia orang yang bisa aku percayai,
dan aku bisa bekerja sama dengan baik dengannya.

***

“Mama,
aku pulang,” ucapku riang.

Mamaku membuka kelas bimbingan belajar di rumah. Mama memakai nama Bimbingan belajar “Moira” di depan rumah kami.

Ya, beliau memakai namaku untuk usaha bimbingan belajarnya.
Ia mengajar mata pelajaran Matematika, Fisika dan Kimia untuk anak-anak SD, SMP serta SMA.

Dan aku bersyukur DNA kecerdasan Mama ternyata telah menurun kepadaku.

Aku membuka pintu rumah.

Mama sedang duduk nyaman di sofa,
kedua kakinya bertumpu di atas kursi kecil. Aku bisa mengerti penatnya fisik serta pikiran Mama setelah sepanjang siang dan sore mengajar,
dan malam nantipun akan akan ada kelas lagi.

Semakin banyak murid,
dan semakin banyak jam Mama mengajar itu lampu hijau tanda kecukupan bagi kehidupan kami,
namun dibalik senyuman Mama, aku tahu energi Mama terkuras habis.

“Moi,” sapanya.

Matanya sesaat terbuka, kemudian terpejam lagi.

Aku duduk di sisi Mama.

“Ma, Moi telah dipresentasikan secara sekilas tentang pekerjaan yang luar biasa itu, Ma.”

Mata Mama terbuka,
lalu menegakkan tubuhnya. “Syukurlah, Moi, Apakah Moi sanggup menjalaninya?”

“Oh Ma,
itu pekerjaan impian .
Sangat sesuai bakat minat dan keahlian Moi.
Moi akan menjadi abdi negara setelah masa training selesai. Dua hari lagi Moi berangkat, kantornya di luar pulau.
Kerjanya cuma enam bulan,
tapi setelah itu bisa langsung dapat pengangkatan, Ma.”

“Selama enam bulan itu,
aku tidak bisa menghubungi Mama dulu.”

“Masuk karantina?”

“Mmm…bukan karantina sih. Tapi di tempat Moi kerja nanti, disana tidak ada signal HP,
juga akses internet.
Jadi tidak bisa berhubungan dengan dunia luar.”

“Masuk proyek rahasia pemerintah, begitu Moi?” tanya mama seolah menebak.

Aku mengangguk,
“Seperti itu Ma.”

Mama memelukku lembut.
“Putriku sangat keren. Doaku besertamu Moi. 
Bekerja yang bagus, yang rajin ya.
Jangan malas.”

“Masuk dunia kerja,
beda dengan dunia kampus.
Bercandanya dikurangin,
biar kamu ada wibawanya.”

“Ya, Ma.” 
Mataku mengerjap.

Ya, Tuhan.
Aku tentu mengerti dengan baik bagaimana aku harus bersikap,
bertutur kata dan membawa diri.

Aku bukan anak kecil lagi.
Aku bisa memahami perasaan Mamaku sama seperti orang tua-orang tua lainnya, yang senantiasa memandang putra-putrinya adalah putra-putra kecil mereka yang belum dewasa
berapapun usia putra-putri mereka sekarang.

“Walau kamu perempuan, Mama tahu kamu kuat,
sama seperti Papamu.
Andai, ia masih ada, 
betapa bangganya ia akan dirimu.
Papamu militer sementara
kau jadi pegawai pemerintah,
luar biasa, 
jaga dirimu baik-baik, Moi.”

“Tentu, Ma. Aku akan menjaga diriku dengan baik.
Lusa pagi aku berangkat, dijemput pakai mobil ke rumah.”

“Di hari itu, Mama akan siapkan sarapan lebih pagi untukmu, Moi.”

“Terima kasih, Ma. ”

Setelah aku pamit kepada Mama dan bertemu dengan adikku,
orang ketiga yang akan aku pamiti tentu saja adalah Adrian.
Jari-jariku bergerak mengetik di keypad ponselku.

Adrian menjawab dengan sejuta gombal bahwa ia akan merindukanku. Aku tahu ucapan Adrian gombal belaka. Tidak ada hubungan khusus yang lebih dari teman diantara kami.

Namun begitu, aku senang membaca balasan chat Adrian tersebut.
Setelah menimang lisptik merah muda pemberian Adrian dan membayangnya ketampanan pemberinya, aku memasukkan lipstik tersebut ke tas ranselku. Lipstik Adrian akan menjadi barang penyemangatku bekerja di Chimera.


***

Dua hari kemudian, sebuah mobil sedan hitam berkilat menjemputku di rumah.
Sopirnya berambut cepak, bertubuh besar dan mengenakan seragam khas tentara.

“Ms. Moira?” tanyanya.

Aku mengangguk mengiyakan,
lalu memeluk Mama. “Moi berangkat ya, Ma.
Sampai jumpa enam bulan lagi.”

Mama melambaikan tangannya padaku.

Aku masuk ke mobil,
kubuka jendelanya, kuberikan ciuman jarak jauh untuknya.

Sosok Mama sudah jauh di belakang.
Aku menutup kaca jendela mobil.

Aku memejamkan mataku.

Seumur hidupku baru sekaranglah aku akan berada jauh dari Mama untuk rentang waktu yang cukup lama.
Dari semasa TK hingga kuliah, Mama selalu di dekatku.

Aku akan merindukan Mama.

Oooh i’ll miss you Mama

Sepanjang perjalanan sopir tentara yang menjemputku diam,
tak bicara sepatah katapun. Ah, ya.
Ia sudah bicara satu kata tadi_satu-satunya kata yang diucapkannya, yakni Ms. Moira? Saat ia berjumpa pertama kalinya di depan rumahku tadi.
Ia juga sudah berbaik hati membantuku memasukkan kopor-koporku ke bagasi mobil.

Terpikir olehku untuk membuka percakapan atau membuatnya sedikit tertawa untuk mengakrabkan diri dengannya, namun pesan Mama, ‘Jangan banyak bercanda, jaga wibawamu, Moira.’ 
Seolah terngiang kembali di telingaku.

Akhirnya aku memutuskan untuk berdiam diri pula.

Jok mobil ini beraroma kulit. Mobil ini mobil baru.
Aku berdebar-debar dan gelisah dalam posisi dudukku. Perasaanku sangat tak nyaman ,
belum pernah aku bakal pergi meninggalkan rumah dan keluarga dalam jangka waktu lama , dan berada di lingkungan yang baru , 
asing dan penuh insan-insan berbakat yang beberapa dari mereka dapat dikategorikan mempunyai gangguan kejiwaan.

Ting!

Ada pesan masuk di whatsappku.

Aku mengambil ponselku.

Dari Adrian.

“Mooiii. Skripsiku lulus juga, Moi. Kamu mau mengucapkan selamat untukku?”

Aku tersenyum.

Aku sudah menebak skripsi Adrian akan lolos dengan mulus. Di balik keceriaan serta sanguinnya Adrian,
aku tahu pria ini, ia selalu sungguh-sungguh dalam mengerjakan segala sesuatu.

“Selamat…
selamaat ya, Adrian. Aku menantikan traktiran chicken steaknya enam bulan lagi ya?”

“Oke. Sip.Jadi kamu sekarang lagi dalam perjalanan ya?”

“Yups. Sst, Ad, …prajurit merangkap sopir yang menjemput aku mirip Frankenstein.”

“Masa sih? Ganteng ya?”

Tawaku meledak.

Deg!

Kemudian tiba-tiba aku menyadari kesunyian di dalam mobil.

Aku cepat-cepat menutup mulut dengan tanganku.

Aku melirik sopir di depanku. Ternyata sang frankenstein sedang melirikku dari kaca tengah mobil!

Aku berdehem….,
dan segera menghapus tawa dari wajahku,
memasang mimik wajahku yang biasa dan mencoba tenang ,
kuharap sedikit berwibawa.

Setelah beberapa detik berlalu,
jari-jariku bergerak lagi di keypad.

“Bukan gitu.
Wajahnya biasa sih, tapi sikapnya agak serem.”

“Tentara bukannya rata-rata begitu? Kalau orangnya senang ngebanyol,
dia jadi bintang film komedi dong, macam Mr. Bean, tidak jadi tentara. Mungkin juga beliau lagi sakit perut atau gigi, Moi.”

Aku tersenyum membacanya. Jari-jariku bergerak membalas, 
“Apa kamu mulai melamar pekerjaan juga, Ad?”

“Uh, gimana sih kau ini.
Cuma kamu yang beruntung ,
sudah bekerja walau belum di wisuda.
Transkrip nilai saja,
baru minggu depan kita terima.”

Hmmm aku baru berpikir,
iya , sangat beruntung diriku belum wisuda dan nilai transkrip belum keluar,
pihak universitas sudah merekomendasikan aku bekerja,

walau aku bakalan tidak bisa ikut wisuda bulan depan.

Tetapi semuanya itu sangat sebanding dengan pekerjaan hebat yang kuperoleh.

“Sip.
Sukses untukmu ya, Ad.”

“Trims.
Sukses juga buatmu, Moi. Ngomong-ngomong,
kamu masih suka mimpi buruk?”

Aku tersenyum, teringat 3 foto yang Adrian kirimkan padaku, “Minggu ini belum.”

“Aku kasih bekal buat 6 bulan ke depan ya, biar tidak mimpi buruk.”

Bekal?

Oh tidak….
pria narsis itu…

Tepat seperti dugaanku…

Ting!

Ting!

Ting!

Ting!

Ting!

Ting!

Enam buah foto dikirimkan Adrian kepadaku!

Ting!

Dari Adrian. 
“6 foto untuk 6 bulan, hehe…” tulisnya.

Aku memejamkan mataku.
Hei…
Hei…
Sejak kapan ponselku menjadi galery untuk foto-foto Adrian?

Aku tak sempat membalas chat Adrian lagi.
Mobil yang kutumpangi berhenti dan Mr. Frankenstein itu mengatakan, “Sudah sampai.”

Kami sudah sampai di bandara.

Ternyata bandara militer angkatan udara,
Mrs. Rose sudah nampak berdiri lalu berjalan di sisi mobil dan tersenyum.

Aku keluar mobil dan tersenyum lebar padanya.

Mrs. Rose merangkul bahuku seolah kami sahabat lama.
Sopir itu membantuku menurunkan koper-koperku dan menaruhnya diatas troly kemudian mendorongnya,
entah kemana.

Aku menyadari ponselku akan segera kehilangan signal,

aku cepat-cepat mendownload foto-foto yang dikirim Adrian barusan.

Aku tertawa, yang di kirim Adrian ternyata adalah foto-foto Kitty,
kucing Persia betina gemuk peliharaan Adrian.
Kucing putih cantik yang berbulu panjang halus dan berlonceng besar,
dalam berbagai pose.

Aku kira semula Adrian akan mengirim foto-foto close up dirinya lagi.

Jari-jariku bergerak, membalas. 
“Trims untuk foto-fotonya. Salam untuk Kitty ya. Sampai ketemu 6 bulan lagi.”

Mrs. Rose tersenyum,

“Chatting sama siapa sih? Pacar?”

Pacar? Adrian dan aku?

“Uh, bukan Mrs. Rose. Teman kok. Teman,” sahutku.

“Teman atau teman? Aku lihat ekspresimu gembira gitu, Moi?”

Aku tak menjawab ucapan Mrs. Rose ,

aku hanya tertawa, menyimpan ponselku di saku celana jeansku ,
dan tanganku balas merangkul Mrs. Rose ,
kami berjalan bersama.

Sebuah helikopter berwarna hijau tua,
helikopter militer yang biasanya aku lihat hanya di film ataupun di museum sudah menunggu kami.

Koper-koperku telah ada di dalamnya.

Rasanya senang bercampur takjub aku masuk ke dalamnya,
duduk berhadapan dengan Mrs. Rose ,
dan sesaat kemudian pilot menyalakan panel-panel di depannya,
suara baling-baling perlahan terdengar,
makin lama makin memekakkan telinga,
Mrs.Rose memanduku untuk memasang headset hitam di telinga untuk mengurangi bisingnya deru baling-baling helikopter dan brbrrr…..
helikopter ini mulai terangkat terbang.

Rasa bangga bercampur-aduk saat helikopter terbang ,
seumur-umur hidupku aku belum pernah naik helikopter,
pesawat terbang ,
bahkan kapal laut pun belum pernah aku naiki.

Gadis cupu yang berkutat dengan buku ,diktat ,
literatur serta kondisi ekonomi yang pas-pasan mana bisa pergi kemana-mana.

Aku dan Mrs.Rose duduk berhadap-hadapan,
saat melihat Mrs.Rose ,
parasnya yang cantik dengan syal di lehernya berkibar lembut selama perjalanan di helikopter,
membuat hatiku tentram.

Helikopter terbang semakin tinggi awan-awan putih ada disekitar kami,
seolah seperti kapas-kapas raksaksa berterbangan,

antara was-was ketinggian dan suara bising helikopter yang berputar,
aku tetap berusaha menikmati pemandangan tersebut,

Mrs.Rose nampak melirikku sambil tersenyum simpul.

Setelah beberapa saat terbang, melewati laut yang tidak bertepi ,
dari jendela aku mulai melihat pulau kecil.

Mrs. Rose menepuk pahaku sambil menunjuk, ”Itu pulaunya, Moi.
Pulau Chimera Project.”

GLOSSARY

Hidro sefalus: kondisi saat terjadinya penumpukan cairan berlebihan di dalam otak, sehingga menimbulkan penekanan sel-sel otak dan gangguan saraf.

Metafisika: ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yang non fisik atau tidak kelhatan.

Mri (magneting resonance imaging) :pemeriksaan dengan tekhnik pengamblan gambar detail organ dri berbaga sudut yang menggunakan medan magnet dangelombang radio.

ADHD (attention deficit hyperactivity disorder): gangguan mental yang menyebabkan seorang anak sulit memusatkan perhatian, sera memiliki perilaku impulsive dan hiperaktf sehingga dapat berdampak pada kesehatan jiwa.

Impulsive: kondis saat seseorang mendapatkan dorongan untuk melakukan sebuah tndakan tanpa memikirkan konsekuensinya terlebih dahulu.

Tantrum: ledakan emosi, biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau ornag-rang dalam keuslitan emosional, yang bisanya dtandai dengan sikap keras kepala, menangs, menjerit, berteriak, menjert-jert, pembangkangan, mengomel marah, tidak peduli terhadap upaya untuk menenangkan

Indigo: insan yang dyakini memilki kemampuan atau sifat yang special, tidak biasa, dan bahkan kemampuan supranatural.

Pskopat: gangguan yang membuat seserang menjadi tidak memiliki hati nurani danjuga empat. Sehingga orang yang psikopat cenderung manipulative, mudah berubah dan sering kali berbuat criminal.

Trance: suatu kondisi dimana gelombang otak kita turun dari gelombang beta ke gelombang alfa maupun theta.apa yang terjadi saat seseorang sedang trance tergantung sugesti apa yang sedang bekerja dalam pikirannya.

PTSD (post traumatic stress disorder): gangguanstres pasca trauma. Gangguan kejiwaan yang ditandai dengan kegagalan untuk pulh setelah mengalami atau menyaksikan perstwa yang mengerikan.

Chapter 1 Moira’s Dream

  

Moira’s Dream

Aku tidak tahu dimana aku berdiri saat ini. 
Tempat ini terasa asing bagiku. Disekelilingiku diselimuti kabut yang pekat, aku bahkan tak dapat memandang kakiku sendiri. 
Aku seperti mengambang bak hantu di kegelapan. 
Inderaku yang peka bisa merasakan adanya kengerian di tempat ini. 
“Moiraaa…”

Suara seorang wanita sayup-sayup seperti berbisik memanggilku.
Aku menoleh ke kanan kiri mencari sumber suara, namun tak kutemukan. 
Aku memutar tubuhku, dan di ujung sana sebuah pintu besar yang mencolok nampak gagah berdiri di tengah kabut. 
“Moira..,” suara itu mendesah lagi, begitu lemah dan lirih.

Suara itu …….
aku yakin berasal dari sana, dari arah pintu besar itu. 
Dadaku berdebar, napasku tercekat.
Apa yang harus aku lakukan? 
Aku memeluk tubuhku dengan kedua tanganku dan memberanikan diri menggerakkan kakiku selangkah dua langkah ke arah pintu. 
Pintu itu seperti sebuah gerbang bangunan yang besar. 
Makin mendekat, aku bisa melihat sebuah gambar segitiga sama sisi yang besar di tengahnya.

Aku meneruskan langkahku dengan perlahan.
Kengerian itu semakin terasa. Bulu kudukku meremang.

Kini aku bisa melihat dengan jelas bahwa gambar segitiga di gerbang itu memiliki sebuah lingkaran di tengahnya.
Di sudut atas terdapat gambar kepala singa yang mengaum. Disudut kiri gambar kepala naga.
Sedangkan gambar kepala kambing ada di sudut kanan.

Langkahku terhenti memperhatikan lambang ini. Aku tak pernah melihat lambang yang seperti ini …tapi aku tahu, ada sesuatu yang mengerikan dibalik pintu gerbang ini, menantiku. Bangunan sekte apakah ini?

Aku memutuskan untuk menjauhi pintu itu, 
kakiku sudah mundur beberapa langkah saat itulah , gerbang bergerak terbuka secara perlahan lahan,
suara derit pintu besar dan kuat terdengar dari dalamnya ,
dan nampak sesosok tangan menjulur keluar mengarah ke arah tubuhku dengan jemari penuh luka dan berdarah terulur. Seraut wajah wanita berambut kusut dengan suara lemah dan terbata bata, memanggil namaku,
“Moira…”

Suaranya wanita mencoba memanggilku berkali-kali tersirat kelelahan dan nada putus asa saat ia mencoba mengucapkan namaku. 
Wanita itu mengulurkan tangannya untuk mencoba meraih tubuhku dan menatapku dengan pandangan memohon. 
“Tolong kami, Moira…” bisiknya.

Wanita ini mengenal nama dan meminta tolong padaku.

Apakah kami saling mengenal?

Aku mencoba menatap wanita itu dengan lebih seksama untuk mengenalinya.
Saat itulah aku melihat bahwa di kedua bola mata wanita itu mengucur air mata darah. Bibirnya pecah dan wajahnya penuh luka-luka yang mengerikan. 
Tangannya makin mendekat padaku.

Ketakutanku memuncak, aku melangkah mundur, terjungkal jatuh dan menjerit.

Aku terbelalak dan terbangun dari tidurku. 
“Oh, cuma mimpi. 
Cuma mimpi. Syukurlah.” 
Nafasku terasa sesak,
dadaku seperti terhimpit oleh sesuatu yang berat,
keringat membanjiri tubuhku namun perlahan lahan perasaan lega mulai menguasai tubuhku,
tanganku yang terasa dingin mencengkeram sprai tempat tidurku mulai menghangat,
dan aku mulai bisa menguasai seluruh tubuhku 
lalu aku berusaha untuk bangun. 
Otot-ototku menegang akibat mimpi burukku. 
Dadaku yang berdebar kencang mulai berdetak normal 
aku duduk di tepi tempat tidurku

“Mimpi buruk,” aku mengusap keringat di keningku. 
Mimpi buruk yang menyeramkan ini tak hanya sekali, 
namun berulang kali datang dalam mimpiku.

Walau demikian, aku tak pernah terbiasa dengan mimpi itu. Setiap kali kengeriannya terasa baru, seolah itu adalah mimpi buruk baru yang belum pernah aku alami.

Wanita yang meminta tolong terus menerus padaku, 
siapakah dia? 
Dan gerbang besar itu, bangunan apakah itu?
Ada dimana? 
Aku meraih gelas di sisi ranjangku dan membasahi tenggorokanku yang kering.

Aku melihat jam beker kecil di sisi ranjangku. Masih pagi, baru pukul 05.00 WIB.
Kalender menunjukkan tanggal 15 Maret 2014.

“Moira, sudah bangun ya? Sarapan sudah siap,” ujar Mama yang mengintip di depan pintu kamar seraya tersenyum.

“Ya, Ma. Moira mandi dulu ya.”
Aku melipat selimut dan merapikan seprei yang kusut, meraih handuk dan masuk ke kamar mandi.
Usai mengalami mimpi buruk, siraman air dingin shower sungguh menyegarkan, menghalau perasaan resah dan pikiran kacauku.
Kutatap wajahku di cermin, wajahku nampak kuyu dan lelah juga sangat pucat.
Aku memoles bibirku dengan lipstik merah muda cerah pemberian Andrian teman baikku yah saat ini status kami adalah teman baik,
entah nanti ke depannya, pikirku tersenyum.
Saat itulah sesosok bayangan tangan terulur dan wajah seorang wanita penuh luka itu muncul dari dalam cermin. Sesaat aku terpana, kemudian aku menjerit.
Lipstikku terpental.

Langkah kaki Mama kudengar bergegas datang, “Ada apa, Moi?”

Aku menoleh menatap Mama yang balas menatapku dengan pandangan kuatir.
Kala aku menatap cermin lagi, bayangan wanita itu tak ada di sana.
Cermin itu cermin biasa yang memantulkan bayangan tubuhku dan Mama.

Sepagi ini aku sudah berhalusinasi?

Aku mendesah, “Tidak ada apa-apa, Ma…ngg..tadi ada tikus. Ya, Tikus. Tikusnya besar banget. Aku sampai kaget ngeliatnya tadi.”

“Oalah, cuma tikus. Kirain ada apa, Moi.” Mama melangkah keluar kamar dengan cepat. Aroma kentang goreng dari dapur tercium sedap di hidungku.

Mamaku adalah orang tua tunggal. Ia sudah begitu repot menafkahi kuliahku dan adikku serta biaya hidup kami sehari-hari.
Menceritakan hal remeh seperti mimpi burukku padanya, hanya akan menambah beban pikirannya saja bukan?
Aku menghapus lipstikku yang mencoret keluar dari garis bibirku, merapikan rambut dan berganti pakaian. Saat aku ke meja makan,
sarapanku telah terhidang di meja.
Aku duduk di meja makan bersama mama dan mulai menyantap sarapan pagi ku .

Tayangan berita TV pagi itu menayangkan berita tentang seorang gubernur yang mencalonkan diri menjadi menjadi presiden.

Pikiranku melayang ke skripsiku yang masih menunggu hasil di terima atau tidak sebagai tanda kelulusanku.
Hari ini aku sudah janji temu dengan dosen pembimbing skripsiku Prof. Julian Andono. Aku harap skripsiku bisa diterima.

Aku menyantap sarapanku dengan cepat, memeluk Mama tersayangku dari belakang serta mengecup pipinya yang tirus dan berpamitan berangkat ke kampus.

“Hati-hati di jalan, Moi. Semoga berhasil skripsinya ya,” seru Mama.

***

Aku Sampai di kampus,aku menyusuri gedung kampusku,tak terasa aku sudah 3,5 tahun melewati berbagai kegiatan belajar disana,
Terbayang saat aku pertama kali mendaftar disana untuk memuaskan rasa ingin tahuku yang besar,

ya benar
beberapa temanku menjulukiku putri kepo,
karena aku selalu kritis bertanya sampai rasa ingin tahuku terjawab,
Aku tidak akan pernah berhenti bertanya dan bertanya sampai benar benar aku mengetahui segala sesuatunya,
banyak mata kuliah yang unik di sana ,
teman temanku juga bersama sama sering mengikuti berbagai seminar praktis diluar kampus yang berkaitan dengan psikologi,seminar hipnotherapi,
seminar grafologi,seminar NLP
,seminar body language aku ikuti untuk memuaskan rasa ingin tahuku dan juga suatu kesempatan untuk mendapatkan charge seminar dengan harga mahasiswa,
walau uang jajanku yang tak seberapa habis ludes ,
namun aku puas,dan aku sangat suka mendalami hipnotis untuk mentherapi anak anak berkebutuhan khusus saat aku magang di akademi okupasi ,
pikiranku menerawang , oooh….. sebentar lagi kutinggalkan gedung ini bila skripsiku diterima dan akan melamar pekerjaan,
aku juga teringat antar teman saling membaca bahasa tubuh ,mencoba menebak dan mengatasi masalah yang ada dengan memberikan saran saran psikologi,
Uh aku merasakan waktu yang begitu cepat berjalan,
belum lagi debat debat kami di kampus yang berjalan seru baik dengan alat bantu,formulir psikotes,assesmen dan berbagai metode.

Langkahku tak terasa sudah mencapai ruangan para dosen,ruang prof Julian ada dipojok ujung sendiri,
ruangannya besar ,
karena sering dibuat presentasi para dosen aku mempercepat langkahku kesana .
Dengan perasaan dag dig dug, aku mengetuk pintunya.

“Masuk!” 
sebuah suara bass yang berwibawa membalas ketukanku.

Kubuka pintunya perlahan.
Prof. Julian, dosen pembimbingku, 
seorang pria separuh baya yang mempunyai mata setengah mengatup kelopaknya dan karena bola matanya tersembunyi dikelopak matanya tersebut , 
nampak datar dan sulit ditebak expresinya ditunjang dengan bibirnya yang jarang tersenyum dan datar , 
benar benar sosok yang yang dingin walau selalu berpenampilan rapi necis kemeja panjang dengan dasi dilehernya menampakakan kesan formal dan terpelajar Rambutnya pendek,
tersisir rapi di atas kepalanya sederet kumis tipis menghiasi atas bibirnya.
Ia menatapku seperti biasanya datar tanpa ekspresi.

“Duduklah, Moira.” sapanya.
Aku duduk dikursi yang disediakan didepan meja prof.Julian yang besar oval berkaca diatasnya,
tas ranselku kucopot dan kudekap didepan tubuhku untuk menutupi kegalauan ku saat itu, loloskah skripsiku?

“Bagaimana kondisimu Moira ,kudengar kau sakit beberapa hari yang lalu?”
Aku terkejut sekaligus senang akan perhatiannya yang tak terduga atas diriku
“Oh, sudah lewat Prof. Aku alergi jamur, kemarin aku tidak sengaja makan jamur merang, Prof.”
ranselku kuturunkan kutaruh disamping kakiku
“Sekarang sudah sehat, kan? Aku punya dua berita baik untukmu,” ujarnya.
“Yang pertama setelah menguji skripsimu kemarin, 
aku mewakili rekan penguji menyatakan bahwa skripsimu yang berjudul Hipnotherapy Sebagai Penunjang Kesembuhan Abnormal Psychology, 
dinyatakan berhasil.”
“Oh, waw. Terima kasih, Prof,” ujarku gembira.

“Berita baik kedua…,” Prof. Julian menggantung kalimatnya.
Aku mencondongkan tubuh, menanti kelanjutan kalimatnya kurasakan mataku berbinar menunggu kalimat berikut darinya
“Kamu mendapat tawaran pekerjaan yang sangat bagus dari rekanan universitas.”

Aku terhenyak,perasaanku tercampur aduk saat itu,
kebahagiaan yang satu disusul kebahagiaan yang lain,
terasa mataku agak berkaca kaca saat itu karena sangat bahagia. 
Untuk menutupi gayaku yang mungkin salah tingkah saat itu disertai rasa ingin tahuku yang besar ,
segera aku berucap“Ini sungguh surprise banget buat aku. 
Tapi, bagaimana ini bisa terjadi Prof? 
Walaupun aku cumlaude tapi kan…tentu masih banyak yang lebih baik diatasku kan, Prof?”

“Untuk tahun ini memang kamu di ranking ke-4. Tapi bahasan skripsimu itu dan kau bisa mempraktekkan hypnotherapymulah dengan baik,bahkan yang terbaik.”

“Profesor, aku sungguh tersanjung. Lalu …bolehkah aku tahu lebih lanjut tentang tawaran pekerjaan tadi, Prof.?”

“Ini suratnya. Bacalah,” ujarnya seraya menyerahkan sebuah amplop putih padaku.

Aku menerimanya….
tiba tiba Deg! 
Jantungku seperti berhenti ,
mataku terbelalak demi melihat logo segitiga yang tertera pada sampul depan amlop itu.
Logo segitiga yang semalam dan malam-malam sebelumnya muncul dalam mimpiku.

“Logo ini…logo ini…,” aku tergagap-gagap. 
Bayangan pintu besar dalam kabut, tangan menjulur terluka, mata yang berdarah, desahan wanita yang memanggil namaku berkelebat cepat dalam pikiranku.

“Ada apa, Moi?”
“Oh, tidak ada apa-apa Prof.” Aku mencoba menenangkan diriku, mengeluarkan suratnya dan menatap sekali lagi logo segitiga itu di kepala suratnya. Aku membaca dengan cepat.

Ponsel Profesor Julian berbunyi. Ia segera menerima panggilan masuk itu, “Ya, halo? Ya, dia sudah disini. Mari masuk saja,” ujarnya dan menutup ponselnya.
Pintu terbuka. Seorang wanita berwajah sangat cantik,
badannya tinggi dengan bentuk tubuh proporsional, berkacamata bulat,
berpakaian setelan blazer memasuki ruangan.
Sepatu hitam high heelsnya berbunyi ketak ketuk kala ia berjalan.

“Moira, ini Mrs. Rose. Dia nanti yang akan menjelaskan detail pekerjaan barumu.saat ini secara umum dia kan gambarkan seperti apa pekerjaanmu,
karena ini confidential aku persilahkan kalian di ruanganku,
aku harus keluar dari sini”

“Hello, Mrs. Rose. Aku Moira,” ujarku segera memperkenalkan diri dan mengulurkan tanganku kulihat prof.Julian pergi meninggalkan kami berdua dan tubuhnya tak nampak lagi saat pintu nya ditutup.
Mrs. Rose menjabat tanganku.

Saat aku berdiri terasa postur Mrs. Rose lebih tinggi dariku. Jemarinya terasa lebih tebal dari jariku dan ia menjabat tanganku dengan kuat.

Mrs. Rose type wanita tangguh berkemauan kuat, terpancar dari tatapan mata serta genggaman tangannya,
pikirku mencoba menganalisa lawan bicaraku.

“Moi, pekerjaan ini adalah bagian dari rahasia negara. Sebelumnya kami telah mempelajari kepribadianmu serta skripsimu. 
Kami menilai kamu tepat untuk pekerjaan ini, dan perekrutan kami berlangsung rahasia karena ini demi masa depan bangsa dan negara” ujar Mrs. Rose.
Dari nada suaranya tersirat ketegasannya, mungkin orang ini tipenya lurus pada peraturan, pikirku lagi.

“Terima kasih, Mrs. Rose,
aku rasa… aku menyukainya. Nanti bolehkah aku minta waktu untuk memikirkannya terlebih dulu?”
Mrs.Rose menimpali
“Apabila kau menyanggupi bekerja,kau akan bekerja disuatu pulau yang tempatnya terpencil,
tidak ada sinyal hp,dan komunikasi disana,apabila kau membutuhkan akses internet disana ada jalur satelit militer sesuai otoritas disana 
kau bisa gunakan itu,
kau dikontrak selama 6 bulan tanpa bisa pulang sampai kontrakmu selesai,
makan dan asrama disediakan, dan kau aku dampingi dalam bekerja,
keputusan darimu maksimal empat hari dari besok pagi.”
“Surat pengangkatan belum bisa kamu terima sampai kamu menyetujuinya.
Kontrak pekerjaan ini enam bulan, gaji awalmu ialah 2x gaji upah minimal ibukota lalu kamu akan diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan kenaikan gaji 100%.”

Aduuh,perasaanku kembali digoncangkan,
siapa yang tidak bermimpi menjadi pegawai pemerintah? Dan dalam 6 bulan gajinya sudah didouble…naik 100% .walau …6 bulan tanpa fasilitas internet dan hp ,kurasa karena aku suka tantangan mungkin tidak jadi masalah tapi yang Wow ialah jadi pegawai pemerintah ,2x upah minimal ibukota dan naik gaji double tadi…. 
tapi kucoba tetap menjaga kelakuanku,
karena aku kuliah di psikologi kucoba menutupi body language ku supaya tidak kelihatan norak,
kalau aku tidak jaim bisa bisa aku melompat lompat dan menari nari kegirangan ,
karena sekilas teringat beberapa teman teman ku yang ketakutan akan masa depannya mereka berkeluh kesah tentang betapa sempitnya dunia kerja bagi lulusan psikologi,
jadi HRD sudah banyak yang mendudukinya terlebih dulu , belum lagi tantangannya menjadi HRD banyak musuhnya ,
dari proses rekrut sampai pemecatan karyawan,
demo buruh bisa jadi HRD yang mengatasinya huufhh…,
buka kantor psikolog harus punya modal tempat dan tenaga untuk membantu.

Aku mulai menata pikiranku walau terlihat terdiam beberapa saat,
aku mengatur nada suaraku lalu kuucapkan
“Sangat menarik Mrs. Rose. Aku pikirkan dulu ya. Dalam empat hari ini, aku akan memberi kabar,” sahutku,
sebenarnya tanpa dipikir panjangpun detik itu juga bisa langsung kuputuskan yaa,aku bersedia seperti seorang gadis desa yang menerima tunangan pangeran kaya raya dan baik hati ,
namun saat aku melirik amplop dengan logo segitiga itu , jantungku mulai berdebar dan pikiranku agak kacau saat itu seperti mengalami dejavu,
dan aku juga teringat mempunyai mama yang sangat mengasihiku,
aku harus meminta ijin kepada beliau walau keyakinanku beliau juga mendukungku tentang keputusan menerima pekerjaan ini

“Kamu bisa menghubungi Profesor Julian untuk konfirmasi persetujuannya hanya empat hari maksimal 
kau beritahu profesor, 
aku datang lagi dan kita tanda tangan kontrak. 
“Ingat ini kontrak rahasia jangan disebar luaskan karena bagian rahasia dari pemerintahan, kandidat yang kami seleksi ribuan dan kau salah satu yang terpilih,
kau lewatkan ini 
kau sudah tidak ada akses lagi tentang pekerjaan ini lagi karena ini hanya ada satu kesempatan saja, 
ada pertanyaan lagi kau bisa tanyakan sekarang,
bagaimana, Moi?”

Wow ini juga salah satu nilai misterius yang membuatku antara terhormat karena merasa dibutuhkan dan ada aroma inteligen disini,
siapa yang pernah merasakan hal seperti ini selain diriku ,
walau aku dilahirkan dari seorang papa militer namun hal seperti ini tak pernah diceritakan papa padaku,perekrutan secara diam diam pada gadis fresh graduate lulusan psikologi.

“Ya, Mrs. Rose. Terima kasih,” sahutku sopan.
Kumasukkan surat itu ke dalam tasku.
Batinku bergejolak antara senang,bangga dan terheran heran.

Aku berpamitan dan menjabat tangan mrs,Rose saat aku keluar dari ruangan prof.Julian,
kulihat dari jauh prof.Julian duduk sendirian di cafe dengan segelas minuman didepannya dan tangannya sedang memegang tabletnya,
nampaknya dia menikmati kesendiriannya disitu.

Oh Prof.Julian mengapa kau terlalu senang dengan kesendirianmu? 
Bahkan kudengar profesor satu ini masih lajang sampai sekarang.

***

Sesampai di rumah, segera kukabarkan berita baik itu ke Mama.

Mama tersenyum cerah dan memelukku. 
“Syukurlah, Moi. Skripsi lancar, bahkan langsung di terima kerja.
Penghasilan bagus sekali dan jadi pegawai pemerintah. 
Anak mama benar-benar luar biasa,” ucapnya seraya mengecup pipiku.

Mama juga mengijinkanku bekerja di luar kota, walau adikku juga sedang kuliah di luar kota. Yang berarti Mama akan sendirian di rumah.
“Papa pasti bangga banget Moi, kalau ia tahu hal ini,” tambah mama.
Hatiku perih ingat papa. 
Kapten Marinir Gepardi, papaku, dinyatakan hilang dalam tugas 2 tahun yang lalu.

“Mama sangat berharap bisa berjumpa lagi dengan papamu, Moi. 
Walau berupa jasadnyapun tidak apa-apa,” desah Mama.

Aku menggenggam tangan Mama, 
“Papa pria yang tangguh, Ma. Kita doakan yang terbaik untuk Papa, dia selamat dan dapat kembali berkumpul dengan kita Ma.”

***

Sampai di kamar, aku mandi, berganti pakaian lalu mengeluarkan amplop surat berlogo segitiga itu dari tasku tidak ada tulisan apapun mengenai perusahaan atau alamat,
badan hukum dan sebagainya ,
hanya bebarapa ketentuan umum tentang peraturan kerja,
hmmm nampak seperti surat print biasa ,
mungkin bila aku menolaknya bisa jadi surat ini bukan merupakan bagian dari departemen apapun di pemerintah atau militer,
namun aku teringat yang mereferensikan adalah prof.Julian rektor universitasku sendiri 
dan aku sudah diketemukan dengan wanita cantik misterius tadi mrs.Rose yang barusan bercakap cakap denganku ,
memandangnya semakin aku yakin, 
logo inilah yang terpampang di depan pintu gerbang penuh kengerian dalam mimpiku itu. 
Jadi ini logo instansi rahasia pemerintah, bukan logo suatu sekte seperti dugaanku semula.

Bila aku menolak pekerjaan ini, akankah mimpi burukku berakhir? 
Atau justru datang menghampiriku semakin sering, dan semakin ngeri?
Sejauh ini mimpiku selalu berakhir dengan aku terjungkal jatuh tanpa tahu ada apa sebenarnya yang terjadi di balik pintu gerbang itu. 
Bila aku menerima pekerjaan ini…itu berarti secara nyata aku akan membuka gerbang itu dari depan,
menjelajah ke dalamnya…dan mungkin menemukan wanita terluka yang selama ini menanti kedatanganku dan membutuhkan pertolonganku.

Tapi oh, aku hanyalah wanita biasa, tinggiku hanya 158 cm, beratku berkisar antara 50 kg. Bila di balik gerbang itu aku bertemu dengan tokoh penyiksa wanita atau bahkan yang lebih seram dari itu,
apa yang bisa aku lakukan? 
Olahraga beladiri aku tak bisa. Walau ayahku seorang marinir yang tentu saja ahli beladiri, tetapi beliau tidak memaksaku belajar beladiri apapun,beliau hanya mengajariku tehnik rolling,
jatuh dengan aman,
supaya bila suatu saat aku tergelincir atau jatuh dari motor maka minimal cederaku,
mungkin satu-satunya kelebihan fisikku adalah aku mampu berlari cepat dengan sepasang kakiku yang Andrian katakan gesit bagai kijang.

Andrian.
Aku tersenyum mengingatnya. Teman pria satu kampus yang selalu manis padaku itu,
apa yang sedang dilakukannya saat ini? 
Sudah tidurkan dia? 
Lolos jugakah skripsinya?
Kukeluarkan ponselku dan jari-jariku bergerakdi whatapss ke Andrian mengabarkan berita kelulusan skripsiku dan secara sekilas kemungkinan aku akan bekerja pada pemerintah.

Ting! Balasan Andrian segera masuk, 
“Selamat ya, Moi. Kamu selalu keren.”
Ting!”Double keren”
Ting!”Triple keren”

Aku tertawa dan membaca berulang-ulang balasan Adrian tersebut dengan perasaan senang.
Kamu selalu keren. Moira selalu keren,double keren,
triple keren. 
Eaaa….

“Skripsimu bagaimana?” kububuhkan emoticon smile lebar dan ku tekan tombol kirim.
“Dua hari lagi, aku baru bisa ketemu dosen pembimbingku, Moi,” sebuah emoticon lesu terlampir di akhir kalimat itu.
“Jiayoo, semangat And. 
Pasti lulus. Aku yakin deh,” balasku.
“Amin. Semoga ya.”

Aku merebahkan tubuhku di ranjang.
Mataku beradu dengan cermin oval di dinding kamar, di sisi lemari bajuku.

Aku bergegas mengetik lagi, “And, kamu pernah mimpi buruk?”
“Tidak pernah. “
“Aku pria yang murah hati, tampan, cerdas, ramah, tidak sombong serta baik hati. Mimpi-mimpiku selalu indah and fun.”
“Gombal banget.”
“Hehe…kenapa Moi? Kamu kemarin mimpi buruk?”
“Yup.”
“Duuuh bukannya kita juga mempelajari fenomena mimpi di kuliah kita,tenanglah mungkin saja mimpi berlawanan dengan kenyataan yang terjadi. Kamu boleh mimpi buruk, tapi kenyataannya hari ini kamu dapat kabar gembira, kan? “
“Eh, aku kok jadi menggurui kamu gadis psikolog muda berprestasi cumlaude lagi…
serasa menabur garam di laut jadinya.”
“Serius Ad. Aku minggu-minggu ini sering mimpi buruk. Anehnya mimpinya sama itu-itu terus.”
“seperti dejavu begitu Moi?”

Aku menjawab :“yaaa kurang lebih seperti itulah namun kenyataannya mengapa di mimpiku aku melihat logo lalu hari ini aku mendapati logo tersebut nyata datang dan ada?”
“Gee,kamu bakat jadi peramal Moi ?
hahaha tapi condong ke fortune teller hahaha”
“Kalau begitu abaikan sajalah, Moi. Yang jelas kau sudah punya masa depan yang baik ,
nikmati sajalah,
saraaan nih ya sebelum tidur, tatap fotoku.
Mimpimu malam ini akan berbeda, hahaha..”
“Aku tidak punya fotomu.” Dalam hal ini tentu aku berbohong.
Di ponselku tersimpan beberapa foto Andrian yang aku screen shoot dari akun medsosnya.

“Mau aku kirim?”
“Tidak usah.” Balasku cepat.
Dan…ting! Ting! Ting! Andrian mengirimkan 3 foto beruntun kepadaku dengan segera.
Foto pertama Andrian nampak gagah mengenakan tuxedo. Foto kedua pria itu mengenakan kaus biru dan sebuah kacamata hitam bertengger di atas rambutnya, gaya sekali. Foto ketiga pria itu nampak tersenyum, memamerkan sederet gigi putih bersih berkilaunya dan mengedipkan sebelah mata.
Semuanya foto close up. 
Aku menggeleng-gelengkan kepala. Mahluk ajaib ini benar-benar narsis tingkat American idol. 
Ampun deh.

Ting! Andrian lagi. 
Kali ini bukan foto tapi chat tulisan biasa. “Night ya, Moi. Semoga malam ini mimpimu indah.”
Dan aku terlelap sampai sinar fajar menerebos tirai kamarku, tanpa dibayangi tangan terulur, mata berdarah ataupun pintu gerbang yang menyeramkan.

Aku terbangun dengan senyum dibibir karena semalam aku berlarian di kebun teh,
yang berubah menjadi deretan pohon jati rimbun, 
kemudian berubah lagi menjadi kebun bunga aneka warna, sementara Andrian tertawa mengejar dibelakangku,
bak film-film romantis a la India dalam mimpiku.